Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sejarah Hari Ini, Kita dan Pelajaran "Why do We Fall" dari Didier Drogba

22 Mei 2020   10:05 Diperbarui: 22 Mei 2020   10:05 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapten John Terry maju sebagai eksekutor terakhir. Bila sepakannya masuk, Chelsea akan unggul 5-4. Juara. Yang terjadi kemudian, sampean (Anda) pasti tahu yang terjadi.

Ya, Terry yang sepakannya seharusnya berhadiah trofi paling diimpikan Chelsea, justru terpeleset ketika akan menendang. Bola sepakannya pun tidak mengarah ke gawang. Terry meratapi nasibnya. Chelsea pun akhirnya gagal setelah sepakan Nicolas Anelka diblok kiper United, Edwin van der Sar. United juara setelah unggul 6-5.

Andai saja di laga itu, Drogba tidak dikartu merah, hampir pasti dia akan masuk sebagai penendang terakhir. Bukan Terry. Dan, dengan Drogba sebagai penendang, akhir cerita laga di Moskow bisa saja berbeda.

Menemukan makna "why do we fall" di Munchen

Toh, sepak bola itu tidak kejam. Mereka yang gagal, bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan. Meski, kesempatan kedua itu mungkin diraih dengan perjuangan 'berdarah-darah'.

Dan itulah yang terjadi pada Chelsea. Chelsea dan Drogba mendapatkan kesempatan kedua itu empat tahun kemudian. Kali ini, final Liga Champions digelar di Muenchen, Jerman. Kala Chelsea meladeni Bayern Muenchen di rumahnya. Di depan lautan pendukungnya sendiri.

Kali ini, Chelsea tampil rapi meski terus-terusan diserang. Kali ini Drogba tampil tenang. Emosinya tak lagi meluap-luap. Sebagai satu-satunya pemain depan yang dipasang di laga itu, Drogba tahu apa yang harus dia lakukan.

Meski, dalam testimoninya itu, Drogba menyebut dirinya hampir saja putus asa ketika Bayern mencetak gol di menit ke-82 lewat sundulan Thomas Muller.

"Setelah gol itu, aku langsung lemas dan tak bersemangat. Tapi Juan Mata berkata kepadaku, "Tetap percaya Didi, kau harus tetap percaya". Sambil menahan tangis, saya bilang semua akan berakhir. Sebentar lagi, aku sepertinya akan menangis kencang," kenang Drogba.

Yang terjadi kemudian, di menit ke-88, Chelsea mendapatkan sepak pojok. Itu sepak pojok pertama bagi Chelsea di laga itu. Dari sepak pojok itulah, Drogba mencetak gol penyama skor dan memaksa pertandingan ke babak tambahan.

"Kau tahu siapa yang menendang sepak pojok itu? Ya, Juan Mata. Dia menendang sepak pojok itu. Dan yang terjadi selanjutnya adalah catatan sejarah baru. Pelajaran yang bisa diambil adalah: teruslah percaya?," ujar Drogba.

Pada akhirnya, Chelsea seolah mengalami situasi deja vu 2008. Mereka kembali melakoni adu penalti setelah skor tetap 1-1 hingga babak perpanjangan waktu. Bedanya, Drogba kali ini masuk daftar penendang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun