Mengikuti kegaduhan imbas dari wacana lahirnya European Super League (ESL) di sepak bola Eropa selama sepekan ini, bak seperti mengikuti gimmick ataupun prank ala artis.
Beritanya sempat menghebohkan. Tapi lantas pemberitannya menghilang. Hanya dalam beberapa hari.
Ide super dari para juragan klub-klub kaya yang diinisiasi bos Real Madrid, Florentino Perez dan bos Juventus, Andrea Agnelli untuk memutar ESL sebagai kompetisi "tandingan Liga Champions" sempat bikin heboh. Hampir semua media Eropa mem-blow up kabar itu.
Namun, hanya dalam beberapa hari, gagasan ala ESL itu sudah layu sebelum berkembang. Klub-klub top dari Spanyol, Italia, dan Inggris yang sebelumnya dikabarkan bakal jadi tim kontestan ESL, satu demi satu mundur setelah didemo para pendukung mereka.
Betapa tidak didemo. Lha wong, UEFA selaku otoritas sepak bola Eropa yang "kebakaran jenggot" dengan wacana itu, bersuara keras.
UEFA mengancam bakal mencopot raihan gelar Liga Champions klub-klub yang akan berafiliasi ke ESL tersebut. Padahal, torehan trofi itu tidak hanya menjadi sejarah klub, tapi juga kebanggaan bagi mereka.
Itu belum ancaman sanksi pemain yang tampil di ESL bakal dilarang main di Piala Eropa dan Piala Dunia. Yang bikin seru, Perez juga menanggapi itu. Perang komentar pun terjadi antara Presiden UEFA, Aleksander Ceferin dan Perez.
Klub-klub yang dianggap kecil dan tidak diundang masuk ESL, juga ikut bersuara. Mereka menyindir bahwa masuk kompetisi Eropa itu lewat jalur ikhtiar. Bukan undangan.
Sebab, tim-tim top Eropa sudah otomatis tampil di ESL. Tidak seperti jalur Liga Champions selama ini yang berasal dari pencapaian klub di kompetisi domestik semusim sebelumnya.
"Earn it!", "Football for Fans" tulis pesan di kaos pemain-pemain Leeds United sebelum tampil menghadapi Liverpool di Liga Inggris pada Minggu kemarin.