Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sejarah Hari Ini, Kita dan Pelajaran "Why do We Fall" dari Didier Drogba

22 Mei 2020   10:05 Diperbarui: 22 Mei 2020   10:05 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toh, jalan Chelsea untuk meraih kesempatan kedua itu tidak mudah. Mentalitas mereka untuk bangkit kembali diuji. Dari tiga penendang, Bayern unggul 3-2 setelah Juan Mata gagal sebagai penendang pertama. Termasuk sepakan kiper Manuel Neuer.

Tapi, siapa sangka, cerita kemudian berbalik. Skor lalu sama 3-3 setelah penendang keempat Bayern, Ivica Olic, gagal dan Ashley Cole sukses menaklukkan Neuer.

Lalu, Schweinsteiger yang di semifinal menjadi penentu kemenangan Bayern saat mengalahkan Real Madrid di babak adu penalti, kali ini justru jadi pecundang. Sepakannya membentur tiang gawang.

Lantas, giliran Drogba maju. Situasi ini lagi-lagi menjadi ulangan final 2008 lalu. Seperti halnya Terry pada 2008 lalu, Drogba yang menjadi penendang terakhir, bisa menjadi penentu Chelsea juara. Bagi Drogba, itulah momen paling penting sekaligus mendebarkan dalam karier bolanya. Dia tentu tidak ingin bernasib seperti Terry dulu.

Yang terjadi, eksekusi Drogba, menjadi penalti paling dingin dalam adu penalti  itu. Manuel Neuer yang sangat percaya diri, dibuatnya hanya seperti kiper kebanyakan. Drogba sempurna mengeksekusi penalti. Chelsea pun dibawanya juara.

"Saya tidak tahu jika ada kata yang cukup untuk menggambarkan perasaan saya kala itu. Di Moskow segalanya berjalan sulit, sangat menyakitkan bagi pemain, klub dan fans. Di Munchen, kami bisa mengubah kenangan buruk itu," tegas Drogba seperti dilansir situs uefa.com.

Drogba memang lega luar biasa. Sebab, di laga itu, dia bisa saja kembali jadi pecundang seperti final 2008. Andai penalti Arjen Robben di babak pertama masa tambahan tidak diselamatkan Petr Cech, dia akan kembali disalahkan. Karena dialah penyebab penalti itu. Tetapi memang, nasib baik kali ini memeluknya erat.

Tetapi memang, semangat orang yang pernah gagal dan bersemangat ingin memperbaiki kesalahan, pembawaannya berbeda. Lebih tenang. Lebih percay diri.

Padahal, tiga bulan sebelumnya, Februari 2012, Drogba gagal mengeksekusi penalti di final Piala Afrika 2012. Kegagalan itu membuat negaranya, Pantai Gading kalah dari Zambia. Tetapi, di kota  Muenchen, Drogba bisa melupakan kenangan buruk itu.

"Saya percaya diri, meski ingatan saya di final Piala Afrika belum hilang. Tapi, saya ingin membuat semua orang di Chelsea tersenyum dan saya melakukannya," sambung Drogba.

Di tahun itu, kontrak Drogba di Chelsea berakhir. Striker berotot kekar ini lantas memilih berpetualang ke Liga Super China, bergabung dengan klub Shanghai Shenhua. Lantas menyeberang ke Turki, bergabung di klub Galatasaray.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun