Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Trending Video Panas Mirip Artis Hingga Perombakan Kabinet, Kita dan Indonesia Butuh Ketawa

26 Desember 2020   20:26 Diperbarui: 26 Desember 2020   20:29 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semisal karena tidak suka denga capres A, bila ada kabar negatif tentang calon A, mereka paling semangat untuk berkomentar buruk. Bahkan mungkin membagikan tautan berita itu di grup WhatsApp (WA) yang mereka ikuti tanpa mau tahu apakah kabar tersebut hoaks atau bukan.

Ketegangan juga banyak terjadi di grup-grup WA. Ketika ada yang membagikan berita tentang capres A yang niatnya sekadar berbagi informasi, sontak langsung dicap sebagai pendukung A dan dimusuhi oleh pendukung B yang ada di grup WA tersebut.

Nah, ketika Sandiaga pada akhirnya masuk ke kabinet dan menyusul Prabowo yang lebih dulu diangkat sebagai Menteri Pertahanan, ketika keduanya menjadi pembantu presiden untuk bersama-sama membangun Indoensia, bagaimana kabar para pendukung di Pilpres yang dulu gegeran itu.

Ada banyak netizen yang dalam postingannya, menertawakan diri mereka sendiri menyikapi fenomena masuknya Sandiaga ke kabinet itu. Mungkin mereka bagian dari warga yang sempat terbelah karena Pilpres, lantas merasa tidak ada gunanya gegeran dengan kerabat dan kawan sendiri.

Ya, karena masuknya Sandiaga ke kabinet, ada banyak narasi di media sosial yang menyebut bahwa gegeran antar pendukung di Pilpres yang sampai menyebabkan kubu-kubuan dan masih berlanjut hingga kini, sudah waktunya diakhiri.

Mereka jadi melek, bahwa 'mantra sakti' dalam politik bahwa tidak ada kawan abadi dan lawan abadi itu memang benar adanya. Hari ini menjadi kawan, lusa mungkin bisa menjadi lawan. Begitu juga sebaliknya.

Bila begitu, apa iya kita yang di tataran 'kalangan rumput', masih bernafsu melanggengkan gegeran sementara di jajaran elit sana, mereka yang kita dukung saat Pilpres dulu, kini sudah berangkulan. Ah, dalam urusan ini, kita memang harus menertawakan diri sendiri.

Semua hal yang telah kita alami di tahun 2020 ini mungkin membuat kita kelewat tegang. Stres. Bahkan kehilangan alasan untuk tertawa. Namun, selalu ada hal-hal kecil yang membuat kita bisa tertawa. Termasuk menertawakan diri sendiri, bisa meredakan kekalutan. Kita butuh tertawa. Indonesia butuh ketawa.

Ya, dengan menertawakan diri sendiri, kita tidak akan merasa tinggi hati ataupun merasa paling hebat dari orang lain. Sebab, perasaan tinggi hati akan membuat kita kehilangan rasa kejutan dari humor.

Seperti kata Goenawan Mohamad di buku "Pagi dan Hal-Hal yang Dipungut Kembali" itu: "People who think they know everything, tend to miss the surprise of joke". Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun