Paris pernah menjadi kota yang ramah bagi ganda putra andalan Indonesia, Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya. Mereka pernah jadi juara di Paris saat memenangi French Open 2019 silam.
Namun, tadi malam, Paris dengan segala eksotikanya, rupanya enggan kembali berpihak kepada Marcus dan Kevin. Ganda putra ranking 1 dunia ini gagal membawa pulang gelar dari French Open 2021.
Marcus/Kevin yang menjadi unggulan 1, kalah dua game langsung (straight game) 17-22, 20-22, dari ganda senior Korea non unggulan, Ko Sung-hyun/Shin Baek-cheol, Minggu (31/10) malam.
Tentu, kekalahan di final sangat menyebalkan. Apalagi, Marcus dan Kevin sudah menunggu lama untuk bisa tampil di final. Itu final ke-32 mereka di level Superseries/World Tour Level.
Kali terakhir keduanya main di final terjadi di All England pada Maret 2020 lalu saat mereka dikalahkan ganda putra Jepang, Yuta Watanabe/Hiroyuki Endo.
Marcus/Kevin belum mampu untuk menambah gelarnya sejak kali terakhir jadi juara saat memenangi Indonesia Masters 2020 pada 19 Januari 2020 silam di Jakarta.
Meski gagal juara, kita patut memberikan apresiasi kepada Marcus (30 tahun) dan Kevin (26 tahun).
Di tengah jadwal gila-gilaan yang menguras tenaga, mereka masih mampu tampil hebat. Minnions--julukan Marcus/Kevin menunjukkan mereka masih salah satu ganda putra terbaik dunia.
Namun, kita juga penasaran, apa yang membuat Marcus/Kevin sampai kalah di final tadi malam. Semacam 'evaluasi' dari penampilan mereka saat melawan ganda Korea tadi malam.
Dari kacamata sebagai penikmat dan pengamat perbulutangkisan dunia yang rutin bermain bulutangkis setiap tengah pekan, menurut saya sedikitnya ada tiga alasan yang membuat Marcus/Kevin kalah di final.
Final berlangsung ketat, Marcus/Kevin beberapa kali 'sedekah poin'
Final ganda putra tadi malam menjadi salah satu yang terbaik dari lima pertandingan final di French Open 2021. Marcus/Kevin dan Ko Sung-hyun/Shin Baek-cheol mampu menampilkan permainan kelas dunia. Cepat dan saling serang.
Sejak awal game pertama, mereka saling kejar-kejaran angka. Ganda Korea beberapa kali unggul dalam perolehan poin. Tapi, itu tidak sampai tiga angka. Paling maksimal dua angka.
Poin untuk ganda Korea ini beberapa kali berasal dari penempatan shuttlecock Marcus/Kevin yang keluar lapangan ataupun menyangkut di net. Tentu, itu menjadi 'sedekah poin' bagi ganda Korea. Ko/Shin yang lantas menutup interval pertama dengan keunggulan skor 11-9.
Bahkan, mereka sempat unggul 13-9, tetapi Marcus/Kevin lantas mengejarnya menjadi 12-13. Namun, Ko/Shin yang bermain rapi, kembali menjauh di angka 14-12, 15-13, 17-14 hingga 17-16 dan 19-17.
Sayangnya, saat poin kritis, Marcus/Kevin justru tidak tampil setenang ketika mereka mengalahkan rekan senegaranya, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di semifinal.
Ganda Korea mendapatkan dua poin beruntun dari kesalahan Kevin dan Marcus.
Ko/Shin mendapatkan game point alias poin 20 setelah return service Kevin menyangkut di net. Dan, mereka memenangi game pertama setelah pengembalian Marcus tidak menyeberang ke lapangan lawan.
Di game kedua, laga kembali berjalan alot. Ganda Korea sempat tancap gas dan memimpin 5-1. Lantas melebar jadi 8-4, 10-6, dan menutup interval pertama dengan 11-7.
Keunggulan ganda Korea berlanjut di interval kedua. Mereka sempat unggul 14-10 dan melebar jadi 15-12. Lewat perjuangan luar biasa, Marcus/Kevin mendapatkan tiga poin beruntun dan bisa menyamakan skor 15-15. Bahkan, sempat berbalik unggul 17-15.
Di titik ini, Marcus/Kevin sebenarnya di atas angin. Mereka punya peluang menang. Namun, ganda Korea ternyata bisa menyamakan skor 17-17. Salah satunya karena pengembalian Kevin yang melebar.
Cerita berikutnya, Marcus/Kevin dua kali unggul, tapi bisa disamakan 18-18, 19-19. Ganda Korea bahkan bisa mendapatkan match poin 20-19 Â tapi bisa disamakan Marcus/Kevin. Skor 20-20. Setting point pun terjadi.
Namun, Ko/Shin rupanya enggan melepas game kedua yang artinya laga berlanjut ke game ketiga.
