Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Greysia/Apri Juara dan "Misteri 3 Poin" Praveen/Melati di Final

17 Januari 2021   20:12 Diperbarui: 17 Januari 2021   20:16 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, gagal di final Thailand Open 2021. Mereka kalah dari pasangan tuan rumah/Foto: Erika Sawauchi/Kompas.com

Gelaran turnamen bulutangkis Yonex Thailand Open 2021 tuntas. Para juara dari lima sektor yang dimainkan di final, Minggu (17/1) siang hingga petang, sudah naik podium juara.

Kita tahu, dari dua wakil yang tampil di final, Indonesia akhirnya meraih satu gelar lewat pasangan ganda putri, Greysia Polii/Apriani Rahayu.

Di final, ganda putri terbaik Indonesia ini menang meyakinkan atas pasangan tuan rumah, Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai lewat straight game. Menang dua game langsung. Greysia/Apri menang 21-15, 21-12 dalam waktu 52 menit.

Gelar ini tentu menjadi pencapaian bagus bagi Greysia/Apriani. Sekaligus bukti bahwa mereka tetap bekerja keras selama sembilan bulan vakum turnamen akibat pandemi.

Faktanya, penampilan dan mental tanding mereka terjaga. Dari lima pertandingan yang mereka jalani sejak putaran pertama, Greysia/Apriani hanya kehilangan satu game.

Tepatnya ketika menghadapi pasangan Korea, Lee So-hee/Shin Seung-chan di semifinal. Mereka harus melakoni rubber game. Selebihnya, Greysia/Apriani selalu menang straight game.

Simak komentar Greysia Polii seusai final yang dikutip dari badmintalk_com.

"We came and focused, ready for this match and wanted to give it our best....During the whole pandemic, we never stopped training. We really wanted this".

Ya, gelar tersebut menjadi bukti bahwa meski selama sembilan bulan bulutangkis harus 'tidur panjang' alias sama sekali tidak ada turnamen akibat pandemi, tetapi Greysia/Apri tidak mau ikut bersantai.

Sebaliknya, mereka tetap menjaga kondisi dan siap tampil bila turnamen kembali digelar. Terbukti, kondisi fisik mereka sangat siap melakoni laga-laga ketat di turnamen sekelas BWF World Tour. Pada akhirnya, kerja keras mereka terbayar.

Memang, perjuangan mereka untuk juara bisa dibilang 'lebih ringan' karena tidak adanya ganda putri Jepang dan China yang tidak tampil di turnamen ini. Toh, bukan berarti jalan menuju juara lantas mudah.

Masih ada ganda putri Korea yang juga merupakan ganda putri elit di dunia. Karenanya, kita perlu mengapresiasi sukses Greysia/Apriani. Tidak lantas mencibir nyinyir bahwa gelar tersebut biasa saja.

'Misteri' Penampilan Praveen/Melati

Beberapa jam sebelumnya, pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti harus puas menjadi runner-up. Praveen/Melati kalah dari ganda tuan rumah, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.

Sebenarnya, kalah menang dalam pertandingan final itu hal biasa. Namanya final, tidak mungkin kedua finalis sama-sama menang. Pasti ada yang kalah. Apalagi, lawan yang dihadapi Praveen/Melati juga bagus.

Namun, kekalahan Praveen/Melati tersebut menyisakan tanya dari para netizen dan pecinta bulutangkis di tanah air. Utamanya penampilan mereka di game pertama.

Betapa tidak, ganda campuran sekelas Praveen/Jordan, hanya mampu mendapatkan 3 angka saja di game pertama. Bayangkan, 3 poin saja. 

Perolehan poin sangat minimalis ini bahkan lebih menyedihkan ketimbang 5 poin yang diperoleh tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie saat kalah dari Viktor Axelsen di perempat final dua hari lalu.

Kita yang menyaksikan langsung final tersebut lewat layar kaca televisi, pastinya bertanya-tanya. Kok bisa hanya mendapat tiga poin 3-21 di game pertama, lantas menang 22-20 di game kedua dan takluk 18-21 di game penentuan. 

Ada apa dengan Praveen/Melati, utamanya di game pertama?

Penampilan mereka di game pertama tersebut bak menyisakan misteri. Sebab, dengan gaya main Praveen yang dianggap sebagai pemain putra dengan smash paling menggelegar saat ini, rasanya tidak masuk akal bila mereka hanya mendapatkan 3 angka dalam sistem reli poin.

Tiga faktor kemenangan ganda campuranThailand

Lalu, mengapa Praveen/Melati hanya bisa meraih 3 poin saja?

Jawabannya bisa kita dapat dari flash back ke final All England Open 2020 pada Maret lalu.

Kita masih ingat, di final turnamen terakhir yang digelar sebelum adanya pandemi tersebut, Praven/Melati bertemu Dechapol/Sapsiree di final ganda campuran.

Praveen/Melati akhirnya juara All England 2020 setelah menang rubber game, 21-15, 17-21, 21-8. Itu salah satu penampilan terbaik mereka di turnamen BWF World Tour.

Nah, kekalahan di final All England itu rupanya benar-benar dipelajari oleh Dechapol/Sapsire. Mereka mengevaluasi penampilan mereka dan juga lawan. Mungkin mereka melakukan itu berbulan-bulan.

Hasilnya, di final Thailand Open siang tadi, mereka benar-benar siap menghadapi Praveen/Melati. Mereka mampu membuat Praveen/Melati tidak mampu mengembangkan permainan.

Tahu Praveen memiliki smash berbahaya, Dechapol dan Sapsiree sangat jarang mengangkat shuttlecock. Sebaliknya, mereka lebih sering memainkan bola flat dan mengajak Praveen/Melati bermain cepat.

Cara main Dechapol/Sapsiree ini berbeda dibandingkan ketika mereka tampil di final All England. Kala itu, Praveen leluasa melakukan smash karena mendapatkan bola-bola matang. Karenanya, Praveen/Melati bahkan unggul 21-8 di game yang membawa mereka juara.

Cara main yang berbeda itulah yang menjadi faktor pertama penentu kemenangan ganda Thailand ini. Faktanya, sepanjang game pertama, sangat jarang Praveen mendapatkan smash yang menjadi senjata utamanya untuk mendapatkan poin.

Dechapol/Sapsiree unggul nyaman, 11-3 di interval pertama. Lantas, di interval kedua, Praveen/Melati bahkan tidak mendapat poin sama sekali.

Selain itu, pertahanan Dechapol/Sapsiree juga sedang bagus-bagusnya. Meski Praveen dan Melati mendapatkan kesempatan smash, tetapi mereka tidak mudah mati. Ini faktor kedua.

Merujuk kondisi seperti itu, Praveen bahkan sempat mengubah strategi di game kedua. Dia beberapa kali melakukan 'smash tipuan' Melompat dan seolah melakukan smash, tetapi malah melakukan drop shot yang mampu mengecoh ganda Thailand itu.

Cara itu sempat membuat ganda Indonesia berhasil mendapatkan beberapa poin. Meski, game kedua berjalan alot. Tidak seperti di All England dulu. Praveen/Melati akhirnya menang lewat setting point, 22-20. Mereka memaksa lawan bermain rubber game.

Namun, di game penentuan, Dechapol/Sapsiree mendapatkan faktor ketiga yang menguntungkan mereka. Faktor penentu itu adalah error yang dilakukan Praveen dan Melati.

Ya, cukup sering Praveen dan Melati memberikan 'poin gratis' kepada ganda Thailand tersebut. Beberapa kali smash Praveen tidak mampu menyeberang ke wilayah lapangan lawan alias menyangkut di net. Beberapa kali penempatan bola mereka juga ke luar lapangan. Termasuk serve yang menyangkut di net.

Sementara Dechapol/Sapsiree terlihat sangat nyaman bermain, menaruh bola, dan menyerang memanfaatkan datangnya bola yang tanggung. Mereka memakai rumus standar dalam ganda campuran. Yakni, serang pemain perempuan.

Ya, beberapa kali, Dechapol dan Sapsiree mengincar Melati. Tidak hanya di game penentuan, mereka melakukannya sejak di game pertama. Dan mereka mendapatkan banyak poin dari situ.

Pada akhirnya, meski berat hati, tetapi harus diakui, ganda campuran Thailand ini memang layak untuk memenangi final kali ini. Harus diakui, mereka lebih siap tampil di final. Siap dalam artian menyiapkan 'jurus ampuh' untuk meredam Praveen/Melati.

Sebaliknya, kekalahan ini menjadi 'lampu kuning' bagi Praveen dan Melati. Bahwa, mereka masih harus bekerja keras untuk menjaga standar permainan mereka.

Utamanya dalam meminimalisir kesalahan sendiri yang masih sering terjadi. Ingat, dalam sistem reli poin, kesalahan sendiri berbuah poin gratis bagi lawan. Sebab, tidak ada lagi 'pindah bola' seperti bulutangkis era dulu.

Kekalahan ini juga seharusnya semakin membuat Praveen/Melati tersadar untuk terus tampil konsisten dan meningkatkan level permainan mereka.

Utamanya bila mereka ingin meraih prestasi maksimal di Olimpiade nanti. Sebab, persaingan di ganda campuran saat ini memang sangat ketat. Setidaknya, ada empat atau lima lawan berat di sektor ini.

Di Thailand Open kali ini, mereka tidak bersua dua lawan bebuyutan asal China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilu/Huang Dongping yang merupakan ganda campuran ranking 1-2 dunia. Juga tidak ada pasnagan juara All England 2018 asal Jepang, Yuta Watanabe/Arisa Higashino.

Pada akhirnya, selalu ada hikmah yang bisa diambil dari situasi sulit. A blessing disguise. Praveen dan Melati juga bisa mengambil pelajaran dari kekalahan di final ini.

Mereka harus tampil lebih oke di Toyota Thailand Open 2021 yang akan dimulai Selasa (19/1) mendatang. Greysia/Apriani juga harus tertantan untuk mempertahankan gelarnya.

Termasuk wakil di tiga sektor lainnya, yakni ganda putra, tunggal putra, dan tunggal putri yang gagal tampil di final, wajib move on dan meraih hasil lebih bagus.

Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun