Sebab, bila tanpa ada momentum, mungkin kita akan sulit untuk 'bercermin'. Dengan bercermin, kita lantas memotivasi diri untuk masa-masa berikutnya.
Dengan bercermin, kita tidak hanya melihat cerminan diri. Sebagai seorang suami dan ayah, kita juga bisa melihat kembali bagaimana selama ini kita bersikap kepada keluarga di rumah.
Apakah selama ini kita sekadar menjadi suami yang sibuk dengan urusan pekerjaan di kantor/di luar rumah, sibuk berakrab-akraban dengan teman di kantor, lantas tiba di rumah hanya "menumpang tidur". Merasa yang penting jatah gaji untuk istri aman.
Apakah kita menjadi suami yang membagi-bagi tugasnya suami dan istri sehingga ketika berada di rumah tidak pernah mau untuk sekadar mencuci piring, mencuci baju, apalagi memasak karena merasa itu "pekerjaannya" istri.
Apakah kita menjadi "suami sibuk" yang karena saking sibuknya, bahkan ketika libur kerja, masih sibuk bercengkerama dengan gawai seharian. Sehingga jarang mengobrol dengan istri dan anak-anak.
Andai kita ternyata menjadi satu dari tipikal suami tersebut, kita memang perlu menjadikan momentum hari ulang tahun istri untuk "bercermin". Siapa tahu, dengan bercermin, kita bisa berubah menjadi lebih baik.
Kita bisa berubah menjadi suami yang tidak melulu sibuk bekerja dan asyik dengan orang-orang luar rumah, tapi juga menjadi suami yang asyik di rumah.
Toh, kita bekerja untuk istri dan anak-anak. Apa iya untuk mereka yang kita rela bekerja keras, kita malah jadi orang yang "nggak asyik" kepada mereka.
Kita juga bisa berubah menjadi suami yang tidak lagi membeda-bedakan pekerjaan suami dan istri ketika berada di rumah. Namanya rumah ditempati berdua, urusan rumah seharusnya menjadi urusannya berdua. Jadi bukan hanya "daerah kekuasaannya" istri.
Apalagi, bekerja sama dengan istri untuk mengerjakan pekerjaan rumah berdua itu mengasyikkan. Kita juga bisa dapat bonus sayang dari istri.
Tidak percaya? Bagi yang belum pernah, silahkan dicoba.