Di masa setting point di mana pemain harus mendapatkan margin dua angka untuk menang, mereka mampu mendapatkan dua poin beruntun. Ko/Shin pun menang 22-20. Mereka pun tampil sebagai juara French Open 2021.
Ko/Shin memang sedang tampil bagus
Harus diakui, ganda senior Korea ini sedang tampil bagus di Paris. Meski tidak masuk dalam daftar pemain unggulan di French Open, Ko/Shin mampu menjungkalkan beberapa pemain unggulan.
Di perempat final, mereka mengalahkan ganda senior Indonesia, Hendra Setiawan (37 tahun) dan Mohammad Ahsan (34 tahun) yang menjadi unggulan 2 lewat kemenangan rubber game 16-21, 21-19, 21-13.
Lalu di semifinal, Sabtu (30/10), mereka mengalahkan ganda Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik yang menjadi unggulan 4, juga lewat rubber game 14-21, 21-10, 24-20.
Dua pertandingan itu menjadi bukti, Ko/Shin punya mental tangguh. Mereka tertinggal di game pertama, tetapi mampu berbalik menang di game kedua dan ketiga.
Ketangguhan mental itu tidak terlepas dari pengalaman panjang mereka. Ya, Ko/Shin bukan pasangan kemarin sore. Mereka sudah senior. Ko Sung-hyun kini berusia 34 tahun dan Shin Baek-cheol 32 tahun.
Mereka berstatus juara dunia karena pernah memenangi kejuaraan dunia 2014 silam. Mereka bahkan pernah menempati ranking 1 dunia pada 2013 silam.
Meski, sepanjang semestar kedua tahun 2019 sejak memenangi US Open pada Juli 2019 hingga tahun 2020 lalu, mereka sempat 'menghilang' dan baru muncul akhir tahun 2021 ini. Itu yang membuat mereka kini hanya menempati ranking 26 dunia.
Tetapi dengan penampilan seperti di Paris, Ko/Shin layak diwaspadai. Utamanya di Indonesia Masters dan Indonesia Open yang digelar di Bali pada November ini.
Meski sudah 'berumur', tetapi mereka terbukti mampu meladeni permainan cepat ganda generasi setelah mereka seperti Marcus/Kevin dan Aaron Chiah/Soh Wooi Yik.
Faktor jadwal padat
Tidak bisa dipungkiri, jadwal padat memberikan pengaruh pada penampilan Marcus/Kevin. Bayangkan, French Open ini merupakan kejuaraan keempat beruntun yang diikuti Marcus/Kevin sejak akhir September silam.
Sebelumnya, Marcus/Kevin tampil beruntun di Piala Sudirman dan Piala Thomas. Lantas, bermain di Denmark Open dan berlanjut di French Open ini.
Meski, Marcus/Kevin cukup diuntungkan di French Open ini. Sebab, mereka sempat mendapatkan kemenangan walk over di putaran pertama karena lawan memilih mundur. Mereka baru turun di putaran kedua.
Toh, terlepas jadwal yang superpadat, bila kita melihat pertandingan final tadi malam, penampilan Marcus/Kevin sebenarnya sangat oke. Mereka sangat tahu makna bermain di final sehingga tampil habis-habisan.
Tidak tampak bila 'baterai' mereka sedang drop alias stamina sedang menurun. Hanya memang, beberapa kali mereka menyumbang poin untuk ganda Korea karena kesalahan sendiri.Â
Boleh jadi, tingkat akurasi pukulan itu disebabkan karena kebugaran yang memang terkuras setelah tampil beruntun di tiga kejuaran sebelumnya. Atau, anggap saja itu ketidakberuntungan.
Tetapi memang, jadwal padat ini tentu tidak hanya dirasakan oleh Marcus/Kevin. Terlebih bila kita melihat para juara di French Open. Mereka juga ikut merasakan 'jadwal gila' ini.
Sebut saja pasangan asal Jepang, Yuta Watanabe dan Arisa Higashino yang juara di nomor ganda campuran. Mereka menjadi ganda campuran Jepang pertama yang juara di turnamen yang digelar sejak tahun 1908 ini.
Keduanya juga tampil di Piala Sudirman, Piala Thomas/Uber, dan Denmark Open. Bahkan, Arisa bermain dobel di ganda campuran dan ganda putri. Tapi, penampilan mereka masih oke. Semua lawan dilibas.
Terlepas dari gagal juara, tetapi penampilan Marcus/Kevin di French Open menunjukkan bahwa mereka masih salah satu yang terbaik di nomor ganda putra. Mungkin mereka hanya kurang beruntung di final.
Penampilan di French Open ini menjadi bekal bagi Marcus/Kevin di turnamen berikutnya.
Utamanya saat kembali tampil di rumah sendiri. Tepatnya di Indonesia Masters, Indonesia Open, dan BWF World Tour Finals yang rencananya digelar di Bali pada bulan ini. Serta Kejuaraan Dunia pada Desember mendatang.
Salam bulutangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H