Dari kekalahan ini, Leo/Daniel bisa belajar agar semakin matang
Soal wasit, mungkin agak subyektif bila menilai. Meski, tidak sedikit warganet Indonesia yang menyaksikan pertandingan tersebut via layar, menyebut kepemimpinan wasit terkadang "Eropa bias" alias cenderung menguntungkan pasangan Eropa.
Namun, faktor unlucky yang bisa terjadi dan wasit yang bias itu sejatinya bisa diatasi andai Leo/Daniel bisa lebih tenang di momen krusial.
Di momen penentuan itu, Leo/Daniel sebenarnya menunjukkan mental tak mau kalah. Mereka sempat tertinggal 19-20 tapi bisa menyamakan skor 20-20 dan memaksakan setting point.
Mereka kembali dalam posisi nyaris kalah tapi bisa membuat skor kembali selevel 21-21. Bahkan, sempat mendapat kesempatan di angka 22-21.
Sayangnya, mereka kurang tenang. Lagi-lagi mereka 'terjebak' untuk mengangkat bola dan dihantam smash lawan. Pasangan Eropa itu mendapat tiga poin beruntun dan akhirnya menang 24-22.
Toh, kalah menang itu hal biasa dalam pertandingan bulutangkis. Terpenting, Leo dan Daniel bisa mengambil pelajaran dari kegagalan mereka di Huelva, Spanyol tersebut.
Utamanya perihal memperkuat defense agar tidak mudah tembus. Bagaimana mengurangi kesalahan sendiri. Bagaimana melakukan variasi permainan agar tidak mudah terbaca oleh lawan.
Dan terpenting, pelajaran dari Spanyol adalah bagaimana menerapkan strategi bermain yang pas ketika menghadapi lawan berpostur jangkung dan gemar melakukan smash. Poin ini yang menurut saya menjadi biang kalahnya Leo/Daniel.
Di semifinal, Indonesia masih punya dua wakil di ganda putra
Toh, meski Leo/Daniel harus terhenti perjuangannya, Indonesia masih berpeluang meraih gelar di ganda putra. Sebab, Indonesia masih punya dua wakil yang berhasil melaju ke semifinal.