Dengan unggul 2-1, Juve tinggal butuh satu gol lagi. Memang, agregat sama 2-2. Namun, Lyon diuntungkan gol away karena bisa mencetak gol di kandang lawan.
Yang terjadi, hingga menit akhir, Juve ternyata tidak bisa mencetak gol tambahan. Ronaldo, sehebat apapun dia dalam memaksimalkan peluang menjadi gol, ternyata tidak mampu mencetak gol ketiga. Juve pun tersingkir. Gagal lolos ke perempat final.
Tetapi memang, Ronaldo, terlebih di usianya yang sudah 35 tahun, juga manusia biasa. Dia bukan Superman yang bisa mudah mencetak gol. Juve tidak bisa mengandalkan dia seorang.
Ironisnya, pemain Juve lain seperti Gonzalo Higuain, Bernardeschi, dan Paulo Dybala yang tugasnya mencetak gol, hanya lebih banyak berlari di laga ini ketimbang membuat peluang gol.
Malah, Dybala yang terpilih sebagai pemain terbaik Serie A musim ini, hanya bermain 13 menit di lapangan. Dimainkan di menit ke-71 untuk menggantikan Bernardeschi, Dybala ditarik keluar di menit ke-84.
Tersingkirnya Juventus membangkitkan kembali romansa bahwa sepak bola itu permainan kolektif. Tidak bisa mengandalkan satu pemain, meski pemain itu super. Sebab, bagaimanapun, pemain super seperti Ronaldo juga manusia biasa.
Pada akhirnya, Real Madrid dan Juventus yang musim ini menjadi juara di liga domestik, harus mengalami nestapa di Liga Champions. Bahagia di liga lokal, tetapi nelangsa di liga 'internasional'.
Pada akhirnya, selamat untuk Manchester City dan Lyon. Mereka akan saling berhadapan di perempat final yang digelar dengan sistem "turnamen" alias tidak ada lagi home and away.
Lolosnya City dan Lyon ke perempat final semakin membuka peluang munculnya juara baru di Liga Champions musim ini. Sebab, keduanya memang belum pernah juara.
Sebelumnya, sudah ada empat tim yang lolos ke perempat final, dan semuanya belum pernah juara. Ada Paris Saint Germain, Atalanta, RB Leipzig, dan Atletico Madrid. Sementara tim-tim tradisional seperti Madrid dan Juve, hanya bisa meratapi nasib.Â
Mungkinkah hadir juara baru? Kenapa tidak. Salam.