Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Blunder Receh" Varane, Ronaldo Bukan Superman, dan Nestapa Tim Tradisional Liga Champions

8 Agustus 2020   07:02 Diperbarui: 8 Agustus 2020   15:57 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raphael Varane.

Pagi ini, nama bek Real Madrid ini sedang tenar. Silahkan menuliskan namanya di kolom pencarian mesin pencari Google, akan ada banyak tautan berita yang muncul.

Dan, nyaris semua berita yang muncul, mencemooh pemain berusia 27 tahun ini. Varane dianggap sebagai penyebab tersingkirnya Real Madrid dari Liga Champions dini hari tadi.

Padahal, di jajaran pesepakbola Eropa, bek tengah asal Prancis ini sebenarnya bukan bek sembarangan. Gelarnya 'segudang'.

Bayangkan, di usia 21 tahun, dia sudah juara Liga Champions bersama Real Madrid. Malah, kini dia sudah empat kali mengangkat trofi bertelinga lebar yang menjadi idaman setiap pemain di klub Eropa itu. Varane juga juara Piala Dunia 2018 bersama Timnas Prancis di usia 25 tahun.

Capaian Varane di Liga Champions dan Piala Dunia itu membuatnya dirinya istimewa. Lionel Messi saja kalah. Hanya bek Real Madrid lainnya, Sergio Ramos yang bisa menandingi pencapaiannya itu.

Dua blunder Varane, Real Madrid out dari Liga Champions

Toh, sehebat apapun Varane, dia tetap manusia. Bukan robot. Sebagai manusia dia bisa saja mengalami hari buruk di pertandingan. Dia bisa berbuat kesalahan. Bahasa sepak bolanya blunder.

Sial bagi Varane, dia justru melakukan blunder di pertandingan besar. Malah, tidak sekali, dia melakukan kesalahan fatal dua kali yang berujung lawan bisa melakukan gol.

Ya, Sabtu (8/8/) dini hari, Real Madrid kalah 2-1 dari Manchester City pada laga leg II babak 16 besar. Hasil itu membuat Madrid out dari Liga Champions usai kalah agregat 2-4. Madrid gagal lolos ke perempat final.

Sebelum laga, Varane sebenarnya menjadi harapan. Bukan hanya pelatih Zinedine Zidane dan rekan-rekan setimnya yang mengharapkan Varane jadi pelindung gawang timnya. Suporter Madrid di kolong langit ini juga punya harapan yang sama.

Maklum, di laga tadi, Madrid tidak diperkuat bek andalan yang juga kapten tim, Sergio Ramos karena larangan bermain akibat skorsing kartu merah di laga leg I.
 
Varane dengan kesenioran nya dan pengalamannya menghadapi laga besar, diharapkan bisa membimbing Eder Militao (22 tahun), bek asal Brasil yang baru bermain untuk Madrid di musim ini.

Madrid memang perlu tampil kokoh di pertahanan. Sebab, mereka harus membalik kekalahan 1-2 di laga pertama. Zidane butuh pertahanan kokoh dan lini serang yang bisa mencetak minimal dua gol.

Yang terjadi justru sebaliknya. Varane malah "melawak" dengan melakukan dua hal konyol. Laga baru berjalan sembilan menit, kiper Madrid, Thibaut Courtois mengirim umpan pendek ke Varane yang berada di sisi kanan pertahanan Madrid.

Dibayangi penyerang City, Gabriel Jesus, Varane lantas membawa bola. Sebenarnya, dia bisa mengirim bola ke tengah lapangan. Namun, dia justru berniat melakukan umpan balik ke Courtois.

Bola bisa diambil Gabriel Jesus yang lantas mengirim umpan ke Raheem Sterling. Sekali tendang, Sterling mencetak gol ke gawang Madrid. City pun unggul 1-0.

Sementara Varane hanya bisa berteriak menatap langit, menyesali kecerobohannya. Di tepi lapangan, tampak Sergio Ramos yang mengenakan setelan rapi, hanya bisa tertegun, seolah tidak percaya dengan barusan yang terjadi.

Setelah itu, lini pertahanan Madrid beberapa kali digempur City lewat Kevin de Bruyne, Sterling, dan Gabriel yang mendapatkan sejumlah peluang. Pemain-pemain City benar-benar mengeksploitasi absennya Ramos.

Toh, di menit ke-28, bermula dari serangan balik, winger muda Real Madrid asal Brasil, Rodrygo lepas. Pemain berusia 19 tahun ini lantas melepas umpan crossing yang bisa disambar Karim Benzema dengan sundulan terarah. Gol. Madrid pun bisa menyamakan skor 1-1.

Dengan skor 1-1 bertahan hingga akhir babak pertama, apapun bisa terjadi di babak kedua. City bisa menambah gol. Dan bila Madrid mampu mencetak satu gol lagi, mereka akan menyamakan agregat. Bahkan memungkinkan perpanjangan waktu ataupun adu penalti.

Yang terjadi ternyata kembali drama yang melibatkan Varane. Di menit ke-68, sebuah bola lambung datang ke pertahanan Madrid. Lagi-lagi, Varane berebut bola dengan Gabriel Jesus.

Awalnya, Varane terlihat ingin membuang bola. Namun, dia lantas menyundul bola ke arah Courtois. Maksudnya melakukan back pass. Namun, sundulannya terlalu lemah sehingga bola  bisa dicuri Gabriel Jesus. Pemain asal Brasil itu lantas mencetak gol kedua bagi City.
 
Merespons gol itu, pelatih City, Pep Guardiola terlihat kegirangan di tepi lapangan. Maklum, dengan unggul 2-1, Madrid berarti butuh tambahan dua gol untuk bisa membalik skor dan lolos.

Namun, itu sepertinya sulit ketika mental pemain-pemain Madrid sudah terlanjur ambruk karena dua blunder Varane itu. Dan memang, hingga akhir laga, tidak ada tambahan tercipta. Varane pun jadi sorotan.

Menurut Squawka Football, dua blunder itu membuat Varane masuk dalam daftar pemain yang melakukan dua kesalahan berujung gol dalam satu laga Liga Champions.

Varane bergabung dengan Loris Karius, kiper Liverpool yang pernah membuat dua blunder fatal saat melawan Real Madrid di final Liga Champions 2018.

Bila dua tahun lalu, sebagai sesama pemain, Varane mungkin hanya bisa ikut prihatin dengan blunder yang dilakukan Karius, kini dirinya yang menjadi pesakitan. 

Tetapi memang, sebagai manusia biasa, siapapun, ketika dalam situasi tertekan, bisa melakukan kesalahan 'receh' seperti yang dilakukan Varane dini hari tadi. Bahkan, dia pun tidak mengira bisa melakukan kesalahan parah seperti itu.

Dua gol Ronaldo gagal bawa Juventus lolos

Sementara di Turin, cerita pemain bola juga manusia, muncul dalam cerita Cristiano Ronaldo. Bedanya, Ronaldo tidak melakukan blunder. Dia malah melakukan seperti melakukan aksi sendirian untuk membawa Juventus lolos ke perempat final.

Juventus menjamu tim Prancis, Olympique Lyon, dengan harapan bisa membalik kekalahan 0-1 di laga pertama babak 16 besar. Tentu saja,  Ronaldo-lah yang paling diharapkan, seperti saat melakukan come back melawan Atletico Madrid di musim lalu. Dari tertinggal 0-2 lantas menang 3-0 di leg kedua di Turin.

Namun, cerita kali ini berbeda. Lyon yang tidak diunggulkan, ternyata tampil mengejutkan. Di menit ke-12, Lyon mendapat penalti yang bisa diselesaikan Memphis Depay. Lyon unggul 1-0.

Artinya, Juve butuh tiga gol untuk melakukan come back. Usai menunggu lama, gol yang ditunggu Juve baru datang di menit ke-43. Berawal dari free kick Miralem Pjanic, Depay dianggap melakukan hand ball. Penalti. Ronaldo memberesinya menjadi gol. Skor jadi 1-1.

Di babak kedua, Juve semakin bernafsu mencetak dua gol tambahan. Tepat di menit ke-60, Ronaldo mencetak gol kedua lewat tendangan keras dari luar kotak penalti.

Dengan unggul 2-1, Juve tinggal butuh satu gol lagi. Memang, agregat sama 2-2. Namun, Lyon diuntungkan gol away karena bisa mencetak gol di kandang lawan.

Yang terjadi, hingga menit akhir, Juve ternyata tidak bisa mencetak gol tambahan. Ronaldo, sehebat apapun dia dalam memaksimalkan peluang menjadi gol, ternyata tidak mampu mencetak gol ketiga. Juve pun tersingkir. Gagal lolos ke perempat final.

Tetapi memang, Ronaldo, terlebih di usianya yang sudah 35 tahun, juga manusia biasa. Dia bukan Superman yang bisa mudah mencetak gol. Juve tidak bisa mengandalkan dia seorang.

Ironisnya, pemain Juve lain seperti Gonzalo Higuain, Bernardeschi, dan Paulo Dybala yang tugasnya mencetak gol, hanya lebih banyak berlari di laga ini ketimbang membuat peluang gol.

Malah, Dybala yang terpilih sebagai pemain terbaik Serie A musim ini, hanya bermain 13 menit di lapangan. Dimainkan di menit ke-71 untuk menggantikan Bernardeschi, Dybala ditarik keluar di menit ke-84.

Tersingkirnya Juventus membangkitkan kembali romansa bahwa sepak bola itu permainan kolektif. Tidak bisa mengandalkan satu pemain, meski pemain itu super. Sebab, bagaimanapun, pemain super seperti Ronaldo juga manusia biasa.

Pada akhirnya, Real Madrid dan Juventus yang musim ini menjadi juara di liga domestik, harus mengalami nestapa di Liga Champions. Bahagia di liga lokal, tetapi nelangsa di liga 'internasional'.

Pada akhirnya, selamat untuk Manchester City dan Lyon. Mereka akan saling berhadapan di perempat final yang digelar dengan sistem "turnamen" alias tidak ada lagi home and away.

Lolosnya City dan Lyon ke perempat final semakin membuka peluang munculnya juara baru di Liga Champions musim ini. Sebab, keduanya memang belum pernah juara.

Sebelumnya, sudah ada empat tim yang lolos ke perempat final, dan semuanya belum pernah juara. Ada Paris Saint Germain, Atalanta, RB Leipzig, dan Atletico Madrid. Sementara tim-tim tradisional seperti Madrid dan Juve, hanya bisa meratapi nasib. 

Mungkinkah hadir juara baru? Kenapa tidak. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun