Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Para Pekerja Media yang Susah Move On Selepas Pensiun

9 Agustus 2021   14:41 Diperbarui: 9 Agustus 2021   15:09 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pensiun dari pekerjaan lama, umumnya identik dengan memulai dunia yang baru. Meski tidak semua orang bisa move on.(Foto: MNC Media) 

 
Pernah sewindu bekerja di "pabrik koran" membuat saya berkesempatan mengenal banyak orang di ranah profesi ini.

Tidak hanya dengan rekan kerja sekantor, tapi juga kawan-kawan dari lintas perusahaan media. Dari yang umurnya sepantaran hingga mereka yang jauh lebih senior.

Ketika pada 2013 silam saya memutuskan pensiun dini sebagai pekerja media, relasi pertemanan itu tidak lantas lenyap. Masih berlanjut.

Kami masih bertukar komentar di postingan media sosial. Sesekali ngopi bareng bila ada acara yang membuat kami bersua. Atau mampir ke rumahnya bila memungkinkan untuk bertamu.

Tahun demi tahun berlalu, saya mendapati kabar, satu demi satu rekan senior di kantor maupun yang lintas kantor, beberapa sudah purnatugas. Pensiun.

Pensiun dari pekerjaan lama, umumnya identik dengan memulai dunia yang baru. Namun, yang saya tahu, beberapa dari mereka ternyata belum move on dari dunia mereka sebelumnya. Mereka tetap tidak berpisah dari dunia media.

Ada yang memutuskan untuk tetap bekerja di media dengan berpindah ke 'pabrik koran' lainnya. Ada pula yang membuat media online sendiri. Memulai dari nol.

Sudah terlanjur cinta, susah move on

Ya, tidak sedikit dari mereka, di usia yang sudah tidak bisa dibilang muda, masih memutuskan untuk berkarier di media.

Salahkah? Tentu tidak.

Wajar jika banyak dari mereka yang belum bisa move on. Setelah berpuluh-puluh tahun setiap harinya bekerja menulis, ketika tiba-tiba berhenti menulis, tentu rasanya akan aneh.

Sulit untuk mendadak melakukan pekerjaan yang baru dan berbeda dari sebelumnya. Bisa-bisa malah stres. Kecuali pekerjaan berbeda itu sudah mulai dirintis sejak dia bekerja di media.

Karenanya tidak terlalu mengherankan bila beberapa dari mereka tetap melanggengkan pekerjaan lamanya. Tetap menulis. Hanya di 'pabrik' yang berbeda.

Hanya saja, sepengetahuan saya, tidak semua beruntung.

Bagi yang mempunya kemampuan manajerial bagus dan punya bekal finansial lumayan, mereka mendirikan media online baru. Mereka mengajak beberapa kenalan dan merekrut karyawan. Mereka jadi bosnya.

Bisnis media bila dijalankan dengan kreatif memang masih bisa menghidupi. Utamanya dari pemasukan iklan. Apalagi, mereka sudah punya reputasi di dunia itu sehingga tidak sulit untuk mencari pemasukan.

Ada pula senior yang memilih jalan berbeda. Mereka membuat media online baru tapi tidak melulu berpikir profit oriented. Sekadar untuk menyalurkan hobinya menulis. Katanya supaya tidak stres.

Saya punya senior yang semasa puluhan tahun bekerja di 'pabrik koran' menjadi editor rubrik olahraga. Selain menulis, dia juga aktif mengurusi futsal. Olahraga yang digemarinya.

Karenanya, ketika pensiun, dia membuat media online yang khusus memberitakan futsal, sepak bola, dan olahraga. Dia merekrut satu penulis dan satu fotografer.

Meski media barunya itu tidak begitu besar dibandingkan dengan medianya rekan senior lainnya, dia mengaku senang.

Terkadang, dia masih datang sendiri ke lapangan untuk bertemu orang-orang. Malah pernah 'liputan' ke luar kota. Tidak hanya menulis, dia juga membuat konten youtube bertema dialog olahraga dengan dia sendiri tampil sebagai presenternya.

Ya, bilapun media barunya itu tidak mendatangkan income dalam jumlah besar, tetapi minimal dia bisa menikmati pekerjaannya. Dia menjadi bos. Tidak diperintah oleh orang lain.

Hanya saja, tidak semuanya bisa menjadi bos.

Ada pula senior yang ketika pensiun, memulai dunia baru dengan tetap menjadi pekerja media. Pensiun dari perusahaan lama dan berpindah ke tempat kerja tapi statusnya tidak berubah.

Dulu, selepas pensiun dari perusahaan media dan bekerja sebagai staf humas di instansi pemerintah yang menjalin relasi dengan kawan-kawan media, saya terkadang merasa iba dengan kawan-kawan senior yang seperti ini.

Bayangkan, di usia 55 tahun-an bahkan lebih, masih harus meliput ke lapangan. Di siang yang panas ataupun saat hujan deras, mereka masih berjuang menaiki motor demi datang ke lokasi liputan.

Bahkan, sepengetahun saya, gaji yang didapat di tempat bekerjanya yang baru lebih rendah dari perusahaan sebelumnya. Karena medianya memang kecil.

Meski mungkin mereka tidak menganggap itu sebagai pekerjaan yang berat. Namanya saja passion. Jadinya malah menyenangkan. Kita saja yang melihat dari luar merasa itu berat.

Ada yang move on jadi pengusaha sukses

Namun, tidak semua "lulusan' pekerja media tidak bisa move on. Ada beberapa senior yang saya kenal, setelah pensiun dari 'pabrik koran', mereka menjalani kehidupan yang benar-benar berbeda.

Saya punya senior yang kini menjadi juragan warung ketan tenar di Surabaya yang omsetnya mencapai puluhan juta dan punya beberapa karyawan. Kawan senior itu menjadi pengusaha sukses.

Tetapi memang, bisnis yang dijalaninya itu tidak ujug-ujug besar dan sukses. Dia mulai merintisnya sejak jadi wartawan.

Saya masih ingat, dulu dia memulai berjualan ketan dengan membawa sepeda motornya. Dengan menjual beberapa bungkus ketan beraneka rasa yang sebungkus dijual Rp 3000.

Dia memang pekerja keras yang telaten dan supel alias mudah bergaul dengan siapa saja.

Dulu ketika berangkat liputan, dia membawa pesanan ketan yang ditaruh di tempat di belakang sepeda motornya. Ada pesanan dari narasumber. Juga dari rekan wartawan.

Dia tidak pernah merasa gengsi melakukan itu. Dia malah mengaku malu bila meminta amplop dari narasumber. Karena kegigihannya itu, tidak mengherankan bila kemudian bisnisnya menjadi besar. Bisa menyewa tempat usaha. Bisa memiliki karyawan. Bisa menggaji mereka. Dari karyawan menjadi juragan.

Dan ketika bisnis yang dirintinya mulai nol itu bertumbuh besar, dia pun memilih pensiun dini dari dunia media. Memulai kehidupan barunya sebagai pengusaha.

Toh, pengalamannya sebagai wartawan tidak serta merta hilang. Tetap berguna. Pergaulannya yang luas membuat warungnya cepat bertumbuh besar. Ada banyak narasumbernya yang datang.

Dia juga kreatif dalam membuat menu sehingga warungnya sering hits dan diberitakan media. Semisal ketika ada pemilu, dia membuat menu gratis bagi pengunjung yang sudah mencoblos dengan menunjukkan tinta di jarinya.

Belakangan, istrinya yang juga dulu bekerja di media, membuat akun youtube yang menurut saya keren. Berdialog dengan beberapa narasumber seputar tema yang lagi ramai. Mereka berbincang di lokasi warung mereka. Itu juga bagian dari branding yang bagus.

Pada akhirnya, pensiun dari tempat bekerja adalah keniscayaan bagi kita yang bekerja. Tidak bisa ditolak karena umur memang terus bertambah. Masa pensiun pasti akan datang. Bisa pensiun lebih cepat atau sesuai waktunya.

Terpenting, sebelum masa itu datang, kita perlu punya persiapan. Perlu punya rencana akan ngapain selepas tidak bekerja di tempat kerja sekarang. Dengan punya rencana, kita akan mulai merintis. Minimal mengumpulkan modal.

Sehingga, ketika sudah pensiun, kita tidak kaget dengan rutinitas yang tidak lagi sama. Sebab, sudah ada aktivitas baru yang menyenangkan untuk dijalani. Hidup di masa senja pun dijalani dengan bersemangat. Tidak stres. Semangat. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun