Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Ganda Muda Prancis Penakluk Praveen/Melati Juara di Swiss Open 2021 dan Pesan untuk PBSI

8 Maret 2021   08:43 Diperbarui: 8 Maret 2021   17:14 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Turnamen bulutangkis BWF Swiss Open 2021 berakhir Minggu (7/3) kemarin. Para juara di lima sektor (tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran) sudah naik podium.

Dari lima juara tersebut, ketika kita menyebut Viktor Axelsen dan Carolina Marin di sektor tunggal, itu hal biasa. Tidak ada yang mengejutkan. Mereka memang sedang "tidak ada lawan".

Axelsen terlalu tangguh bagi tunggal muda Thailand, Kunlavut Vitidsarn. Dia menang 21-16, 21-6 hanya dalam waktu 47 menit.

Sepanjang turnamen ini, Axelsen tidak sekalipun kehilangan set. Selalu menang straight game. Termasuk saat mengalahkan satu-satunya wakil Indonesia, Shesar Hireen Rhustavito di perempat final.

Carolina Marin malah lebih galak. Di final, tunggal putri Spanyol ini mengalahkan tunggal putri India, Pusarla Sindhu dengan skor telak, 21-12, 21-5. 

Laga yang merupakan ulangan final Olimpiade 2016 ini berjalan tidak seimbang. Padahal, di final tunggal putri Olimpiade 2016 silam, duel Marin Sindhu di lapangan berlangsung ketat. Rubber game. Kini, ceritanya berbeda.

Hasil itu juga menunjukkan, Marin masih konsisten bermain di level atas. Sementara Sindhu mengalami penurunan di bandingkan penampilannya beberapa tahun lalu.

Mengenal Gicquel/Delrue, Ganda Campuran Prancis Juara Pertama di Swiss Open

Nah, salah satu juara "tidak biasa" di Swiss Open 2021 ada di sektor ganda campuran. Adalah pasangan muda asal Prancis, Thom Gicquel/Delphine Delrue yang membuat kejutan. Mereka juara usai mengalahkan ganda Denmark, Mathias Christiansen/Alexandra Boje, 21-19, 21-19.

Penampilan Giqcuel/Delrue di turnamen ini memang nyaris sempurna. Hanya sekali, mereka dipaksa bermain rubber game, yakni ketika bertemu unggulan 4 asal Malaysia, Goh Soon Huat/Shevon Jemie Lai.

Kalah 14-21 di game pertama, mereka lantas come back, menang di game kedua dan ketiga. Selebihnya, mereka selalu menang straight game. Termasuk di final kemarin.

Siapa Giqcuel/Delrue?

Bagi sebagian pecinta bulutangkis Indonesia, kiprah pasangan ganda Prancis ini mungkin baru dikenal. Usia mereka memang masih muda.

Thom Mark Gicquel baru berusia 22 tahun. Dia kelahiran 12 Januari 1999. Begitu juga Delphine Aurore Delrue. Dia kelahiran 6 November 1998.

Nama Gicquel/Delrue sempat menjadi sorotan ketika mereka mampu mengalahkan ganda campuran nomor 1 Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti di putaran pertama Toyota Thailand Open pada 19 Januari lalu.

Kala itu, ganda Prancis ini tidak masuk daftar unggulan. Tapi, mereka bisa mengalahkan Praveen/Melati yang merupakan unggulan 2, lewat rubber game. Bahkan, skornya cukup mencolok 14-21, 21-9, 21-13.

Memang, Praveen kala itu disebut tidak sedang tampil fit. Dia mengalami cedera pada tangannya. Karenanya, smash-smash keras yang menjadi senjatanya, jarang keluar.

Namun, kemenangan itu menjadi bukti, pasangan Gicquel/Delrue ini punya "sesuatu". Mereka bukan hanya menang beruntung. Tapi, mereka menyiapkan diri dengan baik sebelum bertemu Praveen/Melati.

Di pekan sebelumnya, Gicquel/Delrue takluk dari Praveen/Melati di semifinal Yonex Thailand Open. Nah, mereka ternyata belajar dari kekalahan itu. 

Mereka pastinya sudah menganalisis permainan Praveen/Melati. Karenanya, mereka bisa berbalik mengalahkan Praveen/Melati ketika kembali bertemu.

Namun, jauh sebelum momen di Thailand Open itu, nama Gicquel/Delrue sebenarnya sudah melejit sejak beberapa tahun sebelumnya. Keduanya sudah berpasangan sejak lima tahun silam atau ketika usia mereka masih 17 tahun.

Dari penelusuran riwayat keikutsertaan mereka di turnamen BWF, keduanya sudah melejit sejak masih belia. Keduanya pernah bermain di sektor ganda putra dan ganda putri. Mereka memang punya potensi. Dan, federasi bulutangkis Prancis menaruh harapan besar pada mereka.

Gicquel/Delrue pernah jadi finalis Swiss Open tahun 2016 dan Portugal International 2017. Mereka meraih gelar pertama di ganda campuran pada tahun 2018. Di Swedish Open dan Dutch International.

Gelar di Swiss Open 2021 merupakan gelar kelima mereka di turnamen BWF sejak berpasangan. Tiga di BWF International Challenge. Dua di BWF World Tour. Selama itu, mereka sudah merasakan 12 kali tampil di final.

Jadi Andalan Baru Prancis, Rivalitas XD Makin Ketat

Penampian apik Gicquel/Delrue jelas membuat Prancis senang. Utamanya fans bulutangkis di sana. Selama ini, Prancis mengandalkan Ronan Labar/Emilie Lefel di sektor ganda campuran.

Keduanya pemain senior. Sejak era 2010-an, mereka jadi ganda campuran Prancis pertama yang rutin tampil di turnamen BWF. Namun, pencapaian mereka tidak terlalu gemerlap.

Mereka kalah tenar dari ganda campuran Eropa seangkatan mereka seperti pasangan pasutri asal Inggris, Chris Adcock/Gabrielle Adcock dan Mathias Christiansen/Christina Pedersen (Denmark) yang pernah hebat di masanya.

Kini, Labar (31 tahun) sudah berganti pasangan. Dia bermain dengan Anne Tran yang masih berusia 24 tahun. 

Namun, Gicquel/Delrue sepertinya memiliki potensi lebih besar dari seniornya itu. Faktanya, mereka mampu juara di turnamen BWF. Pencapaian yang tidak bisa dilakukan oleh Ronan.

Pecinta bulutangkis di Prancis tentu berharap, dengan usia yang masih muda, permainan Gicquel/Delrue bisa terus berkembang. Bisa konsisten tampil di level elit turnamen BWF. Puncaknya, bisa tampil di Olimpiade.

Tapi yang jelas, penampilan apik Gicquel/Delrue di turnamen Swiss Open ini bakal menambah persaingan di sektor ganda campuran (XD) yang selama ini ketat, bakal semakin ketat.

Selama ini, selain Praveen/Jordan, ada ganda campuran asal Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai yang juara beruntun di Thailand pada Januari lalu.

Jepang punya pasangan Yuta Watanabe/Arisa Higashino. Inggris punya Marcus Ellis/Lauren Smith. Juga pasangan senior asal Malaysia, Chan Peng Song/Goh Liu Ying.

Belum lagi dua pasangan ganda campuran asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, Wang Yilu/Huang Dongping yang masih berstatus sebagai ranking 1-2 dunia.

Bisa dibayangkan bagaimana ketatnya persaingan di ganda campuran pada All England Open 2021 yang bakal dimainkan pada pekan ketiga Maret mendatang.

Memang, Tiongkok tidak menurunkan pemainnya di All England kali ini. Namun, persaingan di XD tidak akan kekurangan "bumbu" untuk menjadi salah satu sektor yang paling disorot.

Tentu saja, pasangan Prancis, Gicquel/Delrue bakal diwaspadai. Ya, semua pasangan ganda campuran di All England nanti wajib mewaspadai mereka. Termasuk wakil Indonesia, Praveen/Melati yang merupakan juara bertahan.

Sebagai pecinta bulutangkis, saya pribadi merasa "iri" dengan Prancis. Betapa tidak, ketika PP PBSI tampak kesulitan mengorbitkan ganda campuran kedua setelah Praveen/Melati, Prancis kini sudah punya Gicquel/Delrue.

Faktanya, tiga ganda campuran Indonesia yang tampil di Swiss Open, semuanya gagal. Pasangan Hafiz Faizal/Gloria Widjaja yang diharapkan bisa juara, malah langsung out di putaran pertama. Begitu juga pasangan muda, Adnan Maulana (21 tahun) dan Mychelle Bandaso (22 tahun).

Pun, pasangan Rinov Rivaldy/Pitha Mentari yang merupakan juara ganda campuran dunia level junior pada 2017 silam, masih kesulitan untuk tampil bersaing di level atas. Di Swiss Open, Rinov/Pitha terhenti di putaran kedua.

Ah, semoga sukses Gicquel/Delrue menjadi pelecut semangat bagi pemain-pemain ganda campuran dan juga pelatih di pelatnas PBSI. 

Bila Prancis yang tidak punya sejarah panjang di bulutangkis, bisa melahirkan ganda campuran muda yang potensial. Indonesia seharusnya juga biasa. 

Kita menunggu lahirnya generasi ganda campuran penerus sukses Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Kita juga berharap, ganda campuran yang ada di Pelatnas terus berkembang. Minimal, prestasi mereka bisa setara dengan Praveen/Melati yang kini seolah menjadi satu-satunya harapan Indonesia di sektor ini. Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun