Maka, banyak tetangga saya yang lantas beralih ke penjual kedua ini. Beberapa saja yang masih setia berlangganan dengan penjual pertama.
Termasuk istri saya yang memilih beralih. Katanya nyari yang lebih praktis. Apalagi, penjual kedua ini respons nya juga cepat. Begitu dipesan, tidak lama langsung dikirim.
Namun, seiring perjalanan waktu, ketika banyak orang mulai percaya pada penjual kedua tersebut, ternyata dia 'berulah'. Pesanan galon lewat WA ternyata tidak lagi secepat dulu. Malah terkadang tidak dibaca.
Keunggulan bisa pesan cepat via WA yang membuatnya dipercaya banyak orang, tidak lagi menjadi jaminan. Apalagi, jualannya juga tidak setiap hari tersedia. Sebab, dia juga sibuk bantu-bantu di sekolah dasar di dekat rumahnya.
Imbasnya, banyak tetangga yang lantas 'kabur'. Mereka memutuskan untuk berpindah ke penjual pertama. Meski tak bisa lewat WA, tetapi bapak yang ini rutin masuk ke perumahan. Sehingga, orang bisa sekalian memesan.
Pesan penting dari cerita sederhana dua orang penjual galon tersebut, bahwa mendapatkan kepercayaan itu sulit. Apalagi bila untuk dipercaya, harus lebih dulu membuktikan unggul dari kompetitor.
Namun, sesulit-sulitnya berjuang mendapatkan kepercayaan, jauh lebih sulit merawat kepercayaan itu. Sebab, sekali dua kali orang yang sudah percaya itu kecewa, akan sulit untuk percaya lagi.
Dalam dunia kerja, kepercayaan (trust) merupakan bagian penting dari personal branding. Bila ingin branding diri kita berhasil dalam artian menarik dan bahkan penting bagi orang lain, jadilah orang yang bisa dipercaya.
Jadilah orang yang bisa dipercaya ucapannya. Dipercaya kualitas kerjanya. Komitmennya. Juga perilakunya. Sehingga, peluang pun akan berdatangan. Salam. Â
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H