Di game kedua yang memainkan nomor ganda, pasangan muda, Siti Fadia Silva (20 tahun) dan Ribka Sugiarto (21 tahun) dimainkan. Fadia/Ribka menghadapi Mayu Matsumoto/Nami Matsuyama.
Menurut saya, keputusan memainkan Fadia/Ribka ini sangat tepat. Sebab, mereka bisa mendapakan pengalaman berharga menghadapi ganda putri top Jepang yang dikenal susah ditaklukkan.
Mayu (26 tahun) biasanya berpasangan dengan Wakana Nagahara dan pernah jadi ranking 1 dunia pada 2019 lalu. Karena Wakana cedera, dia main dengan Nami Matsuyama (23 tahun) yang biasanya main dengan Chiaru Sida.
Di game pertama, Fadia/Ribka kalah 14-21.
Di game kedua, mereka menunjukkan kualitas sebagai pasangan ganda putri masa depan Indonesia. Bukan hanya bermain ngeyel dan mau capek khas anak muda, Fadia/Ribka juga punya fisik oke dan terlihat punya game plan cukup matang.
Di game kedua ini, sejak awla mereka nyaris selalu unggul dalam perolehan poin. Smash-smash Fadia seringkali tembus dan penempatan bola Ribka ke tempat yang sulit diambil, beberapa kali bisa menghasilkan poin.
Namun, kematangan bermain memang tidak bisa langsung dibeli. Itu soal pengalaman.
Fadia dan Ribka yang unggul dalam perolehan poin, tampak masih kurang tenang di poin-poin krusial. Terlebih ketika service Fadia sempat dinyatakan fault oleh wasit saat skor 19-19.
Lantas, Mayu dan Nami dengan ketenangan dan skenario menata serangan yang lebih matang, bisa berbalik menang dengan skor 21-19. Jepang pun unggul 2-0.
Pelajaran untuk Putri KW
Di game ketiga yang kembali memainkan nomor tunggal, giliran Putri Kusuma Wardani tampil. Putri (19 tahun) menghadapi Sayaka Takahashi (29 tahun) yang merupakan kapten tim putri Jepang.