Nah, tidak selalu bekerja di media bak berlayar di lautan yang tenang tanpa ombak. Terkadang malah menjadi ujian mental. Terlebih bila memiliki redaktur yang galak.
Ada seorang kawan pernah bercerita, ketika balik kantor, redakturnya selalu marah-marah. Ada saja yang menjadi pemicu marahnya. Tidak jarang keluar kata-kata kasar.
Semisal menganggap berita yang didapat dan ditulis wartawan di hari itu biasa saja sehingga tidak layak dijadikan headline. Istilahnya, tidak ada 'ikan besar' yang didapat.
Atau marah karena wartawannya tidak mendapat statament dari narasumber karena sesuatu hal. Atau juga emosinya meluap karena wartawannya ketika ditelpon tidak diangkat karena sedang dalam perjalanan.
Bila seperti itu, bila harus memberikan nasihat, ya dijalani saja. Anggap saja itu tantangan bagi kalian agar ke depannya bekerja lebih baik. Anggap saja itu latihan untuk menguatkan mental.
Siap kehujanan dan kepanasan
Di beberapa tempat, hujan mulai turun. Musim hujan mulai menyapa. Bagi wartawan yang terbiasa liputan di lapangan (lokasi), hujan atau panas tidak ada bedanya.
Bila ada tugas peliputan, mereka siap menjalani keduanya. Siap kepanasan. Siap kehujanan. Tentunya bila mereka berburu berita dengan menaiki motor. Bahkan harus siap bila turun langsung ke lokasi banjir.
Tidak ada ceritanya wartawan datang ke lokasi liputan menunggu hujan reda karena tidak mau kehujanan. Bisa-bisa dia datang ke lokasi tidak kebagian berita karena sudah selesai.
Semisal hendak meliput ke lokasi banjir, karena menunggu hujan reda, ketika tiba di lokasi, genangan airnya mungkin sudah surut. Tentu saja kehilangan momen dalam hal ini foto kejadian di lokasi.
Saya ingat pengalaman di bulan-bulan pertama menjadi wartawan.