Komentar Ole itu menegaskan bahwa dirinya memang anak asuh Sir Alex  Ferguson. MU di era Ferguson dulu memang seperti itu. Mereka bermain menyerang. Meski unggul, MU terus menyerang demi mengakhiri laga tana was-was bakal dikejar lawan.
Ketika tertinggal, MU terus menyerang hingga bisa menyamakan skor. Bahkan berbalik menang. Sehingga lantas muncullah istilah Fergie Time untuk menggambarkan gol MU yang tercipta di menit akhir. Ferguson memang acapkali melihat jam tangannya jelang laga berakhir.
Kini, Ole Solksjaer merasakan betapa pahitnya menjadi "korban Fergie Time" itu. Betapa tidak enaknya kemasukan gol di menit akhir. Betapa
menyakitkan gagal menang di pertandingan yang seharusnya bisa dimenangi.
Ole menggambarkannya seperti rasa sakit ketika gigi dihantam. Sakitnya bahkan melebihi sakit gigi yang katanya lebih menyebalkan daripada sakit hati gegara cinta.
"The last kick of the ball kicks us in the teeth," ujar Ole.
Hasil imbang ini membuat MU bisa semakin tertinggal dari Manchester City dalam perburuan gelar. MU kini ada di peringkat 2 dengan 45 poin dari 23 pertandingan. Sementara City memimpin klasemen dengan 47 poin dari 21 pertandingan.
Artinya, bila City bisa meraih dua kemenangan hingga jumlah pertandingan mereka sama dengan MU, poin City bisa 53 poin. City bisa unggul 8 poin. Itu jarak yang susah dikejar. Terutama bila City-nya Pep Guardiola sudah menemukan konsistensi mereka.
Kini, fans MU tinggal berharap, malam nanti Manchester City bakal dikalahkan Liverpool. Manchester City bakal menghadapi Liverpool di Anfield, Minggu (7/2).
Pecinta bola tahu, Liverpool itu rival berat MU. Fans MU adalah haters Liverpool dan begitu pula sebaliknya. Namun, malam nanti, sejenak, fans MU rasanya tidak akan malu berharap Liverpool bisa mengalahkan City demi menjaga peluang mereka memburu gelar Liga Inggris musim ini. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H