Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Trending Video Panas Mirip Artis Hingga Perombakan Kabinet, Kita dan Indonesia Butuh Ketawa

26 Desember 2020   20:26 Diperbarui: 26 Desember 2020   20:29 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di tengah situasi tegang akibat pandemi dengan segala dampaknya dan dinamika politik yang terjadi, Indonesia butuh ketawa/Foto: Tribun Bali/TribunNews

Salah satu sastrawan Indonesia, Goenawan Mohamad di buku "Pagi dan Hal-Hal yang Dipungut Kembali" yang merupakan kumpulan kicauannya di Twitter, menulis kalimat begini: "Indonesia dalam kemenangan, dalam kekalahan, dalam kegembiraan, dalam kesedihan: ia ada dalam hidup kita, kita ada dalam hidupnya".

Dari kalimat tersebut, Goenawan Mohamad seperti menekankan bahwa dalam situasi apapun yang dialami dan dirasakan oleh Indonesia, kita juga ikut mengalami dan merasakan.

Seperti di tahun 2020 ini, ketika Indonesia dihantam pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya, ketika ancaman kematian dan mendadak jadi pengangguran ada di depan mata, banyak orang menjadi stress. Banyak orang kelewat tegang.

Banyak orang kalut. Mereka mengira hanya memiliki dua pilihan sulit yang harus dijalani. Antara terpaksa bekerja di luar rumah dengan risiko terpapar virus atau berdiam di rumah yang ujung-ujungnya kelaparan karena tidak ada pemasukan. Situasi seperti itu berjalan berbulan-bulan.

Dalam situasi menegangkan seperti itu, "Indonesia butuh ketawa". Kita yang ada dalam hidupnya, butuh merasakan gembira demi menguatkan imunitas tubuh sehingga tidak mudah terpapar virus. Kabar baiknya, dalam situasi yang kelewat tegang, kita bisa menemukan banyak hal untuk bergembira dan tertawa.

Semisal ketika menyaksikan kelucuan anak saat praktek menyanyi kala belajar daring dari rumah. Memberi makan hewan peliharaan seperti kucing ataupun ikan cupang. Juga menyiram tanaman hias di halaman rumah. Termasuk ketika mengetahui hal-hal sederhana yang mendadak jadi trending di media sosial.

Beberapa kabar viral itu tak hanya meredakan ketegangan, tetapi juga membuat kita bisa menertawakan diri sendiri. Kita bisa memungut inspirasi sekaligus merenungi sikap kita selama ini.

Dari beberapa kabar yang sempat menjadi viral sepanjang tahun 2020 ini, saya ingin menuliskan tiga saja di antaranya. Apa saja?

Trending Video Panas Mirip Artis

Tahun ini, jagad lini masa sempat gaduh karena beredarnya 'video panas' mirip artis. Video itu viral. Jadi trending.

Sebagai orang tua yang memiliki dua anak, saya pribadi tidak senang kabar seperti ini ramai dibicarakan. Perbuatan tercela kok malah dipopulerkan. Bagaimana bila malah mereka yang penasaran melihatnya lantas malah menirunya?

Namun, dalam konteks lain, kabar viral seperti ini ada ternyata 'baiknya'. Utamanya dalam mendinginkan komentar-komentar jahat para netizen yang bertebaran di media sosial.

Bila sampean senang menjelajah di media sosial, menengok apa saja kabar, dari receh hingga berat  yang tengah ramai dibicarakan di negeri ini, sampean akan menemukan satu fakta.

Betapa, ada banyak orang yang kelewat tegang. Sehingga berita apapun yang diposting oleh akun berita di media sosial, berujung 'tawuran komentar' antara yang pro dan kontra.

Dari berita orang biasa mirip artis yang mendadak ramai diberitakan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pemberian bantuan sosial, hingga perombakan kabinet.

Bahkan, postingan Instagram seorang tokoh politik atau pejabat negara yang postingannya sebenarnya adem, bisa menyulut pertengkaran di dunia maya karena dipermasalahkan oleh orang yang tidak suka lantas dibalas oleh orang yang suka.

Yang lebih konyol lagi, gegeran tidak hanya tentang kabar politik seperti Pilpres ataupun Pilkada, kabar klub sepak bola luar negeri pun bisa jadi sumber gegeran dan perang umpatan bagi warganet di negeri +062.

Nah, dalam kaitan dengan perang komentar jahat itu, trending video syur mirip artis itu ternyata menjadi kabar 'pemersatu' bagi warganet. Bila ada postingan seperti itu di media sosial, sama sekali tidak ada ketegangan dan pertengkaran. Yang ada, mereka malah bersatu. Kabar seperti itu menjadi bahan guyonan dan tawa bagi mereka. Itu fakta.

Tentu saja, kalau boleh berharap, ke depannya, komentar-komentar adem dan sejuk warganet di media sosial itu tidak hanya terjadi ketika ada video 'pemersatu'. Namun, juga muncul saat menyikapi berita yang berpotensi memunculkan perdebatan. Dalam artian, netizen bisa lebih dewasa dalam menyikapi kabar pro dan kontra. Jadi bukan hanya ketawa ketika mendapati video viral seperti itu.

Trending Pengusaha Kaya Berdandan Sederhana Dicuekin Saat Beli HP Mahal

Kabar ini juga menjadi cerita viral di media sosial. Ceritanya, ada pengusaha muda kaya raya yang membagikan pengalamannya via video di media sosial karena dicueki saat membeli handphone mewah di sebuah gerai di di salah satu mal di Jakarta Pusat.

Pengusaha itu mengaku mengalami kejadian tidak menyenangkan ketika bertanya kepada pegawai di gerai handphone itu. Dia menyebut tidak mendapatkan pelayanan ramah layaknya pelanggan lain hanya karena dirinya menggunakan baju kaos celana pendek, dan sandal jepit.

Bahkan, meski pada akhirnya dia memutuskan membeli handphone mahal itu, pegawai di gerai tersebut disebutnya seolah masih tidak percaya dan malah cuek.

Kita--termasuk saya--yang kelewat tegang, demi mendengar kabar seperti ini, mendadak tertarik ingin tahu. Mungkin akan muncul rasa kesal ketika tahu ceritanya. Kesal terhadap sikap pegawainya.

Namun, mendadak kita juga bisa menertawakan diri sendiri karena teringat pernah mengalami cerita serupa. Kita bisa merekonstruksi ulang kejadian yang pernah kita alami itu. Lantas membagikan ceritanya ke istri dan anak-anak sembari tertawa.

Juga, ada pesan baik yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak dari kabar tersebut. Bahwa, jangan pernah menilai apalagi merendahkan orang lain hanya karena penampilan mereka.

Terlebih bagi mereka yang bekerja melayani orang lain. Bahwa, pelayanan kepada pembeli/pelanggan, terlebih pelayanan kepada masyarakat bila menjadi aparatur sipil negara, harus dilakukan dengan hati dan menghormati orang lain. Bukan hanya melihat tampilannya.

Sandiaga Masuk Kabinet, Waktunya Setop Gegeran Pilpres

Pada Rabu (23/12) lalu, Presiden Joko Widodo melantik para menteri baru di Istana Negara. Ada enam menteri baru yang dilantik. Salah satunya Sandiaga Uno yang dipilih menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wishnutama Kusubandio.

Dari enam nama menteri baru tersebut, masuknya Sandiaga Uno ke kabinet ini menjadi salah satu yang paling mendapat sorotan media. Itu tidak lepas dari status Sandiaga Uno merupakan pasangan cawapres Prabowo saat berkompetisi dengan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.

Kita masih ingat, betapa momentum Pilpres tahun lalu, telah menyebabkan terjadinya polarisasi kubu-kubuan di masyarakat di antara pendukung dua pasangan capres-cawapres.

Di dunia nyata, ada banyak kawan dekat yang mendadak renggang hubungannya, gegeran, dan tidak saling sapa hanya karena berbeda dukungan. Bahkan, ada satu keluarga yang sampai bertengkar karena berbeda pilihan capres.

Di media sosial malah lebih parah. Ada perang komentar. Kabar hoaks bermunculan. Parahnya, kabar itu kemudian disebar oleh mereka yang merasa berseberangan dengan calon yang diberitakan.

Semisal karena tidak suka denga capres A, bila ada kabar negatif tentang calon A, mereka paling semangat untuk berkomentar buruk. Bahkan mungkin membagikan tautan berita itu di grup WhatsApp (WA) yang mereka ikuti tanpa mau tahu apakah kabar tersebut hoaks atau bukan.

Ketegangan juga banyak terjadi di grup-grup WA. Ketika ada yang membagikan berita tentang capres A yang niatnya sekadar berbagi informasi, sontak langsung dicap sebagai pendukung A dan dimusuhi oleh pendukung B yang ada di grup WA tersebut.

Nah, ketika Sandiaga pada akhirnya masuk ke kabinet dan menyusul Prabowo yang lebih dulu diangkat sebagai Menteri Pertahanan, ketika keduanya menjadi pembantu presiden untuk bersama-sama membangun Indoensia, bagaimana kabar para pendukung di Pilpres yang dulu gegeran itu.

Ada banyak netizen yang dalam postingannya, menertawakan diri mereka sendiri menyikapi fenomena masuknya Sandiaga ke kabinet itu. Mungkin mereka bagian dari warga yang sempat terbelah karena Pilpres, lantas merasa tidak ada gunanya gegeran dengan kerabat dan kawan sendiri.

Ya, karena masuknya Sandiaga ke kabinet, ada banyak narasi di media sosial yang menyebut bahwa gegeran antar pendukung di Pilpres yang sampai menyebabkan kubu-kubuan dan masih berlanjut hingga kini, sudah waktunya diakhiri.

Mereka jadi melek, bahwa 'mantra sakti' dalam politik bahwa tidak ada kawan abadi dan lawan abadi itu memang benar adanya. Hari ini menjadi kawan, lusa mungkin bisa menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya.

Bila begitu, apa iya kita yang di tataran 'kalangan rumput', masih bernafsu melanggengkan gegeran sementara di jajaran elit sana, mereka yang kita dukung saat Pilpres dulu, kini sudah berangkulan. Ah, dalam urusan ini, kita memang harus menertawakan diri sendiri.

Semua hal yang telah kita alami di tahun 2020 ini mungkin membuat kita kelewat tegang. Stres. Bahkan kehilangan alasan untuk tertawa. Namun, selalu ada hal-hal kecil yang membuat kita bisa tertawa. Termasuk menertawakan diri sendiri, bisa meredakan kekalutan. Kita butuh tertawa. Indonesia butuh ketawa.

Ya, dengan menertawakan diri sendiri, kita tidak akan merasa tinggi hati ataupun merasa paling hebat dari orang lain. Sebab, perasaan tinggi hati akan membuat kita kehilangan rasa kejutan dari humor.

Seperti kata Goenawan Mohamad di buku "Pagi dan Hal-Hal yang Dipungut Kembali" itu: "People who think they know everything, tend to miss the surprise of joke". Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun