Tidak banyak orang yang tertarik membahas politik internasional. Jangankan level dunia, mengikuti perkembangan politik di negeri sendiri saja, banyak orang yang geleng-geleng kepala. Malas.
Namun, banyak orang mendadak ingin tahu cerita pemilihan presiden di Amerika Serikat yang melibatkan Donald Trump dan Joe Biden.
Bahwa, setelah Biden dinyatakan jadi pemenang pilpres pada November lalu, banyak pendukung kuat Trump yang masih tidak percaya terhadap proses pemilihan tersebut.
Kita lantas merasa ada proximity (kedekatan) emosional bahkan kesamaan antara Pilpres di AS kali ini dengn pemilihan kepala daerah di beberapa daerah di Indonesia.
Bahwa ketika pemilihan selesai, ketika penghitungan cepat mencuat, lantas ada yang merasa dicurangi, ada yang menyebut proses pemilihan berjalan tidak fair, ada yang melakukan gugatan, bahkan ada massa pendukung yang turun ke jalan.
Ternyata, di AS yang katanya 'mbahnya' demokrasi, yang sudah mengenal presiden sejak tahun 1970-an, sebagian warganya tidak jauh beda dengan warga di sini dalam hal menerima hasil pemilihan pemimpin.
Bicara presiden di AS, saya tertarik dengan nama William Henry Harrison. Dia adalah Presiden ke-9 AS. Harrison merupakan presiden AS yang paling pendek masa jabatannya. Hanya satu bulan.
Pasalnya, dia meninggal hanya satu bulan setelah menjabat sebagai presiden pada 1841. Ada beberapa cerita perihal kematiannya.
Konon, Harrison kala itu bersikeras menyampaikan pidato inagurasi sangat panjang dalam kondisi cuaca yang sangat dingin tanpa memakai topi atau mantel. Harrison kemudian diyakini terjangkit pneumonia dan meninggal satu bulan setelahnya.
Namun, baru-baru ini terdapat analisis yang menyebut bahwa demam enterik yang dialami Harrison tersebut disebabkan karena air di Gedung Putih yang bercampur dengan limbah. Mana yang benar? Entahlah.
Akhir pekan ini, Liverpool bersua MU di Anfield