Dari dinamika Sarri yang berujung pemecatan, jelas terlihat bila Pirlo memang diharapkan oleh manajemen klub Juventus dan juga disiapkan sebagai pelatih Juventus di tahun-tahun mendatang. Sebab, bila Pirlo melatih Juventus, itu akan bagus untuk klub. Setidaknya untuk branding klub.
Bayangkan, Juventus dilatih salah satu pemain paling cerdas yang pernah dimiliki Italia, pemenang Piala Dunia, pemenang Liga Champions, dan peraih gelar Scudetto yang merupakan curriculum vitaenya Pirlo. Itu rasanya akan terdengar manis bagi pendukung Juve.
Usia Pirlo yang kini baru 41 tahun atau 20 tahun lebih muda dari Sarri, juga bagus untuk meremajakan citra Juve yang selama ini identik sebagai "tim tua", menjadi lebih segar.
Namun, pendukung Juve tentunya tidak sekadar berharap Pirlo akan mampu mengubah branding klub. Mereka pastinya berharap, Pirlo kelak bisa menapaki sukses seperti pep Guardiola yang juga mengawali karier sebagai pelatih Barcelona B, lantas menjadi salah satu pelatih kaya gelar di Eropa.
Mereka juga berharap, Pirlo bisa sukses seperti Zidane yang musim ini berhasil membawa Real Madrid juara Liga Spanyol 2019/20 dan sebelumnya membawa klub ibu kota Spanyol itu meraih tiga trofi Liga Champions secara berurutan (2016, 2017, 2018).
Toh, direksi Juve dan juga tifosinya, juga harus bersabar. Sebab, Pirlo mungkin akan butuh waktu untuk bisa menapaki sukses Zidane dan Guardiola. Apalagi bila mengharapkan Juve bakalan langsung sukses di Liga Champions di musim depan.
Sebab, persaingan di Liga Champions--kompetisi yang tidak lagi dimenangi Juve sejak 1996--jelas lebih ketat dengan lawan-lawan kelas berat seperti Liverpool, Real Madrid, Barcelona, maupun Bayern Munchen. Belum lagi kembalinya Manchester United ke Liga Champions di musim depan.
Namun, untuk Liga Italia, Pirlo dengan pemain-pemain yang ada dan juga tradisi Juve, seharusnya bisa bersaing memburu gelar ke-10 beruntun. Bila di musim perdananya Pirlo sukses, tifosi Juve boleh berharap banyak padanya di musim keduanya.
Mungkinkah Pirlo bisa mengikuti sukses Guardiola dan Zidane? Hanya waktu yang kelak menjawabnya.
Tetapi, percaya atau tidak percaya, dalam dunia kepelatihan sepak bola, mantan pemain tengah yang semasa bermain dikenal cerdas, ternyata punya kemungkinan lebih besar untuk sukses dibanding mantan pemain di posisi lainnya.
Zidane dan Guardiola dulunya adalah pemain tengah. Ah, mungkin itu hanya kebetulan. Tapi kok banyak lagi contohnya seperti juga Carlo Ancelotti yang merupakan pelatih Pirlo di AC Milan.