Sepeda motor saya parkir di seberang jalan. Lantas mengambil gawai untuk memotret di titik awal pendakian tanggul.
Eh baru mengambil dua tiga gambar, mendadak seorang berbadan tinggi besar dan berwajah sangar, keluar dari bangunan semacam pos jaga. Ia menghampiri saya. Dia menunjuk saya sembari membentak dengan suara kasar.
"Hee lapo koen (ngapain kamu) foto-foto?," ujarnya.
Koen yang bermakna kamu, adalah panggilan paling kasar dalam bahasa Suroboyo-an. Itu bahkwan lebih kasar dari kata awakmu yang juga terdengar kasar.
Tahu-tahu, pria yang mungkin penjaga pintu masuk 'pendakian tanggul lumpur' itu sudah berada di depan saya. Dengan badan besarnya, ia seolah ingin mengintimidasi saya yang kala itu masih kurus (sekarang sudah lumayan berisi).
Dia lantas kembali berkata, lebih tepatnya menggertak saya.
"Gawe opo koen foto-foto (buat apa kamu foto-foto? Awakmu wartawan yo," ujarnya.
Saya berusaha tenang. Meski kaki sedikit gemetar. Saya lantas menjawab "oh gak kok mas, aku cuma pengen foto aeh, mumpung lewat kene (sini)".
Agar dia percaya, saya lantas membuka tas dan menunjukkan baju anak dan gendongan anak yang saya bawa.
"Iki lho isi ne tas ku, mosok wartawan nggowo klambi arek cilik" (ini lho isi tas saya, masak wartawan bawa-bawa baju anak kecil).
Ternyata dia percaya. Lalu kembali ke tempat jaganya. Saya pun bergegas pergi.