Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kolaborasi Itu Penting, tapi Jangan Kerja Bareng dengan "Orang-orang Ruwet"

14 Maret 2020   06:32 Diperbarui: 17 Maret 2020   11:27 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkolaborasi dalam pekerjaan itu penting. Hasil yang diraih akan bisa lebih besar. Namun, jangan berkolaborasi dengan orang-orang yang salah yang malah akan membawa masalah/Foto: Rumah Inspirasi

Sehingga, dia berat hati mengerjakan revisi-an tersebut. Ketika diajak berkumpul untuk menuntaskan revisian, dia sulit datang dengan berbagai alasan. Pesan lewat WA juga slow respons. Sementara deadline semakin dekat.

Akhirnya, saya dan sesama kawan penulis tersebut lantas mencari orang baru untuk menuntaskan buku tersebut. Ternyata, ada kawan yang meski 'bekerja jarak jauh', tapi dalam semalam bisa menuntaskan semua revisian itu. 

Covernya diganti jadi lebih oke. Desain halaman juga lebih cantik. Semua typo juga sudah dibetulkan. Sementara orang sebelumnya. Ah sudahlah.

Pengalaman itu menyadarkan saya. Bahwa mengajak kolaborasi teman, meski niatnya menolong agar dia mendapatkan pemasukan, tidak bisa sembarangan. Harus selektif. Harus memilih orang yang memang mau bekerja. Tidak mudah mengeluh. Tidak ruwet.

Juragan yang perhitungan (untuk tidak menyebut pelit)

Selain mengerjakan buku, saya juga pernah merasakan bekerja sebagai editor di majalah bulanan milik sebuah instansi. Pekerjaan yang sebenarnya menyenangkan.

Sebagai editor, saya harus berkolaborasi dengan lebih banyak orang. Dengan juragan/atasan yang mendapatkan pekerjaan itu. Dengan beberapa kawan yang menulis. Juga berkomunikasi dengan instansi pemerintahnya.

Kebetulan, juragan itu memiliki dua kerjaan majalah di dua instansi berbeda. Saya hanya menjadi editor di salah satu majalah. Namun, beberapa kawan yang menulis dan desain lay out, ternyata dipekerjakan di dua majalah sekaligus.

Masalah muncul ketika urusan penggajian. Terkadang, gaji yang seharusnya diberikan awal bulan, molor beberapa hari. Meski, itu masih bisa dipahami. Tidak jadi masalah besar.

Namun, yang sulit dipahami adalah kawan yang bekerja sekaligus di dua majalah tersebut, ternyata digaji pas-pasan. Bahkan terbilang sedikit karena masih jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK). Pun, ketika pergantian tahun, kenaikan gaji yang mereka inginkan, ternyata hanya tidak seberapa.

Sementara, tenaga mereka "diperas" untuk memberesi dua majalah bulanan dengan deadline yang hampir berbarengan. Imbasnya,  mereka mulai kehilangan semangat bekerja. Sebab, mereka merasa tidak mendapatkan reward yang seharusnya. Padahal, nilai kerjaan itu lumayan besar.

Idealnya, dalam pengerjaan majalah seperti itu, seharusnya satu majalah dikerjakan satu tim. Bukan dua tim untuk dua majalah. Tetapi, demi alasan efisiensi alias perhitungan, satu tim itupun dipaksa "kerja rodi" memberesi dua majalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun