Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila "Perahu Kecil" Dihantam Badai Covid-19, Harus Bagaimana?

28 Mei 2020   13:10 Diperbarui: 28 Mei 2020   13:06 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap orang menghadapi badai yang sama (Covid-19), tapi masing-masing orang menaiki kapal yang berbeda. Anda menaiki kapal besar yang aman dari badai atau kapal kecil yang oleng/Foto: majalahayah.com

Bila sampean berada di 'kapal besar' yang kapalnya tidak akan oleng meski terkena badai, tentu Anda beruntung. Anda tak perlu pusing memikirkan badai. Hanya menjaga diri dan keluarga agar tetap sehat.

Kapal besar di sini maksudnya, perusahaan/instansi tempat Anda bekerja memiliki kemampuan finansial kuat sehingga tidak begitu terdampak wabah. Anda mendapatkan gaji cukup, bahkan bonus. Pendek kata, Anda tetap aman di masa badai ini. Hanya perlu berdoa badai segera berakhir.

Beda cerita bila Anda menaiki kapal kecil seperti perahu sekoci. Dalam situasi badai, Anda tentu tidak aman. Sebab, karena ukurannya kecil, kapal bisa diombang-ambing badai. Bahkan kapalnya bisa disapu ombak lantas tenggelam. Dan yang di atas kapal tentu juga ikut tenggelam.

Maksudnya, bila Anda tidak bekerja di perusahaan/instansi besar tetapi bekerja sendiri (freelance) yang meski selama ini mendapatkan banyak 'orderan', tetapi wabah ini membuat Anda kehilangan semuanya. Orderan mendadak sepi. Pemasukan juga berkurang. Apalagi tidak ada gaji bulanan.

Bila seperti itu, Anda tidak hanya harus menjaga diri. Tetapi juga mencari cara agar bisa bertahan menghadapi badai. Sebab, bila tidak bisa bertahan, berarti 'tenggelam'.

Bila dihantam badai, harus bagaimana?

Nah, kabar buruknya, dalam situasi badai wabah yang belum jelas kapan berakhirnya, saya justru tengah berada di perahu sekoci. Perahu kecil. Keputusan untuk mundur dari instansi tempat saya bekerja pada akhir 2017 lalu demi bekerja sendiri dan punya banyak waktu bersama keluarga, membuat saya seperti pergi dari kapal besar.

Sebelum ada badai ini, pekerjaan menulis sendiri (freelance) itu sangat menyenangkan. Saya bisa mengatur waktu sendiri. Kapan bekerja dan kapan libur. Apalagi, beberapa tawaran baru berdatangan. Karenanya, saya tidak pernah menyesal keluar dari kapal besar. 

Tapi kini, saya merasakan dampak dari badai virus ini. Saya ikut terdampak. Betapa pekerjaan menulis yang selama ini lancar dan bahkan banyak peluang baru yang datang, kini seperti menghilang. Meski saya tahu sekadar sementara saja. Begitu juga peluang menjadi narasumber ataupun mengajar di kelas, sejenak libur.

Malah, yang bikin nyesek, ada pekerjaan menulis bulanan yang sebenarnya sudah selesai dan tinggal menunggu bayarannya saja. Yang terjadi, gajinya belum bisa cair dikarenakan terdampak wabah.

Apa daya. Padahal, itu merupakan 'kapal' yang sebenarnya akan saya tumpangi untuk bertahan menghadapi badai wabah ini. Ternyata, kapalnya malah sudah bocor dihantam badai. Terancam karam duluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun