Kepindahan Suarez membuat fans Barca marah. Mereka tidak habis pikir dengan keputusan manajemen Barca. Termasuk Messi. Meski, Messi mengaku tidak terkejut dengan situasi yang terjadi.
"You deserved to depart like what you are: one of the most important players in the club's history. Not for them to kick you out as they have done. But the truth is nothing surprises me any more," sebut Messi kepada Marca.
Seperti Suarez, di manapun, permata tetaplah permata
Kisah Luis Suarez di musim ini memang menyentuh. Dari pemain yang berprestasi, lantas mendadak "dipaksa cabut' dari lingkungan kerja yang dicintainya.
Kisah Suarez seperti kebanyakan yang dialami banyak orang. Seorang pekerja yang awalnya berprestasi. Dihargai di tempat kerjanya. Dihormati rekan-rekan kerjanya.
Namun, ketika ada bos baru yang datang, dia bukan lagi pekerja kesayangan. Sebab, sang bos ternyata kurang suka dengan dia. Meski, sikap dislike itu terkadang tanpa berdasar. Ada-ada saja alasannya.
Bukankah banyak orang yang memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya karena beralasan tidak cocok dengan bos barunya? Karena alasan merasa tidak lagi diuwongke.
Suarez mungkin juga begitu. Dia memilih resign. Dia memilih untuk move on dari situasi yang tidak menghargai pencapaian hebatnya selama ini.
Namun, sebuah permata tetaplah permata. Mau dimanapun dia berada ya tetap permata. Suarez pun begitu. Pemain hebat ya tetap pemain hebat.
Di Atletico, El Pistolero--julukan Suarez memberi bukti bahwa dirinya belum habis. Dia menepis anggapan Koeman. Di usia 34 tahun, dirinya masih bisa main di level tertinggi.
Faktanya, jumlah golnya jauh di atas Braithwaite (2 gol). Bahkan, bila jumlah gol Braithwaite digabungkan dengan Antoine Griezmann (13 gol), masih lebih banyak golnya Suarez.