Rasanya selalu baper bila mendengar ada atlet hebat, pensiun dari panggung olahraga yang telah membuatnya 'jadi orang hebat'. Apalagi bila sang atlet ternyata pensiun dengan cara 'tidak ideal'.
Ya, setiap atlet pastinya ingin memenangi gelar impian, naik podium tertinggi sembari menerima medali yang tentu saja membanggakan bangsa di penghujung kariernya.
Begitu mungkin cara pensiun paling indah yang bisa dilakukan seorang atlet. Tapi, tidak semua atlet hebat bisa pensiun dengan cara terhebat. Namun, bagaimanapun cara mereka pensiun, dunia akan tetap mengenang mereka sebagai atlet hebat.
Pagi ini, kebaperan itu kembali muncul. Kita mendapat kabar mengagetkan. Atlet senior bulutangkis Indonesia, Tontowi Ahmad, berpamitan dari dunia yang telah ditekuninya selama lebih dari setengah umurnya.
Tontowi mengucapkan selamat tinggal pada bulutangkis melalui akun Instagram resminya. Dia menyusul mantan partnernya, Liliyana Natsir yang lebih dulu pensiun.
"Ini saatnya mengucapkan selamat tinggal untuk sesuatu yang saya tekuni lebih dari setengah umur saya, yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna, kadang susah kadang senang tetapi saya bangga dengan apa yang sudah saya capai, dimana saya bisa meraih puncak prestasi yang saya dan orang tua juga keluarga harapkan," tulis Tontowi.
Saya pun terkejut ketika pagi tadi sedang 'olahraga jari' membaca postingan-postingan di Instagram, lantas mendapati tulisan panjang dari Tontowi di akun IG nya tersebut.
Dalam beberapa jam, postingan itu sudah mendapat respons lebih dari 24 ribu followersnya. Termasuk 1500 lebih komentar yang kesemuanya pecinta bulutangkis dan mendoakan yang terbaik untuk Tontowi. Â
Ya, bagi penggemar bulutangkis, pengumuman itu mengejutkan. Sebab, banyak badminton lovers (BL) yang sebenarnya masih punya harapan, Tontowi di usianya yang masih 32 tahun, masih bisa tampil hebat dan bisa meraih gelar prestisius di nomor ganda campuran.
Namun, Owi--panggilan Tontowi, rupanya lebih memilih 'jalan sunyi' untuk berpamitan dengan bulutangkis. Dia pamit ketika bulutangkis bakan sedang "mati suri" karena wabah Covid-19. Bukan pada momen hingar bingar ketika dirinya berjaya. Seperti yang ia tuliskan dalam satu petikan kalimat di akun IG nya.
"Memang saya mengharapkan saya bisa menyudahi ini di puncak podium tetapi inilah hidup tidak selalu apa yang kita inginkan bisa tercapai seperti situasi dan kondisi saat ini. Tetapi apapun yang terjadi, saya sangat bersyukur bisa berada di posisi saya sekarang ini," tulis Tontowi.
Namun, bagaimanapun cara yang dipilih Tontowi untuk pensiun, dunia akan tetap mengenangnya sebagai atlet hebat. Para pecinta bulutangkis tidak akan pernah melupakan pencapaian dan jasa-jasa besarnya pada bangsa melalui bulutangkis.
Mengenang jejak karier hebat Tontowi
Ya, Tontowi adalah salah satu atlet bulutangkis Indonesia dengan pencapaian gelar 'nyaris komplet'. Hanya medali emas Asian Games saja yang terlewat.
Tentu saja, tidak banyak atlet bulutangkis Indonesia yang bisa meraih gelar di banyak kejuaraan bergengsi seperti atlet kelahiran Banyumas, Jawa Tengah ini.
Mengawali 'belajar' bulutangkis di klub PB Djarum pada 2005 silam, Tontowi mulai tampil membela Indonesia di turnamen BWF International Challenge di tahun 2006. Kala itu, usianya baru 19 tahun. Dia bermain di ganda campuran, berpasangan dengan Yulianti. Di tahun itu, mereka dua kali berhasil ke final, tapi hanya menjadi runner-up.
Baru di tahun 2007, pasangan Tontowi/Yulianti bisa meraih gelar. Mereka juara di Smiling Fish International 2007 dan Indonesia International 2007. Bahkan, mereka berhasil juara di level Grand Prix (lebih tinggi dari International Challenge) di Vietnam Open
Di awal-awal kariernya, selain berpasangan dengan Yulianti, Tontowi juga pernah bermain dengan Richi Puspita Dili dan juga Shendy Puspa Irawati. Namun, kita tahu, pasangan terbaik Tontowi adalah Liliyana Natsir yang usianya dua tahun lebih tua darinya.
Owi dan Liliyana mulai dipasangkan pada penghujung 2010. Bila tidak salah ingat, momen ketika mereka dipasangkan ini pernah ditampilkan dalam scene sebuah iklan. Yang jelas, kala itu, Liliyana yang baru berusia 25 tahun, sudah menjadi 'superstar' di PBSI.
Sebelumnya, berpasangan dengan Nova Widianto, Liliyana memenangi dua gelar juara dunia 2005 dan 2007, dan medali perak Olimpiade Beijing 2008. Plus gelar juara Asia dan medali emas SEA Games.
Pendek kata, Tontowi kala itu dituntut untuk bisa mengimbangi seniornya itu. Harapan PBSI kala itu, Owi-Liliyan tentu diharapkan bisa bertumbuh hebat seperti Nova-Liliyana.
Namun, Tontowi-Liliyana tidak langsung berjaya. Memang, mereka  tampil menjanjikan dengan bisa langsung meraih beberapa gelar di level Grand Prix. Tapi, di level Super Series--level tertinggi BWF kala itu, mereka masih kesulitan.
Apalagi, di masa itu, China punya duo pasangan ganda campuran, Zhang Nan/Zhao Yunlei dan Xu Chen/Ma Jin yang mendominasi turnamen BWF. Tontowi/Liliyana pernah dipermalukan Zhang/Zhao di final Indonesia Open 2011.
Rivalitas panas dengan Zhang Nan/Zhao Yunlei
Toh, rentang dua tahun awal itu ternyata proses bertumbuh bagi mereka. Di tahun 2012, mereka mulai 'meledak' dengan memenangi gelar bergengsi All England. Meski, tahun itu masih menjadi tahunnya Zhang/Zhao yang meraih medali emas Olimpiade 2012 di London.
Setahun kemudian, tahun 2013, rivalitas Tontowi/Liliyana dan Zhang Nan/Zhao Yunlei semakin menjadi. Owi/Liliyana mengalahkan mereka di final All England 2013. Namun, momen tak terlupakan adalah rivalitas mereka di Kejuaraan Dunia 2013 di Guangzhou.
Itu salah satu turnamen terbaik dalam karier Owi/Liliyana. Mereka mengalahkan Zhang/Zhao di semifinal lewat rubber game. Lantas, di final, mereka menang dramatis atas Xu Chen/Ma Jin lewat laga rubber game super dramatis. Itu gelar juara dunia pertama Owi dan Liliyana.
Silahkan menonton video ulangan pertandingannya di Youtube dan rasakan keseruannya. Betapa Owi dan Liliyana yang 'nyaris kalah', lantas come back dan berbalik menang. Sangat dramatis.
Momen puncak dalam karier Owi/Liliyana tersaji pada Olimpiade 2016 di Rio Janeiro Brasil. Lagi-lagi, ada rivalitas dengan Zhang Nan dan Zhao Yunlei. Mereka bertemu di semifinal. Owi/Liliyana menang straight game 21-16, 21-15. Lantas, mereka meraih medali emas usai mengalahkan ganda campuran Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying 21-14, 21-12.
Olimpiade 2016 menjadi fase akhir rivalitas panas mereka. Setelah itu, China muncul dengan 'prajurit' barunya. Ada pasangan Zheng Siwei/Chen Qingchen. Mereka beberapa kali terlibat di final.
Tapi, pertemuan yang paling diingat diantara mereka adalah final Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow. Kala itu, Siwei/Qingchen merupakan pasangan rangking 1 dunia. Yang terjadi, Owi/Liliyana berhasil mengalahkan mereka di final lewat rubber game ketat. Itu gelar juara dunia kedua mereka di Kejuaraan Dunia.
Menariknya, gara-gara Owi/Liliyana, China lantas 'menceraikan' Siwei dan Qingchen. Siwei dipasangkan dengan Huang Yaqiong. Dan kita tahu, pasangan ini lantas mendominasi persaingan ganda campuran. Owi/Liliyana yang sudah tidak muda lagi, pernah kalah dua kali di final Indonesia Masters 2018 dan 2019. Hingga kemudian Liliyana memutuskan pensiun.
PR Bagi PBSI menjaga prestasi ganda campuran
Tentu saja, mundurnya Tontowi Ahmad menyisakan pekerjaan rumah bagi Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Sebab, PBSI kehilangan figur pemain senior yang diharapkan bisa membimbing yang muda-muda.
Sebelumnya, selepas Liliyana pensiun, Owi sempat dicoba berpasangan dengan Winny Octavina. Sayangnya, mereka masih butuh waktu. Sementara, rivalitas di ganda campuran masa kini, sangat ketat. Karena memang, ada banyak pasangan hebat.
Sebenarnya, para BL sempat berharap, Owi dicoba dengan Apriani Rahayu yang merupakan pemain ganda putri. PBSI sempat mengumumkan mereka bermain bersama di tahun ini.
Namun, sebelum bisa melihat keduanya tampil di turnamen penting, wabah corona membuat semua turnamen BWF dihentikan. Kini, harapan itu tidak pernah kesampaian. Sebab, Tontowi sudah menyatakan mundur.
Toh, meski Tontowi pamit, kita masih harus optimis bahwa sektor ganda campuran Indonesia masih baik-baik saja di tahun-tahun mendatang.
Adalah penampilan hebat Praveen Jordan dan Melati Daeva, yang membuat pecinta bulutangkis bisa sedikit tenang. Kita tahu, Maret lalu, keduanya meraih gelar All England 2020.
Selain itu, Indonesia masih punya pasangan Hafiz Faizal/Gloria Widjaja dan Rinov Rivaldy/Pitha Mentari yang merupakan juara dunia junior 2017. Termasuk pasangan Leo Rolly/Indah Chay Sari Jamil yang merupakan juara dunia 2018.
Pada akhirnya, mari memberikan aplaus untuk Tontowi Ahmad. Memang, Mas Owi pamit dari bulutangkis melalui 'jalan sunyi. Namun, bagaimanapun caranya pensiun, dia salah satu pahlawan bagi bulutangkis Indonesia. Kita dan dunia akan tetap mengenangnya  sebagai pebulutangkis hebat yang meraih banyak gelar hebat.Â
Berikutnya, mari mendoakan Tontowi Ahmad  tetap bisa sukses di bidang apapun yang dia jalani. Sehat-sehat terus mas Owi dan keluarga. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H