Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelajaran Membangun Personal Branding dari Tukang Bangunan

11 Juni 2021   08:53 Diperbarui: 11 Juni 2021   09:01 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari tukang bangunan, kita bisa belajar membangun personal branding agar sukses di pekerjaan, baik di kantoran maupun bekerja lepas by project dengan klien/Foto: Investor Daily

Berhemat. Lebih banyak menabung. Membatasi pengeluaran yang tidak penting.

Itu tiga pesan yang saya sampaikan ketika mengobrol dengan istri di masa-masa awal terjadinya pandemi Covid-19 pada tengah tahun silam. Terlebih dengan munculnya banyak sektor yang terimbas pandemi.

Kala itu, saya juga ikut terdampak. Gajian bulanan dari kerja menulis sempat seret alias tidak dibayar tepat waktu. Sementara peluang mengais rezeki dari 'lahan lain' juga sepi karena terdampak pandemi.

Toh, kami sendiri yang akhirnya melanggar pesan berhemat itu. Kami terpaksa melakukan renovasi rumah yang berarti harus keluar duit.

Pasalnya, ruang dapur kami bisa berubah jadi 'danau' ketika hujan turun. Penyebabnya, air dari saluran dapur tidak bisa mengalir ke depan sehingga kembali ke ruang dapur.

Pernah punya pengalaman buruk dengan tukang bangunan

Kami sempat membiarkan kondisi memprihatinkan itu selama beberapa lama. Tentu saja tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi. Bukan karena tidak ada duit atau pelit untuk biaya renovasi.

Tapi, kami pernah punya pengalaman buruk ketika mempekerjakan tukang untuk memperbaikinya. Kerjaannya kurang bagus. Kami sudah keluar duit. Yang terjadi, masalah saluran air itu belum beres. Masih begitu-begitu saja.

Sejak itu, kami tidak mau sembarangan memilih tukang bangunan. Tidak serta merta percaya bila diberi referensi tukang oleh teman. Daripada buang-buang duit bila ternyata tukangnya tidak oke.

Hingga, pada awal tahun kemarin, bermula dari 'proyek kecil' menambal beberapa titik di atap rumah yang berpotensi bocor, tukang itu lalu saya ajak untuk melihat bagian dapur.

Ketika saya menceritakan masalah yang terjadi di ruangan dapur itu, dia paham. Dia mengecek langsung kondisi saluran airnya. Lantas mencoba menganalisis penyebabnya. Tidak hanya itu, dia juga menyampaikan solusi yang harus dilakukan.

Saya berpikir, dia berarti tahu masalahnya. Juga tahu cara mengatasinya. Saya dan istri pun sepakat untuk menggunakan jasanya.

Selama sekitar seminggu, dia bersama anak buahnya membongkar saluran air dari dapur hingga depan rumah, mengubah desain dapur, mengganti keramik di dapur, sekaligus mengecat dindingnya.

Penilaian saya, dia tekun. Dia membuktikan bisa bekerja dengan baik. Datang tepat waktu. Selama bekerja tidak banyak ngobrol. Bahkan jarang memakan camilan yang kami sediakan. Palingan ngopi.

Orangnya juga komunikatif ketika diajak ngobrol perihal kerjaan dan material bangunan. Bisa diajak diskusi.

Dan yang paling penting, hasil pekerjaannya bagus. Rapi. Intinya, kami puas dengan hasil kerjanya. Kami jadi tidak berat hati mengeluarkan duit di masa pandemi karena memang mendesak.

Berkat 'branding' bagus, berlimpah orderan kerjaan

Sebulan kemudian, tetangga yang tahu kami baru saja merenovasi rumah, ketika hendak melakukan perbaikan rumah, dia menanyakan bagaimana kinerja tukang bangunan tersebut.

Saya jawab kerjanya bagus. Tetangga itu pun lantas meminta nomor kontak Whats App si tukang. Dikontak. Si tukang datang ke rumahnya. Deal. Dia pun sepakat memperkerjakan tukang itu untuk merenovasi rumahnya.

Akhir pekan kemarin, tetangga yang rumahnya berantakan setelah dikontrakkan dua tahun, juga menanyakan tukang yang bagus. Saya kasih nomor dia. Deal lagi. Tukang itu bekerja lagi.

Kenapa tukang bangunan itu berkelimpahan orderan kerja?

Saya memang membagikan nomornya kepada tetangga. Namun, dia mendapat order sejatinya bukan karena saya. Tetapi karena dia sendiri.

Ya, selamaa dia bekerja memperbaiki bagian dapur rumah saya, dia melakukan personal branding dengan sangat bagus.

Branding diri berupa kerja yang bagus dan memuaskan klien itulah yang menjadi jalan bagin pak tukang mendapatkan pekerjaan berikutnya.

Dari kisah tukang yang lantas kebanjiran order pekerjaan itu, ada pelajaran bagaimana cara membangun personal branding yang bisa kita contoh.

bahwa, menjadi tukang bangunan handal dan bisa dipercaya dapat menciptakan reputasi kerja yang baik bagi. Dengan reputasi bagus, Anda akan lebih mudah mendapat banyak tawaran pekerjaan.

Sebab, sebelum memberikan penawaran kerja, klien akan selalu mengecek rekam jejak pekerjaan yang sudah Anda selesaikan. Oleh karena itu, bekerja di manapun, penting untuk melakukan beberapa hal berikut.

Bersikap jujur

Kejujuran menjadi modal utama bagi tukang bangunan bila ingin dipercaya oleh klien. Kejujuran ini bisa diawali dengan mengatakan keahlian atau kemampuan yang dimilikinya sesuai kapasitas pekerjaannya.

Selain itu, tukang bangunan juga harus jujur dalam menjelaskan proses pembangunan, kebutuhan material, dan semua hal terkait proyek yang akan dikerjakan.

Pendek kata, tukang bangunan tidak punya niat untuk membuat klien dirugikan. Dia sadar, ketika klien merasa merugi, maka ujungnya tidak lagi menggunakan jasa mereka di kemudian hari.

Disiplin dan bertanggung jawab

Reputasi tukang bangunan pada dasarnya dapat dilihat dari kedisiplinan dan tanggung jawab mereka saat menyelesaikan suatu proyek kerjaan.

Mereka berupaya menunjukkan kepada klien bahwa mereka memang mampu memenuhi target yang sudah disepakati di awal pekerjaan.

Bukan hanya target mengerjakan pengerjaan bangunan selesai tepat waktu. Tapi juga kualitas bangunan yang dikerjakan memang oke. Dengan begitu, klien akan mendapat kepuasaan.

Sebab, buat apa bila pekerjaan cepat selesai tetapi menomorduakan kualitas. Sehingga bangunan hasil renovasi malah cepat rusak. Tentu itu bikin klien kecewa dan kapok menggunakan jasanya.

Karenanya, tukang bangunan yang bagus tidak akan bersikap seperti "kutu loncat" yang ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaan di tempat A demi bisa segera 'loncat' ke pekerjaan di tempat lain.

Meminimalisir kesalahan kerja

Selain disiplin dan bertanggung jawab, tukang bangunan juga berupaya menghindari kesalahan kerja selama melakukan pekerjaan. Tidak hanya bekerja fokus, mereka juga terus meningkatkan keterampilan agar semakin ahli.

Seorang tukang bangunan biasanya punya keahlian tertentu. Ada tukang yang ahli dalam urusan pasang keramik, ahli instalansi listrik, atau ahli mendesain ruang. Ada juga tukang yang bisa semuanya.

Ada yang awalnya hanya bisa satu keahlian pekerjaan bangunan. Mereka lantas tekun mempelajari satu per satu keahlian. Mereka pun menjadi ahlinya di beberapa 'genre' pertukangan itu.

Ketika sudah menguasai banyak keahlian, bekerjanya pun jadi profesional. Bila seperti itu, akan ada banyak orang yang mempercayai mereka untuk mengerjakan proyek.

Sadar kesehatan agar pekerjaan optimal

Tukang bangunan yang hebat pasti sadar kesehatan. Mereka pandai menjaga kesehatan tubuh. Bila waktunya bekerja ya bekerja. Waktunya istirahat ya sejenak mengistirahatkan tubuh.

Mereka berupaya menjaga tubuh agar tidak sakit semisal karena kurang beristirahat atau salah makan. Sebab, pekerjaan tukang itu membutuhkan stamina prima dan fokus tinggi.

Karenanya, ketika dalam kondisi sakit, hasil pekerjaan mereka pun tidak bisa maksimal. Apalagi bila semisal Anda membutuhkan waktu libur selama durasi waktu bekerja, tentu klien akan kecewa. Sebab, mereka khawatir pekerjaan tidak bisa selesai tepat waktu.

Selain itu, tukang bangunan yang hebat pastinya menyiapkan perkakas kerja sesuai dengan tugas pokoknya. Mereka merasa wajib memiliki sendiri perkakas kerja. Semisal palu besar, bor, sendok semen, meteran, dan sebagainya.

Dengan memiliki perkakas sendiri, tentu akan lebih mendukung pekerjaan bisa cepat selesai. Klien juga senang karena tidak akan terbebani biaya tambahan atas kebutuhan segala perkakas.

Nah, membangun personal branding ala tukang bangunan itu juga relevan bila diterapkan oleh pekerja kantoran maupun pekerja lepas yang bekerja dengan klien berdasarkan by project.

Bahwa, bekerja di tempat manapun, sangat penting untuk bersikap jujur, disiplin dan bertanggung jawab. Sebab, reputasi itu yang akan diingat orang tentang kita.

Tidak kalah penting, ketika bekerja harus fokus dan berusaha meminimalisir kesalahan kerja. Juga punya peralatan sendiri dan pandai menjaga kesehatan agar pekerjaan menjadi optimal.

Bila semuanya bisa dilakukan, bersiaplah mendapatkan promosi kenaikan jabatan di kantor ataupun banjir tawaran kerja dari klien seperti pak tukang bangunan yang saya ceritakan itu. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun