Bahkan, meski pada akhirnya dia memutuskan membeli handphone mahal itu, pegawai di gerai tersebut disebutnya seolah masih tidak percaya dan malah cuek.
Kita--termasuk saya--yang kelewat tegang, demi mendengar kabar seperti ini, mendadak tertarik ingin tahu. Mungkin akan muncul rasa kesal ketika tahu ceritanya. Kesal terhadap sikap pegawainya.
Namun, mendadak kita juga bisa menertawakan diri sendiri karena teringat pernah mengalami cerita serupa. Kita bisa merekonstruksi ulang kejadian yang pernah kita alami itu. Lantas membagikan ceritanya ke istri dan anak-anak sembari tertawa.
Juga, ada pesan baik yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak dari kabar tersebut. Bahwa, jangan pernah menilai apalagi merendahkan orang lain hanya karena penampilan mereka.
Terlebih bagi mereka yang bekerja melayani orang lain. Bahwa, pelayanan kepada pembeli/pelanggan, terlebih pelayanan kepada masyarakat bila menjadi aparatur sipil negara, harus dilakukan dengan hati dan menghormati orang lain. Bukan hanya melihat tampilannya.
Sandiaga Masuk Kabinet, Waktunya Setop Gegeran Pilpres
Pada Rabu (23/12) lalu, Presiden Joko Widodo melantik para menteri baru di Istana Negara. Ada enam menteri baru yang dilantik. Salah satunya Sandiaga Uno yang dipilih menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Wishnutama Kusubandio.
Dari enam nama menteri baru tersebut, masuknya Sandiaga Uno ke kabinet ini menjadi salah satu yang paling mendapat sorotan media. Itu tidak lepas dari status Sandiaga Uno merupakan pasangan cawapres Prabowo saat berkompetisi dengan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu.
Kita masih ingat, betapa momentum Pilpres tahun lalu, telah menyebabkan terjadinya polarisasi kubu-kubuan di masyarakat di antara pendukung dua pasangan capres-cawapres.
Di dunia nyata, ada banyak kawan dekat yang mendadak renggang hubungannya, gegeran, dan tidak saling sapa hanya karena berbeda dukungan. Bahkan, ada satu keluarga yang sampai bertengkar karena berbeda pilihan capres.
Di media sosial malah lebih parah. Ada perang komentar. Kabar hoaks bermunculan. Parahnya, kabar itu kemudian disebar oleh mereka yang merasa berseberangan dengan calon yang diberitakan.