Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Berkaca dari La Masia, Belajar dari Andres Iniesta

12 Mei 2020   10:44 Diperbarui: 12 Mei 2020   10:38 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andres Iniesta masuk ke La Masia di usia 12 tahun. Enam tahun kemudian, dia masuk tim senior. Yang terjadi beberapa tahun kemudian adalah sejarah. Iniesta bersama Messi dan Xavi menjadi contoh didikan paling sukses La Masia/Foto: Twitter: footballespana

Tiap tahun, sekitar 210 anak-anak dari mulai usia 7 tahun, masuk ke La Masia. Puluhan anak-anak usia 11-14 tahun memenuhi ruangan bersama yang terdiri dari ruang makan, perpustakaan, ruang bermain dan ruang komputer. Sementara pemain berusia 15 hingga 18 tahun, tinggal di ruangan berdekatan dengan jalan di Camp Nou. Adapun mereka yang berasal dari Barcelona, boleh tinggal di rumah bersama orang tua mereka.

Seperti halnya pondok pesantren yang membentuk anak-anak muda agar memahami ilmu agama dan menjadi manusia yang tahu tujuan hidupnya, La Masia juga begitu.

Di La Masia juga ada staf memasak, ahli nutrisi, dokter, psikologis, dan tutor (pengajar)

Di sana, anak-anak itu sedari kecil sudah diajak menerapkan ucapan filsuf Prancis, Albert Camus bahwa dalam hal tanggung jawab akan tugas, dirinya belajar dari sepak bola .

Di sana, anak-anak kecil itu diajari cara mengumpan yang benar, menendang atau membagi bola dengan temannya, juga memasukkan bola ke gawang dengan beragam teknik. Kini kita bahkan bisa melihat langsung bagaimana anak-anak itu berkembang melalui akun Instagram @fcbmasia.
 
Mereka juga dididik untuk tumbuh jadi pesepak bola yang humanis dan punya rasa hormat. Kelak, ketika menjadi pemain, mereka diharapkan masih berjiwa manusia. Bukan sebuah robot yang hanya bisa bertanding sepak bola tanpa punya ruh, hati, dan empati.

"Talenta saja tak cukup. Mereka harus memiliki kerendahan hati. Itu yang akan membuat mereka bangga sebagai manusia," ujar Carles Folguera, Direktur La Masia.

Lihatlah Messi. Atau dulu Xavi dan Iniesta. Ketika di lapangan, mereka memainkan sepak bola dengan hatinya. Mereka tekun seperti pekerja. Mereka mampu bergerak, mengumpan, dan menguasai bola dengan sangat lembut seperti seniman bola. Tapi, ketika ada di sekitar kotak penalti, mereka mendadak bisa menjelma bak sniper yang bekerja dengan ketenangan tingkat tinggi.

Mereka melakukan tugasnya dengan bertanggung jawab. Mereka melakukannya tanpa kepongahan. Tapi dengan kegembiraan. Pun ketika gol tercipta, tidak ada ekspresi merendahkan lawan. Semua itu adalah 'kebiasaan' yang sudah diajarkan di La Masia.

Di luar lapangan, mereka adalah orang rumahan yang senang menghabiskan waktu bersama keluarga dibanding begadang di klub malam. Ketiganya sadar, esok harus bangun pagi dan berlatih. Kedisiplinan dan kebersahajaan menjalani hidup itu juga berkat didikan di La Masia.

"Saya sudah berkorban dengan meninggalkan Argentina. Semuanya demi sepak bola, untuk meraih mimpi saya. Karena itu, saya tidak keluar malam untuk berpesta atau begadang," ujar Messi suatu ketika.

Pengalaman hidup terpisah dari orang tua sejak kecil membuat anak-anak itu mendapat pengalaman penting dalam menumbuhkan kemandirian dan berinteraksi dengan sesamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun