Kemarin, di Bangkok, Jojo tampil kalem. Malah cenderung kurang percaya diri menghadapi Axelsen.Â
Seolah bukan Jojo yang sebelumnya tampil hebat kala menaklukkan pemain terbaik Singapura, Loh Kean Yew di putaran pertama dan pemain terbaik Kanada, Jason Anthony Ho-Shue di putaran kedua.
Melawan Axelsen, Jojo sama sekali tidak garang. Dia jarang sekali melakukan smash. Kalaupun melakukan smash, jarang yang menjadi poin.
Selama pertandingan yang berlangsung singkat untuk nomor single, hanya 40 menit, Jojo lebih sering melakukan pukulan drop shot untuk mendapatkan poin. Mengarahkan shuttlecock tipis di depan net.
Mungkin dia mengira itu akan membuat Axelsen yang posturnya lumayan jangkung, bakal kesulitan mengambilnya.
Tapi karena sedang tidak didukung semesta, pukulan drop shot Jojo justru seringkali keluar lapangan ataupun menyangkut di net. Tentu saja, itu menjadi poin bagi Axelsen.
Kombinasi smash yang kurang mematikan, akurasi pukulan yang sering keluar, juga drop shot yang nyangkut di net itulah yang membuat Jojo hanya mendapat 5 angka. Terlepas, Axelsen memang tampil oke di pertandingan kemarin.
Memang, bukan sekali ini, pemain Pelatnas hanya mendapat angka 5 di satu game di turnamen internasional. Pasangan ganda putra sehebat Marcus Gideon/Kevin Sanjaya bahkan pernah hanya mendapat angka 3 ketika melawan ganda Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe di Kejuaraan Asia.
Namun, hasil yang dicapai Jojo itu jelas mengejutkan. Saya dan mungkin juga sampean (Anda) mengira, setelah lama tidak bermain akibat pandemi, Jojo akan tampil 'meledak' di Thailand Open. Ah, ternyata perkiraan saya keliru.
Hari ini, giliran Ginting bersua Axelsen di semifinal
Bagaimana respons warganet yang juga badminton lovers di media sosial?