Ketegangan berlanjut.
Dua penendang Italia berikutnya, Andrea Belotti dan Leonardo Bonucci sukses. Belotti mengarahkan bola sama persis seperti Locatelli. Tapi, tendangannya keras dan presisi. Sementara sepakan Bonucci ke kiri gawang, memedaya Simon.
Toh, dua eksekutor penalti Spanyol, Gerrad Moreno dan Thiago Alcantara juga sukses. Sepakan Alcantara sangat berkelas. Tenang. Memedaya Gianluigi Donnarumma.
Drama terjadi saat penendang keempat. Federico Bernardeschi membawa Italia kembali unggul 3-2 ketika tendangannya ke pojok kiri gawang, gagal dihalau Simon.
Tiba giliran Morata maju. Donnarumma yang di Liga Italia sering berhadapan dengan Morata, rupanya sudah paham ke mana bola akan ditendang. Yang terjadi, Donnarumma tepat membaca arah bola sepakan Morata ke kiri gawang.
Ketika menunjuk Morata, Pelatih Spanyol, Luis Enrique mungkin lupa 'mitos' di sepak bola.
Bahwa, pemain yang mencetak gol di waktu normal, seringkali gagal dalam adu penalti. Sudah banyak contohnya baik di level klub maupun Timnas.
Situasi 3-2 dengan hanya menyisakan satu penendang itu sangat menguntungkan Italia. Sebab, Italia punya dua kesempatan untuk memenangkan adu penalti dan melenggang ke final.
Bila penendang kelima berhasil, Italia menang. Pun, andai penendang kelima itu gagal, Italia belum tamat karena Donnarumma bisa saja menggagalkan penendang kelima Spanyol.
Jorginho maju. Bukan tanpa alasan bila Pelatih Italia, Roberto Mancini menunjuk gelandang berusia 29 tahun ini sebagai penendang kelima. Sebagai penentu. Jorginho merupakan salah satu penendang penalti terbaik di Eropa. Itu sudah dia buktikan di klubnya, Chelsea.
Dan, dengan gerakan khasnya mengangkat satu kaki sebelum menendang, Jorginho seolah menghipnotis Simon. Kiper Spanyol itu mematung. Jorginho lantas menendang bola ke kiri gawang.