Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Berkaca dari La Masia, Belajar dari Andres Iniesta

12 Mei 2020   10:44 Diperbarui: 12 Mei 2020   10:38 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andres Iniesta masuk ke La Masia di usia 12 tahun. Enam tahun kemudian, dia masuk tim senior. Yang terjadi beberapa tahun kemudian adalah sejarah. Iniesta bersama Messi dan Xavi menjadi contoh didikan paling sukses La Masia/Foto: Twitter: footballespana

Dalam hal keberhasilan memunculkan pemain-pemain muda berkualitas, apa yang dilakukan akademi sepak bola milik FC Barcelona, La Masia, kiranya bisa menjadi contoh siapa saja.

Di sana, setiap tahunnya, puluhan pemain berbakat siap tumbuh jadi bintang baru sepak bola. Di sana pula, sukses Timnas Spanyol memenangi Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2012 dirintis.

Ketika menjadi juara dunia 2010 di Afrika Selatan untuk kali pertama, 7 dari 14 pemain yang terlibat di final Piala Dunia 2010 ketika Spanyol melawan Belanda, adalah lulusan La Masia.

Anda pernah dengar nama Kike Saverio, Marc Alegre, Ilias Akhomach, Gerard Fernandez, atau Ruslan MBA?

Saat ini, nama-nama mereka memang masih terdengar asing. Mereka bermain di La Masia U-10, U-16 dan Barcelona B. Tetapi, dalam beberapa tahun ke depan, jangan terkejut jika mereka tahu-tahu sudah berstatus pemain di klub top Eropa. Mereka semua calon bintang masa depan.

Sama halnya ketika pada tahun 1998 silam, banyak orang tidak kenal dengan nama Xavi Hernandez. Kala itu, Xavi hanya bocah lulusan La Masia yang baru 'naik kelas' ke tim senior. Usianya baru 18 tahun.

Pers Spanyol kala itu menganggap Xavi terlalu belia untuk memahami taktik rumit pelatih Barcelona asal Belanda, Louis van Gaal. Saya masih ingat sebuah foto Xavi muda yang lugu saat menyimak instruksi Van Gaal dari sebuah tabloid olahraga yang saya baca saat itu.

Tetapi, beberapa tahun kemudian, tahu-tahu Xavi sudah jadi pengumpan terbaik di Eropa. Bahkan dunia. Tahu-tahunya dia sudah berjuluk master of passing karena saking akuratnya umpan yang dia kirim kepada teman-temannya. Tanpa kita sadar bahwa sukses Xavi itu proses panjang yang telah dibentuk bertahun-tahun di tempat bernama La Masia. 

La Masia menjadi potret bahwa kesuksesan seorang pemain dalam sepak bola, tidak datang tiba-tiba. Tetapi dibentuk dalam waktu lama.

Berkaca dari La Masia, memungut banyak pembelajaran

Rumah ladang yang terbuat dari batu. Begitu kolumnis The New York Times, Jere Longman menyebut kompleks La Masia. Markas La Masia memang bertempat di bangunan batu yang dibangun dari abad ke-18, sebuah bekas rumah peternakan yang terletak tepat di bawah bayangan Stadion Nou Camp. Tidak heran bila ada yang menyebutnya 'Farmhouse'.

Tiap tahun, sekitar 210 anak-anak dari mulai usia 7 tahun, masuk ke La Masia. Puluhan anak-anak usia 11-14 tahun memenuhi ruangan bersama yang terdiri dari ruang makan, perpustakaan, ruang bermain dan ruang komputer. Sementara pemain berusia 15 hingga 18 tahun, tinggal di ruangan berdekatan dengan jalan di Camp Nou. Adapun mereka yang berasal dari Barcelona, boleh tinggal di rumah bersama orang tua mereka.

Seperti halnya pondok pesantren yang membentuk anak-anak muda agar memahami ilmu agama dan menjadi manusia yang tahu tujuan hidupnya, La Masia juga begitu.

Di La Masia juga ada staf memasak, ahli nutrisi, dokter, psikologis, dan tutor (pengajar)

Di sana, anak-anak itu sedari kecil sudah diajak menerapkan ucapan filsuf Prancis, Albert Camus bahwa dalam hal tanggung jawab akan tugas, dirinya belajar dari sepak bola .

Di sana, anak-anak kecil itu diajari cara mengumpan yang benar, menendang atau membagi bola dengan temannya, juga memasukkan bola ke gawang dengan beragam teknik. Kini kita bahkan bisa melihat langsung bagaimana anak-anak itu berkembang melalui akun Instagram @fcbmasia.
 
Mereka juga dididik untuk tumbuh jadi pesepak bola yang humanis dan punya rasa hormat. Kelak, ketika menjadi pemain, mereka diharapkan masih berjiwa manusia. Bukan sebuah robot yang hanya bisa bertanding sepak bola tanpa punya ruh, hati, dan empati.

"Talenta saja tak cukup. Mereka harus memiliki kerendahan hati. Itu yang akan membuat mereka bangga sebagai manusia," ujar Carles Folguera, Direktur La Masia.

Lihatlah Messi. Atau dulu Xavi dan Iniesta. Ketika di lapangan, mereka memainkan sepak bola dengan hatinya. Mereka tekun seperti pekerja. Mereka mampu bergerak, mengumpan, dan menguasai bola dengan sangat lembut seperti seniman bola. Tapi, ketika ada di sekitar kotak penalti, mereka mendadak bisa menjelma bak sniper yang bekerja dengan ketenangan tingkat tinggi.

Mereka melakukan tugasnya dengan bertanggung jawab. Mereka melakukannya tanpa kepongahan. Tapi dengan kegembiraan. Pun ketika gol tercipta, tidak ada ekspresi merendahkan lawan. Semua itu adalah 'kebiasaan' yang sudah diajarkan di La Masia.

Di luar lapangan, mereka adalah orang rumahan yang senang menghabiskan waktu bersama keluarga dibanding begadang di klub malam. Ketiganya sadar, esok harus bangun pagi dan berlatih. Kedisiplinan dan kebersahajaan menjalani hidup itu juga berkat didikan di La Masia.

"Saya sudah berkorban dengan meninggalkan Argentina. Semuanya demi sepak bola, untuk meraih mimpi saya. Karena itu, saya tidak keluar malam untuk berpesta atau begadang," ujar Messi suatu ketika.

Pengalaman hidup terpisah dari orang tua sejak kecil membuat anak-anak itu mendapat pengalaman penting dalam menumbuhkan kemandirian dan berinteraksi dengan sesamanya.

Andres Iniesta yang masuk ke La Masia di usia 12 tahun, pernah bercerita bagaimana dirinya dulu merasakan rindu rumah (home sick) yang teramat sangat sehingga sampai rebutan telepon dengan teman-temannya untuk menelpon orang tuanya.

"La Masia is a place where lots of people live together but you are on your own," ujar Iniesta.

Iniesta, contoh sukses La Masia mendidik pemain hebat di dalam dan luar lapangan

Hampir semua klub-klub di Eropa sejatinya punya akademi untuk mendidik pemain muda. Lalu, apa hebatnya La Masia dibanding akademi sepak bola klub lainnya? Prestasi Barcelona dalam 15 tahun terakhir adalah jawabannya.

Jika Anda mengamati Barcelona bermain, utamanya di era kepelatihan Pep Guardiola dan Luis Enrique dulu, hingga Quique Setien kini, Anda akan menemukan jawabannya.

Di La Masia, pemain dipersiapkan sejak dini dengan kemampuan menguasai bola dengan melakukan umpan-umpan selama mungkin. Sampai akhirnya membuat keputusan untuk menendang ke gawang atau mengumpan ke temannya. Itulah pakem La Masia. Bahwa bola harus menjejak tanah. Umpan-umpan pendek haruslah mengalir cepat. Itulah yang disebut orang dengan Tiki-Taka.

"Di La Masia, kami dilatih untuk berkembang dengan segala kemampuan yang diperlukan sebagai pemain bagus. Kami berlatih setiap hari dengan bola melekat di kaki setiap saat," ujar Iniesta yang masuk tim senior Barca di usia 18 tahun.

Di La Masia, tim pelatih menerapkan disiplin tinggi. Bocah-bocah di sana dilatih bersabar dan dijauhkan dari pemikiran asal menang. Mereka bisa lulus dan bergabung ke tim Barcelona B jika sudah memenuhi harapan. Tapi, mereka bisa dengan cepat dikirim pulang jika gagal menunjukkan kemajuan seperti yang diarahkan.

Lulus atau dikirim pulang itu berlaku alamiah. Semuanya ditentukan skill dan sikap si bocah. Tidak ada istilah 'pemain titipan' sehingga seorang anak tahu-tahu bisa promosi ke tim senior.

Keberadaan La Masia sangat menguntungkan Barcelona. La Masia ibarat ladang sayur dengan beraneka macam sayuran yang siap dipanen kapan saja. Bila memanen sayur di kebun sendiri tentu berbeda dengan membeli sayur di supermarket. Itu jelas akan menguntungkan Barcelona secara ekonomi.

Bayangkan saja, Barcelona yang tak perlu mengeluarkan duit transfer untuk Messi, Xavi dan Iniesta. Ketika ketiganya di usia emas, tidak mungkin ada klub di planet ini yang sanggup membeli ketiganya secara bersamaan karena pasti butuh anggaran super besar.

Ketiga pemain lulusan La Masia ini bahkan pernah masuk dalam tiga besar Pemain Terbaik Dunia 2010 (FIFA Ballon d'Or) di Zurich, Swiss.

Sejak tahun 2007, selalu ada nama lulusan La Masia yang masuk nominasi Pemain Terbaik Dunia. Tetapi, masuknya tiga lulusan mereka dalam kandidat pemain terbaik dunia di tahun 2010 silam adalah pencapaian terbaik sepanjang sejarah akademi ini. Inilah masa ketika proses pematangan di La Masia berbuah sempurna.

"Kami memiliki generasi sepak bola yang mungkin akan sulit untuk mendapatkan seperti mereka (Xavi, Leo Messi dan Andres Iniesta) lagi," ucap Guardiola suatu ketika.

Saya mendadak teringat dengan La Masia karena 11 Mei hari kemarin merupakan hari jadi Andres Iniesta. Salah satu pemain tengah terbaik yang pernah dimiliki Spanyol ini genap berusia 36 tahun.  

Iniesta merupakan role model sempurna bagi image La Masia. Pemain yang hebat di lapangan, santun, dan punya banyak teman. Bahkan, fans Real Madrid yang merupakan 'musuh besar' Barcelona, tak kuasa membencinya.

Pernah pada 2015 lalu, ketika Barcelona away ke Bernabeu, markas Madrid, Iniesta mendapat standing aplaus dari suporter Madrid saat diganti di menit ke-77. Sebelumnya, Iniesta menjadi ruh permainan Barca yang menang 4-0.

Dunia juga belum lupa selebrasi golnya ke gawang Belanda di final Piala Dunia 2010 untuk Dani Jarque, sahabat dan rekan pesepak bolanya yang meninggal karena serangan jantung pada Agustus 2009. "Dani Jarque Siempre Con Nosotros" alias "Dani Jarque selalu bersama kami". Begitu pesan Iniesta untuk Dani Jarque.

Itu jadi bukti, Iniesta memang pemain spesial. Feliz compleanos, maestro !!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun