Hariyanto Arbi, sang juara dunia 1995 dan juara All England 1993, 1994, menyebut sudah paham kualitas Eng Hian sejak beberapa tahun silam. Dia menyebut pelatih kelahiran Surakarta itu sebagai "bibit bagus". Ibarat permata yang belum dipoles.
"Dari mana saya bisa bilang demikian? Tentunya saya melihat tidak hanya dari yang tampil di permukaan tapi juga liat dari hal-hal kecil yang kadang luput dari penilaian orang namun menurut saya hal kecil ini justru penting," sambung Hariyanto.
Dan memang, sejatinya tidak perlu menjadi seorang pakar atau mantan atlet untuk menilai Eng Hian seorang pelatih bagus. Kita yang awam pun bisa menilai itu.
Bayangan begini. Tentu tidak mudah bagi seorang pelatih untuk memadukan pemain senior seperti Greysia yang sudah dua kali tampil di Olimpiade dan peraih medali emas Asian Games 2014 dengan pemain muda yang baru muncul seperti Apriyani.
Itu terjadi pada 2017 silam. Itu awal Greysia dan Apriyani dijodohkan. Mereka pertama tampil bareng di ajang Piala Sudirman.
Tepatnya kala melawan Denmark.
Tak tanggung-tanggung, lawan pertama yang mereka hadapi adalah finalis Olimpiade 2016, Kamilla Rytter Juhl/Christinna Pedersen. Mereka kalah rubber game.
Sebelumnya, seperti dikutip dari akun ina_badminton, Greysia sempat berencana pensiun setelah Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Terlebih karena pasangannya, Nitya Krishinda cedera dan menjalani operasi.
"Tetapi pelatih saya mengatakan tunggu sebentar dan bantu pemain muda untuk bangkit. Dan saat itulah Apriyani datang. Kemudian kami memenangkan dan Thailand Open dan begitu cepat kami datang. Saya seperti, ya Tuhan, saya harus berlari semala empat tahun lagi," ujar Greysia dikutip dari sumber tersebut.
Ya, polesan Eng Hian langsung terlihat ketika Greysia/Apriyani yang belum lama dipasangkan, lantas juara di Thailand Open Grand Prix Gold pada 4 Juni 2017.
Gelar itu punya banyak arti. Greysia dan Apriyani bak oase di tengah gurun. Itu gelar pertama ganda putri Indonesia di tahun itu.