Ibarat pekerja kantoran, Suarez selama bertahun-tahun merasakan dirinya bekerja di tempat yang ideal. Tempat kerja yang membuatnya bahagia.
Namun, semua cerita itu berubah di akhir musim lalu. Ketika pria asal Belanda, Ronald Koeman datang sebagai pelatih. Suarez mulai merasakan ada toksik.
Barcelona yang dulunya menyenangkan, mendadak berubah menjadi lingkungan kerja toksik baginya. Suarez dipaksa pergi. Dia "dibuang".
Memang, ada yang menyebut Suarez pergi karena dirinya meminta perpanjangan kontrak empat tahun. Tapi, manajemen Barca hanya memberinya dua tahun. Tidak ada kesepakatan.
Ada pula yang menyebut Koeman tidak lagi membutuhkan Suarez karena usianya yang sudah tua dan rentan cedera. Pada 24 Januari lalu, dia genap berusia 34 tahun.
Apapun itu, Barca tidak lagi butuh Suarez. Sebab, bila masih butuh, bila sang pemain meminta perpanjangan kontrak, tentu akan dipenuhi permintaannya.
Barcelona lantas mendatangkan penyerang berusia 29 tahun asal Denmark, Martin Braithwaite. Barca bahkan memberinya kostum nomor 9 yang sebelumnya dipakai Suarez. Seolah dia dianggap bisa menggantikan Suarez.
"What really bothered me was when they (Barcelona) told me that I was old and that I could no longer play at a high level. That's what I did not like," ujar Suarez dalam wawancara dengan France Football.
Suarez pun tidak mau terjebak dalam lingkungan kerja toksik yang bisa merusak pikiran, mood, dan berdampak pada kinerjanya di lapangan. Dia memilih pergi bila memang sudah tidak diinginkan. Daripada menghabiskan musim di bangku cadangan.
Yang terjadi, Atletico membuka pintu untuknya. Dia pindah. Media lantas memajang foto ketika Luis Suarez menahan tangis kala meninggalkan Barcelona. Cintanya memang untuk Barca. Tapi, mau bagaimana lagi. Situasi sudah berubah.
"Barca didn't value me and Atletico opened their doors for me. I will always be grateful to this club for trusting in me,"Â sambung Suarez.