Keputusan Komite Olimpiade Internasional untuk menunda penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 ke tahun depan akibat wabah Covid-19, jelas berdampak besar bagi insan olahraga di dunia. Termasuk bagi Indonesia.
Dampak yang paling mudah dilihat, para atlet yang sejak tahun lalu berlatih serius bahkan tampil di pertandingan 'kualifikasi' demi memenuhi mimpi tampil di event yang menjadi impian setiap atlet ini, kini hanya harus kembali sabar menunggu. Mereka harus kembali berlatih sembari menghitung bulan.
Belum lagi persoalan anggaran untuk kontingen Olimpiade yang harus ditata ulang. Sebab, masa persiapan yang sebelumnya tinggal beberapa bulan sebelum tampil di event resmi, kini diperpanjang menjadi setahun lagi.
Toh, penundaan Olimpiade itu ibarat dua sisi keping uang logam. Tidak melulu tentang dampak buruk bagi olahraga Indonesia. Tapi juga masih ada kabar baiknya. Utamanya bagi cabang olahraga bulu tangkis yang selama ini paling sering memberikan kebanggaan bagi Indonesia di ajang Olimpiade.
Apa saja kabar baik dan buruk penundaan Olimpiade bagi bulu tangkis Indonesia? Mari kita mulai dengan kabar baik.
Masa persiapan jadi lebih panjang
Perubahan jadwal Olimpiade akibat dampak wabah Covid-19 membuat PP Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) kini punya banyak pekerjaan rumah.
Semisal harus menyusun ulang program latihan dan persiapan atlet menuju olimpiade, hingga mengatur ulang rencana dan kuota pengiriman pemain ke turnamen BWF.
Toh, bagaimanapun, pemunduran jadwal Olimpiade selama setahun, membuat masa persiapan untuk tampil di Tokyo nanti, menjadi lebih panjang. Dari seharusnya Juli tahun ini, menjadi Juli tahun depan.
Harapannya, para pemain yang sejatinya jadi harapan tetapi selama ini masih tampil labil, dapat memoles performa mereka jadi lebih baik lagi. Serta, bisa mengevaluasi segala kekurangan yang ada selama mengikuti turnamen di awal tahun.
Dalam wawancara dengan Badminton Indonesia beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto menyebut ada dua sektor yang sejatinya menjadi harapan Indonesia, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Itu bila mengacu pada hasil di All England 2020 yang merupakan turnamen BWF terakhir yang digelar sebelum semua turnamen kemudian "di-lockdown" oleh BWF.
"Kalau dilihat dari hasil terakhir di All England 2020, pemain andalan di ganda putra masih ada kesulitan. Kami sebetulnya juga berharap banyak dari sektor tunggal putra," jelas Ahmad Budiharto seperti dikutip dari Badminton Indonesia.
Dari pernyataan pak Sekjen PBSI tersebut, walaupun tidak menyebut nama pemainnya, tetapi kita tentu tahu siapa yang dimaksud.
Ya, untuk sektor tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie yang menjadi harapan Indonesia dan sangat mungkin tampil di Olimpiade merujuk ranking BWF mereka sekarang yang ada di 8 besar, ternyata penampilannya masih labil.
Ginting yang menjadi unggulan 4 dan Jonatan yang menjadi unggulan 6, malah langsung tersingkir di putaran pertama. Itu hasil mengejutkan. Namun, apa mau dikata bila hasilnya memang begitu.
Padahal, Januari lalu, Ginting jadi juara Indonesia Masters 2020. Kala itu, di semifinal, dia menang mudah atas pemain Denmark, Viktor Axelsen yang akhirnya menjadi juara All England 2020. Sementara Jonatan mengaku masih bermasalah dengan motivasinya usai tampil buruk di Kejuaraan Beregu Asia pada Februari lalu.
Nah, bila saja Olimpiade digelar tahun ini, dengan penampilan yang masih labil, rasanya sulit membayangkan Ginting maupun Jonatan akan bisa menyamai pencapaian Taufik Hidayat saat meraih medali emas di Olimpiade 2004 Athena. Â
Karenanya, anggap saja penundaan Olimpiade 2020 ini menjadi kabar bagus bagi tunggal putra Indonesia. PBSI jadi punya waktu lebih lama untuk mempersiapkan pemain. Dan, pemain juga punya kesempatan untuk mengevaluasi apa yang kurang dari mereka lantas diperbaiki.
Marcus dan Kevin juga punya waktu mencari strategi baruÂ
Selain tunggal putra, sektor ganda putra yang sangat diandalkan, juga bisa "bernafas" dengan penundaan Olimpiade. Terlebih, pasangan ganda putra andalan Indonesia, Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya.
Kita tahu, pasangan ganda putra ranking 1 dunia ini masih kesulitan mengalahkan musuh terberat mereka, yakni ganda Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe. Dalam enam pertemuan terakhir, Marcus/Kevin selalu kalah. Termasuk kekalahan di All England 2020.
Ya, kita belum lupa, Marcus dan Kevin kalah dari Endo/Watanabe di final All England. Meski, penampilan Marcus dan Kevin di final tersebut sejatinya tidak buruk. Mereka malah mendominasi. Meski akhirnya kalah dalam perebutan poin di periode menentukan.
Kepala Pelatih Ganda Putra PBSI Herry Iman Pierngadi menyebut waktu setahun ke depan akan dimanfaatkan Herry untuk mengevaluasi performa tim ganda putra. Khususnya pasca kekalahan beruntun yang dialami Kevin/Marcus atas Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe.
Herry menyebut ada banyak evaluasi. Dia menyebut bukan hanya kekalahan tapi harus dilihat bagaimana kalahnya, proses ini yang menurutnya lebih penting untuk pembelajaran.
"Selain mencari celah kelemahan lawan, kita juga cari cara untuk perbaiki apa yang jadi kelemahan kita. Tapi kita juga jangan terlalu fokus ke satu lawan saja, masih banyak lawan yang lain yang juga harus diwaspadai," ujar Herry seperti dikutip dari laman resmi badminton.
Kita tentu berharap, periode satu tahun ke depan, bisa dimaksimalkan untuk lebih memantapkan persiapan ganda putra. Saat ini, ganda putra Indonesia punya tiga wakil di peringkat 10 besar dunia
Kevin/Marcus disusul Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan ada di peringkat 1-2. Lalu. Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto ada di peringkat keenam. Hanya akan ada dua pasangan yang dikirim ke Olimpiade.
Pada akhirnya, setelah 'puasa' selama 12 tahun sejak Markis Kido/Hendra Setiawan meraih medali emas di Olimpiade Beijing 2008, siapa sih yang tidak rindu melihat ganda putra Indonesia bisa kembali juara Olimpiade.
Kekhawatiran beberapa pemain akan kehilangan peak-nya
Nah, setelah kabar bagus, lalu apa kabar buruk penundaan Olimpiade bagi bulu tangkis?
Sebenarnya bukan kabar buruk. Tapi lebih kepada kekhawatiran. Ya, pecinta bulu tangkis pastinya khawatir, beberapa pebulu tangkis andalan Indonesia yang tengah dalam peak performance bagus jelang Olimpiade, kini harus menunggu lebih lama.
Ambil contoh pasangan ganda campuran Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti. Sejak dipasangkan pada 2018 lalu, penampilan mereka kini terus membaik. Mereka meraih dua gelar di Denmark dan Prancis di tahun 2019 lalu. Plus medali emas SEA Games. Bahkan, mereka jadi juara di All England 2020.
Padahal, kita tahu, persaingan di sektor ganda campuran sangat sangat ketat. Selain dua ganda campuran China yang menduduki rangking 1-2 dunia, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilu/Huang Dongping, masih ada ganda Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Serta ganda Jepang Yua Watanabe/Arisa Higashino. Plus ganda Eropa seperti Marcus Ellis/Lauren Smith asal Inggris yang tampil apik di All England.
Andai Olimpiade digelar sesuai jadwal, Praveen dan Melati sangat mungkin bisa meneruskan performa bagus mereka seperti di All England. Bahkan, bukan tidak mungkin, mereka mengikuti pencapaian Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir saat meraih medali emas Olimpiade Rio 2016 lalu. Â
Kini, setelah Olimpiade resmi mundur setahun, pelatih ganda campuran PBSI punya PR berat untuk menjaga konsistensi penampilan mereka. Kita tentu berharap, Praveen dan Melati tetap tampil stabil.
Selain ganda campuran, penundaan Olimpiade sejatinya juga merugikan bagi ganda putra Indonesia, termasuk pasangan senior, Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan yang juga sedang di peak performance.
Mereka kini ada ada di ranking dua dunia. Dengan Marcus/Kevin ada di ranking 1 dunia, itu sangat menguntungkan untuk pengundian di Olimpiade. Artinya, dua pasangan Indonesia (karena setiap negara maksimal hanya mengirimkan dua wakil di tiap sektor) tidak akan bertemu di babak awal.
Dengan usia Hendra dan Ahsan yang kini sudah 35 tahun dan 32 tahun, pelatih juga harus menerapkan program khusus yang tentu berbeda dengan pola latihan Marcus/Kevin atau Fajar/Rian.
"Khusus untuk Hendra/Ahsan yang sudah senior, semakin bertambah usia kan stamina semakin menurun, ini yang harus dijaga. Program khusus ada, tapi sekarang belum bisa dibicarakan karena masih terkendala libur karena wabah Corona," sambung Herry IP.
Pada akhirnya, untuk saat ini, masih terlalu dini untuk berandai-andai pencapaian pebulu tangkis Indonesia di Olimpiade nanti. Kita hanya bisa berharap, semua atlet dan pelatih dalam kondisi sehat, terus menjaga kondisi selama pandemi virus ini.Â
Dan, kelak ketika rangkaian turnamen BWF kembali diputar, kita berharap penampilan mereka tetap keren dan konsisten menuju Olimpiade tahun depan. Salam bulu tangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H