Seringkali di malam hari, warga datang ke rumah ketua RT demi meminta surat pengantar dan tanda tangan.
Pas sedang santai beristirahat bersama keluarga, ada warga datang. Karena mereka memang baru bisa mengurus urusan di perumahan saat malam. Saat siang mereka di kantor.
Dulu, seringkali ada warga baru yang 'nyasar' mengetuk pagar rumah saya ketika hendak ke rumah ketua RT. Karena kebetulan rumah saya bersebelahan dengan ketua RT. Saya jadi paham, betapa sibuknya jadi ketua RT.
Belum lagi bila hendak ada kegiatan di perumahan. Tentu pengurus harus rela meluangkan waktu untuk rapat malam. Dan, rapatnya pun tidak sekali. Tapi berkali-kali.
Semisal ketika di perumahan kebagian sebagai lokasi tempat pemungutan suara saat pemilihan legislatif tahun 2019 lalu. Kebetulan, karena dilibatkan sebagai pengurus, saya ikut merasakan persiapannya intens.
Pendek kata, menjadi ketua RT memang tidak mudah. Apalagi bagi mereka yang merasa 'tidak punya waktu' karena saking sibuknya. Mereka harus siap repot.
Kalau nggak mau jadi ketua RT, jangan jadi 'kompor meledug'
Bahkan, tidak hanya siap repot, menjadi pengurus dan ketua RT juga harus punya 'telinga tebal' dan stok sabar melimpah ketika menghadapi warganya.
Itu karena warga yang tinggal di perumahan, ada yang 'unik'. Meski di kampung juga ada tipikal unik begini.
Kadang, karena merasa berpendidikan tinggi dan punya jabatan terhormat di tempat kerjanya, mereka jadi berlagak bossy. Ingin dilayani. Merasa orang lain harus melayani dirinya. Padahal, di perumahan itu dia warga biasa. Tak berbeda dari warga lainya.
Repotnya lagi, tidak semua warga terkadang sejalan dengan ketua RT. Ada yang memilih menjadi pihak oposisi. Maunya dianggap sebagai 'hero' yang menyuarakan hal yang dinilainya kurang.