Normalnya, pemain anyar yang membantu timnya menang, seharusnya dipuji. Namun, yang diterima Havertz malah sebaliknya. Dia dicibir tak mampu mengkreasi peluang. Tidak ada tembakan ke gawang. Juga tidak ada asis selama 80 menit itu.
Pendek kata, sebagai pemain yang dimainkan di posisi penyerang sayap, Havertz dinilai miskin mengkreasi peluang. Dia dianggap 'pemain mubazir' merujuk harganya yang selangit.
Malah, ada akun Instagram yang mengunggah potongan video ketika Havertz yang memberikan umpan jauh kepada rekannya, justru salah mengumpan ke hakim garis.
Media yang berbasis di London, football.london menulis "Kai Havertz has quiet night in Brighton win" dalam ulasan review pertandingan itu. Di Indonesia, juga ada banyak tautan berita di media yang mengabarkan debut biasa Havertz bersama Chelsea.
Lalu, di pekan kedua ketika Chelsea kalah 0-2 dari Liverpool (16/9), Havertz yang hanya dimainkan di babak pertama, lagi-lagi mengalami 'perundungan'.
Beberapa pundit menyebut tidak melihat Havertz selama babak pertama. Dia dianggap minim kontribusi.
"I do look and think, 'where does Havertz play? Where does he fit into a 4-3-3?," ujar Jamie Carragher, eks pemain belakang Liverpool yang kini jadi pundit Sky Sports.
Pendek kata, Havertz bernasib seperti anak baru yang menjadi korban perpeloncoan. Bukan disuruh menyanyi seperti kebanyakan pesepak bola yang datang di klub baru. Namun, dia "dibully' oleh media. Sadis.
Dan memang, itu benar-benar menguji mentalnya. Andai dia tidak kuat, beban mental itu akan terus menghalanginya tampil bagus di musim pertamanya di Inggris.
Seperti cerita yang sudah-sudah, kariernya bakal berantakan. Dia akan dikenang sebagai pemain mahal tapi penampilannya biasa saja.
Havertz Membalas Nyinyiran dengan Hat-trick
Toh, Havertz santai saja menanggapi semua komentar buruk tentang penampilannya. Dia memang merasa masih butuh beradaptasi dengan klub barunya. Dengan rekan-rekan barunya. Juga dengan liga yang baru.