Akun Instagram Sky Sports--salah satu media di Inggris yang fokus mengulas sepak bola, utamanya Premier League--pada dua hari lalu memposting postingan menarik.
Bahwa, sejak tahun 2009, sembilan dari 11 tim yang memuncaki klasemen Liga Inggris saat periode Natal, akhirnya melenggang jadi juara di akhir musim. Liverpool menjadi tim yang terakhir kali melakukannya pada musim 2019/20 lalu.
Seperti sebuah kisah yang berulang, Liverpool kembali berada di puncak klasemen pada masa Natal tahun ini. Mungkinkah itu pertanda Liverpool akan bisa kembali juara (back to back) Liga Inggris di musim 2020/21?
Sepertinya, masih terlalu pagi bila mengira Liverpool bakal kembali juara Liga Inggris dengan mulus seperti musim lalu. Sebab, penampilan Liverpool di musim ini berbeda dari musim 2019/20 lalu.
Kita masih ingat, di musim lalu, Liverpool konsisten tancap gas (terus menang) sejak awal musim sehingga meninggalkan para pesaingnya dengan jarak poin cukup jauh.
Andai saja tidak ada wabah virus yang membuat Premier League dihentikan selama lebih dari tiga bulan, Liverpool akan tercatat dalam sejarah sebagai tim yang paling cepat memenangi gelar Liga Inggris.
Lha wong kala itu mereka bisa saja juara di bulan Maret. Atau paling tidak di awal April. Selama ini, mayoritas tim memastikan juara Liga Inggris di bulan Mei.
Namun, musim ini, penampilan Liverpool terlihat labil. Angin-anginan. Mereka kadang tampil seperti tim super. Contohnya saat pekan lalu mengalahkan tuan rumah Crystal Palace, 7-0.
Tapi, di pekan lainnya, mereka tampil seolah tim yang sedang bermasalah menunggak gaji para pemainnya sehingga mereka kurang bersemangat ketika turun ke lapangan.
Diunggulkan Menang, Liverpool Ditahan WBA di Anfield
Gambaran seperti itulah yang terjadi ketika Liverpool meraih hasil minimalis, bermain 1-1 saat menjamu West Bromwich Albion (WBA) di Anfield, Minggu (27/12) malam.
Liverpool yang sangat diunggulkan bakal menang melawan tim penghuni degradasi tersebut (WBA peringkat 19), ternyata tampil loyo. Jauh beda bila dibandingkan saat bersua Palace di pekan sebelumnya.
Padahal, laga melawan WBA tersebut menjadi kesempatan terbaik bagi Liverpool untuk menjauh dari kejaran para rival seperti Manchester United, Everton, dan Leicester City.
Sebelum laga melawan WBA, Liverpool masih memimpin klasemen dengan 31 poin. Hanya berjarak 2 poin dari Everton dan 3 poin dari Leicester di peringkat 2-3. Bila menang, Liverpool bakal unggul 5 poin dari Everton.
Namun, hasil imbang melawan WBA membuat Liverpool kini hanya meraih 32 poin dari 15 laga. The Reds masih rawan tergusur dari pucuk klasemen. Bukan hanya oleh Everton dan Leicester. Tetapi juga Manchester United (27 poin dari 14 laga) dan Manchester City (26 poin/14 laga) yang ada di peringkat 4-5 dan mulai tampil konsisten.
Padahal, di laga melawan WBA itu, pelatih Jurgen Klopp memainkan pemain-pemain terbaik yang ada. Tentunya minus beberapa pemain yang masih cedera. Di posisi kiper ada Alisson. Empat bek dihuni Joel Matip, Fabinho, Trent Alexander-Arnold, dan Andy Robertson.
Di lini tengah ada Jordan Henderson, Gini WIjnaldum, dan Curtis Jones. Ketiganya gelandang pekerja dan pilihan utama Klopp saat ini. Lalu di depan, trio Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mo Salah main bareng sejak awal.
Liverpool sejatinya mengawali laga dengan benar. Mereka unggul cepat lewat Sadio Mane di menit ke-12. Bahkan, Liverpool unggul penguasaan bola hampir 80 persen.
Namun, apalah artinya dominasi ball posession sebanyak itu bila ternyata tidak mampu mencetak gol lebih banyak. Pada akhirnya, Liverpool dihukum WBA lewat sundulan Semi Ajayi di menit ke-82.
Apa yang terjadi pada Liverpool Saat Melawan WBA?
Di laga melawan WBA itu, Liverpool malah seperti 'hilang akal' untuk mencetak gol. Merujuk data statistik pertandingan yang dilansir Sky Sports, Liverpool mampu menciptakan 17 shots, tetapi hanya 2 saja yang on target alias tepat sasaran.
Mantan kapten Liverpool yang kini menjadi pundit, Jamie Redknapp, menyebut penampilan Liverpool dengan kata "poor performance. Menurutnya, Liverpool miskin kreativitas.
"Hanya punya dua shots on target dengan ball possesion seperti itu? Itu jelas tidak cukup bagus (untuk menenangi pertandingan)," ujar Redknapp dikutip skysports.com.
Tidak sekali ini, Liverpool seolah tampil kebingungan ketika menghadapi tim penghuni zona degradasi. Pada 13 Desember lalu, Liverpool juga hanya bermain 1-1 dengan Fulham. Bahkan, kala itu, Liverpool harus 'dibantu' penalti Mo Salah di 10 menit akhir demi bisa menyamakan skor.
Dua laga melawan WBA dan Fulham itu menyisakan pekerjaan rumah bagi Jurgen Klopp dan Liverpool. Mereka harus menemukan alasan mengapa mereka tampil buruk ketika bersua tim penghuni degradasi. Apakah karena permainan lawan yang bertahan total demi mendapat poin. Ataukah ada kesan over optimistis bakal menang.
Bila Liverpool ingin kembali juara Liga Inggris, hasil-hasil di luar dugaan seperti saat melawan Fulham dan WBA atau juga ketika dihajar Aston Villa 2-7, tidak boleh terulang.
Liverpool harus mengingat salah satu alasan yang membuat mereka juara Liga Inggris di musim lalu. Alasan itu yakni, Liverpool bisa menang di pertandingan yang seharusnya mereka menangkan. Bahkan mampu mengubah hasil yang sepertinya imbang menjadi menang lewat gol di menit-menit akhir.
Itu yang kurang dimiliki Liverpool hingga 15 pertandingan di musim 2020/21 ini. Namun, masih ada waktu untuk instropeksi dan berubah. Masih ada 23 pertandingan yang akan dijalani.
Â
Meski, bila mengingat badai cedera pemain inti, utamanya di lini belakang (Virgil van Dijk dan Joe Gomez) sehingga Fabinho dipaksa jadi bek, serta cedera panjang Thiago Alcantara dan Diogo Jota plus beberapa pemain bergantian terpapar Covid-19, pencapaian Liverpool bisa memimpin klasemen hingga pekan ke-15, sudah luar biasa.
Liverpool masih bisa survive di papan atas karena memiliki skuad yang dalam. Namun, bila ingin kembali juara, Liverpool harus tampil istimewa. Tidak bisa tampil angin-anginan.
Kabar bagusnya, Thiago sudah kembali berlatih dan diprediksi akan tampil saat Liverpool menghadapi Newcaste United pada 31 Desember nanti. Liverpool memang butuh pemain seperti Thiago. Bila pemain tengah yang didaulat sebagai top 3 gelandang terbaik Eropa di tahun 2020 ini bisa bermain, Liverpool sepertinya tidak akan lagi miskin kreativitas. Â Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H