Baik dari kawan-kawan yang cukup sering bersua di dunia nyata. Hingga kawan-kawan baik yang bahkan saya belum pernah bertemu mereka di dunia nyata, tetapi sering bersilaturahmi lewat berbalas komentar di rumah ini (baca Kompasiana).
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, momen 4 Agustus itu acapkali mengejutkan. Sebab, mendadak ada beberapa kawan yang selama lebih dari sedekade tidak bertemu, datang menyapa dan mengirim doa. Itu mengharukan.
Bagi saya, doa itulah "kado" yang paling menyenangkan. Betapa tidak, mereka yang meski lama tidak bertemu atau bahkan tidak pernah bertemu, masih punya perhatian kepada kita.
Ya, bagaimana tidak perhatian bila dengan hanya membaca 'pengumuman' di media sosial perihal siapa yang berulang tahun hari ini, lantas mereka tergerak untuk mengirimkan doanya.
Dengan berada berjauhan, mendoakan adalah cara terbaik untuk menunjukan rasa kepedulian. Malah ada yang bilang, mendoakan seseorang dalam diam itu cara menyayangi orang lain yang paling rahasia.
Beberapa orang menganggap, mendoakan seseorang adalah bentuk pemberian terbesar setelah tidak lagi bisa bertemu secara langsung. Karena setelah seseorang benar-benar pergi dalam kehidupan kita, dalam artian tidak lagi bertemu, selain doa, kita tak bisa apa-apa lagi.
Saya percaya, doa itu bukan sekadar kalimat yang diucapkan. Itu untaian harapan baik. Doa itu punya 'kekuatan tak terlihat'.
Karena kuasa dari Yang Maha Menjawab Doa, apa yang kita doakan untuk orang lain, akan berbalik pada kita. Ketika kita mendoakan kebaikan bagi orang lain, maka tanpa sadar kita telah mendatangkan kebaikan bagi diri kita sendiri.
Karenanya, jangan pernah mendoakan hal buruk bagi orang yang paling kita benci sekalipun. Sebab, tidak ada yang mau bila doa buruk itu malah berbalik arah menuju yang memproduksi doa.
Pentingnya 'bercermin' di hari jadi
Bagi saya, momentum hari ulang tahun itu juga bisa menjadi "cermin". Sebuah cermin untuk melihat kembali, bagaimana kita menjalani hidup selama setahun kemarin.