Ironisnya, ini kekalahan ketiga Man.City dari Man.United di musim 2019/20. Sejak Guardiola masuk melatih Manchester Biru--julukan Man.City pada musim 2016/17, baru kali ini dia kalah tiga kali dari Manchester United dalam satu musim.
Kekalahan dari United ini juga menjadi kekalahan ketujuh City di Liga Inggris musim ini. Bagi Guardiola yang kini berusia 49 tahun, dalam sepanjang kariernya melatih, itu jumlah kekalahan terbanyak. Padahal, itu masih mungkin bertambah karena City masih punya sisa 10 laga.
Musim lalu, saat membawa Man.City juara Premier League back to back, Guardiola kalah 6 kali dalam semusim. Lalu saat di Barcelona musim 2008/09 dan Bayern Munchen musim 2014/15, paling banyak dia kalah 5 kali.
Mungkinkah Guardiola juga tengah menuju masa senja kala nya sebagai pelatih?
Ah, rasanya terlalu cepat bila menyebut Guardiola 'habis' hanya karena hasil buruk musim ini, setelah rentetan pencapaian bagus dalam kariernya.
Tapi yang jelas, nasib Guardiola masih lebih bagus dibandingkan Mourinho. Lha wong Guardiola sudah meraih dua trofi di musim ini. Yakni Community Shield di awal musim dan Piala Liga (Carabao Cup).
Dan di Liga Champions, Man.City yang baru akan bermain di pekan depan, juga dalam posisi menguntungkan untuk lolos ke perempat final. City akan menjamu Real Madrid di leg II. Kemenangan 1-2 di markas Madrid pada leg I, membuat City hanya butuh hasil imbang untuk lolos ke perempat final Liga Champions.
Dengan situasi di Premier League di mana Liverpool hanya butuh dua kemenangan lagi untuk menjadi juara dari 9 laga sisa, Guardiola rasanya sudah akan mengalihkan fokus ke Liga Champions.
Guardiola tentunya penasaran dengan sentilan Eto'o dulu. Apa iya, dirinya hanya bisa juara Liga Champions bersama Barcelona sementara Mourinho bisa juara bersama Porto.
Setelah gagal di Bayern, masak sih dirinya juga tidak bisa juara Eropa dengan tim yang dihuni banyak pemain top seperti Man.City. Inilah yang akan menjadi target utama Guardiola di akhir sisa musim ini.
Andai Guardiola dan Mourinho ternyata tidak bisa melangkah jauh di Liga Champions musim ini, rasanya tidak berlebihan bila menyebut keduanya memang tengah berada dalam senja kala. Karier dan prestasi mereka mulai memasuki era gelap. Seperti makan senja yang merupakan waktu setengah gelap setelah matahari terbenam.Â