Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Putri KW dan Pelajaran Memaknai "Kalah Itu Obat yang Menguatkan"

30 Oktober 2021   18:19 Diperbarui: 30 Oktober 2021   23:48 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampeyan (Anda) mungkin pernah mendengar salah satu kalimat bijak.

Bunyinya begini: "lebih baik mencoba berkali-kali tapi gagal daripada tidak pernah mencoba sama sekali".

Pesan dari kalimat bijak itu jelas. Bahwa, gagal itu memang pahit. Namun, dengan pernah merasakan kegagalan, kita jadi bisa melakukan instrospeksi diri. Bisa memetakan apa saja yang keliru sehingga berujung gagal.

Lantas, mencoba memperbaikinya. Mungkin proses perbaikan itu butuh waktu panjang. Artinya, kita mungkin akan kembali merasakan dua tiga kali gagal. Tapi, percayalah, pada akhirnya, kegagalan itulah yang membuat kita matang.

Dalam hal ini, diam saja tidak melakukan apa-apa, bisa mengkritik, dan menertawakan mereka yang gagal, sejatinya sedang menertawakan diri sendiri di masa depan. Sebab, ketika orang yang ditertawakan itu berhasil, si pengkritik ya tetap begitu saja.

Itulah yang dinamakan proses. Dan dalam ranah olahraga, utamanya di bulutangkis, proses itu seharusnya dimulai dari usia dini. Usia masih sangat muda.

Biarlah selama masih muda, mereka merasakan banyak hal di lapangan. Sering bermain. Mencecap kekalahan. Merasakan kemenangan. Itu hal lumrah. Harapannya, seiring usianya beranjak dewasa, mereka tumbuh menjadi pemain matang.

Putri KW terhenti di perempat final Belgian International

Tunggal putri Indonesia, Putri Kusumawardhani (18 tahun) tengah menapaki proses bertumbuh itu.

Ada banyak pecinta bulutangkis yang mengagumi kemampuan Putri sebagai pemain muda. Ada yang memuji Putri setinggi langit. Menyebutnya sebagai tunggal putri masa depan Indonesia.

Wajar, Putri memang fenomenal. Bayangkan, di usia 19 tahun, dia sudah mampu memenangi dua turnamen di Eropa. Salah satunya turnamen BWF World Tour level Super 300.

Namun, ingat, jangan kelewat memujinya. Jangan terlalu menaruh ekspektasi besar kepadanya. Jangan pula membanding-bandingkan dia dengan tunggal putri Pelatnas lainnya.

Biarkan dia berproses secara alamiah.

Khawatirnya, bila ekspektasinya terlalu besar, itu malah akan menjadi bumerang. Ketika dia kalah, pujian itu malah berubah jadi umpatan.
Pujilah sewajarnya.

Sebab, dalam proses bertumbuh, Putri tentu tidak akan selalu menang. Sebagus-bagusnya dia, pasti akan merasakan kekalahan.

Situasi itulah yang dialami Putri dalam penampilannya di turnamen Yonex Belgian International pada pekan ini. Kemarin, Putri terhenti di babak perempat final.

Dilansir dari bwf.tournamentsoftware.com, pemain kelahiran Tangerang ini kalah dari pemain Taiwan, Wen Chi Hsu, dengan skor cukup telak 7-21, 11-21 dalam waktu 27 menit, Jumat (29/10).

Putri pun gagal mengikuti jejak tunggal putri Indonesia, Febby Angguni yang pernah juara di turnamen tersebut pada tahun 2013 silam.

Putri juga harus mengubur harapannya untuk kembali juara di turnamen Eropa. Sebelumnya, dia seperti punya chemistry bagus dengan Eropa.

Akhir pekan kemarin, Putri menjadi juara di turnamen Li Ning Czech Open International Series 2021, Minggu (24/10). Itu gelar kedua Putri KW di Eropa di tahun 2021.

Pada Mei 2021 lalu, Putri juara di Spain Masters, turnamen BWF World Tour Super 300 yang kelasnya di atas Czech Open. Di final, Putri (ranking 124) mampu mengalahkan pemain Denmark, Line Christophersen yang rankingnya jauh di atasnya (ranking 27).

Memaknai kekalahan Putri di Belgia

Toh, meski gagal juara di Belgia, tidak perlu kekalahan itu dimaknai sebagai kegagalan. Lalu dimaknai apa?

Kekalahan Putri KW di Belgia harus dimaknai sebagai bagian dari proses bertumbuh. Bahwa, kekalahan sebenarnya wajar sebagai bagian dari proses.

Putri pastinya juga mengambil pelajaran dari kekalahan di perempat final itu. Minimal, kini dia tahu dan merasakan betapa kerasnya persaingan di nomor tunggal putri dunia. Dan itu akan membuatnya semakin terpacu untuk terus berlatih dan tampil lebih bagus.

Sama seperti ketika dia turun bermain membela tim Piala Uber Indonesia di Aarhus Denmark pada 9-17 Oktober lalu.

Di penampilan perdananya membela Indonesia di kejuaraan beregu, Putri tampil cukup oke.

Putri tampil empat kali. Di penyisihan grup, dia mampu dua kali menyumbangkan poin kemenangan ketika tim Uber Indonesia mengalahkan Jerman dan Prancis.

Namun, dia kalah ketika menghadapi Jepang. Dia takluk dari pemain senior Jepang, Sayaka Takahashi (29 tahun) yang kini menempati ranking 15 dunia.

Putri juga tidak mampu menyumbang poin kemenangan saat Indonesiamenghadapi Thailand di perempat final. Dia kalah melawan Busanan Ongbamrungphan (25 tahun) yang kini ada di ranking 13 dunia. Indonesia pun terhenti usai kalah 2-3 dari Thailand.

Toh, kekalahan dari pemain kelas dunia seperti Sayaka Takahashi dan Busanan itu memberinya pelajaran penting.

Dia jadi tahu bagaimana caranya pemain kelas dunia bermain. Utamanya tentang bermain rapi dan minim error sendiri. Aspek ini yang masih perlu diperbaiki Putri.

Putri juga jadi tahu bahwa 'di atas ada langit masih ada langit'. Bahwa, persaingan di tunggal putri dunia sangat ketat. Sayaka dan Busanan pun sebenarnya bisa dibilang baru level 2. Bukan level 1.

Tunggal putri yang masuk level 1 di antaranya Chen Yufei (China), Tai Tzu-ying (Taiwan), Akane Yamaguchi (Jepang), Pusarla Sindhu (India), Ratchanok Intanon (Thailand), Carolina Marin (Spanyol), dan juga anak muda ajaib asal Korea, An Se-young.

Bisakah Putri mencapai level mereka?

Kenapa tidak. Meskipun butuh waktu, tetapi Putri bisa on the way seperti mereka.

Selama PP PBSI terus memberinya kesempatan tampil di turnamen internasional dan selama Putri mau terus berlatih dan belajar dari pertandingan yang sudah dilaluinya, dia bisa terus berkembang.

Kita tentu berharap Putri KW bisa terus mematangkan dirinya. Sebab, Indonesia sudah menunggu lama memiliki tunggal putri yang bisa bersaing di level tertinggi.

Apalagi, tahun depan, jadwal besar sudah menunggu. Pertengahan tahun, Piala Uber kembali digelar. Merujuk pengalaman di Piala Uber tahun ini, Indonesia perlu punya tunggal putri andalan bila ingin melangkah jauh.

Kita berharap, Putri KW, Gregoria Mariska, Ester Nurumi dan lainnya bisa terus berkembang. Thailand saja bisa memiliki beberapa tunggal putri berkelas dunia. Indonesia seharusnya juga bisa. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun