Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Lorenzo Insigne, "Fantasista" yang Kini Langka di Italia

3 Juli 2021   21:18 Diperbarui: 7 Juli 2021   00:30 5172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi penyerang Italia, Lorenzo Insigne, usai menjebol gawang Belgia pada perempat final EURO 2020.| Sumber: TWITTER.COM/EURO2020 via Bolasport

Lorenzo Insigne berlari menggiring bola dari area lapangannya sendiri. Menembus wilayah permainan Belgia.

Youri Tielemans, sang penjaga lini tengah Belgia, tak kuasa menahan lajunya. Insigne memperdayainya.

Pemain yang dijuluki Messi-nya Italia ini lantas meliuk-liuk di depan kotak penalti Belgia. Mencari ruang. Tahu ada celah, dia segera membuat keputusan. Melepas tendangan.

Dan, sebuah tendangan placing melengkung ke pojok kiri gawang mengagetkan Thibaut Courtois, kiper Belgia. Courtois telat bereaksi. Bola pun bersarang ke gawangnya.

Itulah gol kedua Italia ke gawang Belgia yang terjadi di akhir babak kedua di laga perempat final Euro 2020, Sabtu (3/7) dini hari. Italia menang 2-1 di laga yang dimainkan di Munich itu. Gli Azzurri lolos ke semifinal.

Itu salah satu gol paling keren dari 11 gol yang dicetak pemain-pemain Italia di Euro 2020 ini. Bahkan lebih keren dari gol pertama Insigne yang dicetaknya ke gawang Turki di laga pertama.

Bahkan, bila Anda melihat langsung pertandingan tersebut (bukan lewat cuplikan pertandingan), bila melihat proses awalnya, level keindahan gol Insigne itu akan membuat geleng-geleng kepala. Wow.

Tetapi memang, Insigne adalah satu dari pemain Italia dan salah satu pemain di Euro 2020 yang cara bermainnya paling menyenangkan untuk dilihat. Tipikal pemain elegan.

Gayanya ketika membawa bola tidak seperti pemain kebanyakan. Dia tidak hanya mengandalkan kecepatan lari. Gerakannya sulit ditebak lawan.

Ketika bola berada di kakinya, lawan sulit menduga apakah bola tersebut akan diumpannya ataukah dia tendang langsung. Courtois merasakan kebingungan itu.

Insigne, pemain nomor 10 yang kini langka di sepak bola Italia

Insigne (30 tahun) adalah salah satu identitas sepak bola Italia yang kini mulai sulit ditemukan. Langka.

Sejak dulu, calcio Italia itu identik dengan dua hal utama. Yakni pertahanan kokoh karena adanya difensore (bek) yang sulit ditembus. Serta, pemain fantasista yang identik dengan nomor punggung 10.

Lorenzo Insigne, fantasista yang menjadi harapan Italia di Euro 2020. Insigne mencetak gol kedua Italia saat mengalahkan Belgia 2-1 di perempat final, Sabtu (3/7) dini hari tadi/Foto: forzaitalianfootball.com/
Lorenzo Insigne, fantasista yang menjadi harapan Italia di Euro 2020. Insigne mencetak gol kedua Italia saat mengalahkan Belgia 2-1 di perempat final, Sabtu (3/7) dini hari tadi/Foto: forzaitalianfootball.com/
Apa itu fantasista?

Istilah ini dipakai menjadi judul manga Jepang karangan Michiteru Kusaba yang berkisah tentang sepak bola. Fantasista berkisah tentang sosok bernama Teppei Sakamoto dalam membangun karier di sepak bola.

Sejatinya, fantasista itu bukan posisi di sepak bola. Itu julukan untuk pemain spesial. Pemain yang ketika dia menguasai bola, kita yang menonton berdecak kagum sembari menunggu momen ajaib yang akan terjadi.

Dulu, di Italia, di era 90-an, terdapat sejumlah pemain spesial seperti itu. Hampir setiap klub Serie A Liga Italia punya pemain fantasista itu.

Pemain yang tidak hanya bernomor punggung 10, tapi gaya mainnya memang bernilai 10. Pemain yang aduhai ketika mengusai bola. Sering bikin assist maupun mencetak gol. Mereka menjadi ruh tim. Pemain paling top di timnya.

Kita pernah mengenal nama Zvonimir Boban (AC Milan), Manuel Rui Costa (Fiorentina/Milan), Alessandro Del Piero (Juventus), Roberto Baggio (Juventus/Brescia), Gianfranco Zola (Parma), Francesco Totti (AS Roma), Ariel Ortega (Sampdoria), Thomas Locatelli (Udinese), dan yang paling legend, Diego Maradona (Napoli).

Mereka dikenal sebagai playmaker (pengatur permainan) di timnya. Mereka juga memainkan peran sebagai trequartista alias pemain yang bermain di belakang penyerang karena memiliki kemampuan spesial dalam mengumpan dan mencetak gol.

Terkadang juga diplot sebagai "penyerang palsu" alias false number 9 ataupun bermain sebagai penyerang sayap.

Kehadiran mereka menjadi pembeda sepak bola Italia dengan kompetisi sepak bola negara lainnya. Ambil contoh dengan Liga Inggris. Kala itu, permainan tim-tim Inggris cenderung menganut gaya "lari dan tendang".

Kehadiran mereka, utamanya yang asli warga Italia, juga berdampak besar bagi permainan dan prestasi Timnas Italia. Baggio, Zola, Totti, dan Del Piero telah mewarnai Gli Azzurri. Simbol kebesaran Italia.

Kini, wajah sepak bola Italia mulai berubah. Memang, pemain bernomor 10 masih ada di setiap klub (kecuali yang mempesiunkan nomor 10). Namun, cara mereka bermain tidak lagi seperti pendahulu mereka.

Insigne yang besar di Napoli dan menjadikan Maradona sebagai idolanya, adalah salah satu dari pemain nomor 10 yang keberadaannya mulai langka.

Belajar dari idolanya itu, Insigne tumbuh menjadi pemain skillfull. Larinya cepat. Drible bolanya oke. Tendangannya berteknik. Juga, piawai melepas tendangan bebas.

Menjadi andalan Roberto Mancini di Euro 2020

Penampilan apik Italia di Euro 2020 dan kini melaju ke babak semifinal, tidak lepas dari peran besar Insigne. Dia pemain kesayangan Pelatih Italia, Roberto Mancini.

Ketika Mancini mendapat mandat melatih Italia usai gagal lolos ke Piala Dunia 2018, dia melakukan perombakan besar. Mancini memilih melakukan penyegaran di tim Italia. Dia memberi ruang bagi beberapa pemain muda.

Tengok saja, pemain-pemain yang dibaca Mancini ke Euro 2020 mayoritas merupakan pemain yang baru tampil di Piala Eropa. Sebut saja Gianluigi Donnarumma (22 tahun), Nicolo Barella (24 tahun), Federico Chiesa (23 tahun), Manuel Locatelli (23 tahun), Matteo Pessina (24 tahun), hingga Domenico Berradi (26 tahun).

Mancini hanya memanggil empat pemain dari tim Italia yang tampil di Euro 2016 (tersingkir di perempat final). Yakni, bek Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini, striker Ciro Immobile, serta Insigne.

Dan memang, bukan tanpa alasan bila Roberto Mancini percaya pada Insigne. Pemain yang terlihat paling mungil (tinggi badan 1,63 meter) ketika menyanyikan lagu kebangsaan Italia sebelum laga ini tampil apik bersama Napoli di Serie Italia musim 2020/21 lalu.

Insigne mencetak 19 gol dalam 35 penampilan di Serie Italia. Itu gol terbanyak Insigne selama semusim sejak berkostum Napoli pada musim 2009/10 silam.

Mancini tentu berharap, penampilan dashyat Insigne bersama Napoli, terbawa ke Euro 2020. Harapan itu kesampaian.

Oleh Mancini, Insigne dimainkan sebagai penyerang sayap kiri. Dia bak menjadi penyempurna lini serang Italia. Pemain elegan yang bersenyawa dengan trio gelandang pekerja: Marco Verratti, Jorginho, dan Nicolo Barella.

Menghadapi Belgia dini hari tadi (3/7), Insigne kembali diplot jadi penyerang sayap. Namun, Insigne bukan pemain yang malas dan mager di posisinya saja. Selama pertandingan, dia nyaris selalu terlibat dalam 14 kali shots Italia.

Tidak mengherankan bila dia diganjar penghargaan Star of The Match alias pemain terbaik di pertandingan itu. Situs Sofascore memberinya nilai 8.6. 

"It's wonderful. Tapi, yang terpenting, saya happy karena kami mencapai semifinal," ujar Insigne kepada RAI Sport.

Di semifinal Piala Eropa 2020, Italia akan menghadapi Spanyol di Stadion Wembley di Kota London pada 6 Juli mendatang.

Sama dengan Italia, Spanyol juga diperkuat oleh beberapa pemain baru di Euro 2020 ini. Namun, Spanyol tidak memiliki pemain ajaib seperti Insigne. Dia bisa menjadi pembeda.

"Kini, kami akan mencoba mengembalikan kebugaran dan bersiap menghadapi Spanyol pada Selasa nanti," sambung Insigne.

Sebagai pendukung Italia sejak dulu, saya tentu berharap Insigne bisa terus memperlihatkan pesonanya di semifinal nanti. Menjadi fantasista yang mengakhiri penantian Italia yang tidak pernah lagi juara Piala Eropa sejak 1968 silam. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun