Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Seperti Thibaut Courtois, Kita Semua Bisa Bangkit dari "Episode Buruk" dalam Hidup

13 Februari 2020   09:16 Diperbarui: 16 Februari 2020   19:51 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thibaut Courtois, bangkit dari episode buruk dalam hidupnya. Kini, ia kembali diakui sebagai salah satu kiper terbaik di dunia/Foto: Goal.com

Laga Real Madrid menjamu Celta Vigo di Santiago Bernabeu pada pekan ke-24 Liga Spanyol, Minggu (16/2) malam nanti, akan terasa istimewa bagi Thibaut Nicolas Marc Courtois. Penjaga gawang Real Madrid asal Belgia ini akan menerima penghargaan spesial.

Kiper berusia 27 tahun ini akan dianugerahi penghargaan Pemain Terbaik Liga Spanyol edisi Januari 2020. Sebelumnya, pihak Liga Spanyol telah menyampaikan woro-woro pada awal pekan ini.

Dikutip dari media Spanyol, Marca, Courtois diganjar penghargaan ini seiring penampilan apiknya dalam mengawal gawang Madrid. Sepanjang Januari 2020, gawang Courtois hanya kemasukan dua gol. Dia mencatat tiga kali clean sheet dari lima laga.

Courtois menjadi pemain Real Madrid pertama yang memenangi penghargaan individu bulanan di Liga Spanyol musim 2019/20 ini.

Sebelumnya, pemenang Pemain Terbaik Bulanan Liga Spanyol diraih Martin Odegaard (September), Karl Toko Ekambi (October), Lionel Messi (November), dan Luis Suarez (December).

Kali terakhir ada pemain Madrid yang meraih penghargaan ini adalah Cristiano Ronaldo pada Mei 2017 silam.

Courtois juga menjadi kiper pertama yang memenangi penghargaan ini sejak musim 2013/14 silam. Menariknya, kiper terakhir yang memenanginya enam tahun silam adalah Keylor Navas yang kala itu membela Levante.

Kita tahu, semusim kemudian, Navas pindah ke Madrid dan meraih banyak gelar. Lantas, posisinya sebagai kiper nomor satu Madrid, digantikan Courtois sejak dua musim lalu.

Namun, di atas semua fakta-fakta keren atas pencapaian Courtois tersebut, ada pelajaran penting dari sukses kiper bertinggi badan 1,99 meter ini.

Bahwa, pencapaian Courtois jadi bukti bila setiap orang bisa bangkit dari episode paling buruk dalam hidupnya. Seperti judul lagu yang terkenal itu, Badai Pasti Berlalu.

Courtois pernah terpuruk di musim pertamanya di Real Madrid
Sampean (Anda) yang mengikuti bagaimana kiprah Courtois sejak kali pertama membela Madrid di musim 2018/19 silam, mungkin tidak mengira bila dia akhirnya bisa menjadi yang terbaik. 

Bukan hanya kiper terbaik. Tapi terbaik dari semua pemain yang tampil di Liga Spanyol selama Januari.

Sebelum datang ke Madrid, Courtois sejatinya sudah jadi kiper hebat. Dia sering jadi kiper terbaik. Lha wong dia jadi kiper terbaik di Piala Dunia 2018. 

Dia mendapatkan penghargaan FIFA World Cup Golden Glove 2018. Courtois melakukan 27 saves, lebih banyak dari kiper lainnya.

Dia juga pernah menjadi kiper terbaik Liga Inggris musim 2016/17 kala membela Chelsea. Termasuk kiper terbaik Liga Spanyol musim 2012/13 kala berkostum Atletico Madrid.

Semua gelar individu hebat itu, terlebih predikat kiper terbaik dunia, seharusnya membuat Courtois tidak menemui kendala kala kembali bermain di Liga Spanyol. Toh, itu bukan liga asing baginya. Meski, secara tekanan, bermain di Real Madrid berbeda dari Atletico Madrid.

Namun, kenyataannya, Courtois pada musim perdananya malah tampil buruk. Bahkan sangat buruk. Diharapkan bisa menggantikan Keylor Navas sebagai kiper utama karena nama besarnya yang dianggap selaras dengan nama besar Madrid, Courtois malah jeblok.

Bayangkan, tampil 35 kali di seluruh kompetisi, gawang yang dijaga Courtois kebobolan 48 gol. Courtois kemasukan hampir satu gol lebih per pertandingan. Bahkan dia cuma mencatatkan 10 clean sheet.

Tidak sedikit yang menyebut penampilan Courtois itu karena imbas "doa buruk" dari pendukung Chelsea. Maklum, dia memang pergi dari Chelsea dengan tidak baik-baik. 

Begitu tahu dirinya diminati Madrid sementara Chelsea tidak berniat melepasnya, Courtois "bermain drama" dengan tidak ikut berlatih. Dia ingin keluar.

Dan memang, bagi pesepak bola, salah satu cara mudah bila ingin dimusuhi fans adalah ketika dia meninggalkan klub dan pindah ke klub baru dengan cara tidak keren. Lewat "cara putus" yang tidak baik-baik.

Penampilan amburadul Courtois juga tidak lepas dari buruknya situasi internal yang terjadi di Real Madrid. Kita tahu, di musim 2018/19, Madrid juga bermasalah. Bayangkan, dalam satu musim mereka sampai harus mempekerjakan tiga pelatih.

Madrid memecat pelatih Julen Lopetegui pada Oktober 2018. Dia hanya melatih tiga bulan. Lantas, masuk Santiago Solari yang kala itu merupakan pelatih Madrid B. 

Solari pun tak bertahan lama. Pada 11 Maret 2019, manajemen Madrid kembali memanggil Zinedine Zidane untuk menggantikannya. Pantas saja, Madrid tidak mendapatkan apa-apa di musim 2018/19. Termasuk gagal mempertahankan gelar Liga Champions.

Sempat dicadangkan Zidane di awal musim 2019/20
Jelang memasuki musim baru 2019/20, Courtois punya asa baru. Dia sempat melontarkan psywar bahwa dirinya-lah kiper nomor 1 Madrid, bukan Navas. Dan memang, Madrid menjual Navas ke Paris Saint Germain.

Madrid pun dicibir melupakan jasa besar Navas. Mereka dianggap lebih mementingkan brand dibanding kualitas. Karena memang, secara nama, Courtois dianggap lebih "menjual" ketimbang Navas.

Yang terjadi, Courtois belum mampu move on. Di empat laga awal Liga Spanyol musim 2019/20, gawang Madrid jebol 6 kali. 

Puncaknya ketika Madrid kalah 0-3 dari PSG di matchday I Liga Champions. Sial bagi Courtois, media lantas membandingkan dirinya dengan Navas, kiper PSG.

Toh, selama September, Courtois lantas tampil bagus. Dia mencatat tiga clean sheet dari tiga pertandingan. Namun, petaka terjadi di awal Oktober. Ketika Madrid menjamu tim Belgia, Club Brugge di matchday II Liga Champions.

Gawang Madrid jebol dua kali di babak pertama. Dan keduanya karena kesalahan Courtois dalam mengambil posisi. Zidane bahkan lantas mengganti Courtois saat jeda dengan Alphonse Areola.

Kesabaran Zidane pada Courtois rupanya habis. Empat hari setelah melawan Brugge, Zidane mencadangkan Courtois saat Madrid menang 4-2 atas Granada di Liga Spanyol (5/10).

Kolumnis ESPN asal Spanyol, Sid Lowe dalam ulasan berjudul "Why Thibaut Courtois is struggling to win over Real Madrid fans" yang terbit pada 5 Oktober 2019 lalu, menggambarkan masa-masa suram Courtois di Bernabeu.

Sid Lowe menampilkan adegan ketika Zidane akhirnya mencadangkan Courtois setelah penampilan amatiran saat melawan Brugge.

Ketika ditanya wartawan perihal Courtois yang dicadangkan, Sid Lowe mengilustrasikan Zidane hanya berujar "He had....things". Zidane seolah tak mampu lagi menemukan penjelasan yang lebih baik.

Sebelumnya, usai laga melawan Brugge, Zidane memang sempat berucap "perkataan terlarang" yang seharusnya tidak diucapkan pelatih. Dia menyalahkan Courtois.

"In the first half we can blame Courtois," Zidane said afterward. "But it is all of us, me above all".

Courtois bangkit setelah mendapat "hukuman"
Dan memang, dalam ranah pekerjaan, punishment alias hukuman itu bagus untuk menyadarkan seseorang. Seorang karyawan yang tidak bekerja dengan baik, perlu mendapatkan teguran peringatan.

Tujuannya, agar yang bersangkutan bisa melakukan introspeksi. Agar dia sadar bahwa posisinya tidaklah tidak tergantikan. Atasan dan perusahaan tempatnya bekerja, bisa dengan mudah menggantikannya dengan orang lain yang mau bekerja lebih baik.

Nah, di sepak bola, teguran itu macam-macam bentuknya. Bisa potong gaji. Bisa diganti ketika pertandingan berlangsung. Namun, teguran paling keras adalah ketika seorang pemain yang biasanya jadi pemain inti, lantas dicadangkan. Situasi itulah yang dialami Courtois.

Zidane seperti ingin memberikan ruang perenungan kepada Courtois. Dia seolah ingin berkata begini: "Thibaut, kamu itu kiper bagus, mengapa kamu tidak bisa tampil dengan standar terbaikmu. Apa yang salah denganmu?"

Sepekan kemudian, Zidane memberi maaf Courtois. Dia kembali memainkannya saat melawan tuan rumah Real Mallorca (20/10). Yang terjadi, Madrid kalah 0-1.

Toh, itu jadi kekalahan terakhir Madrid di tahun 2019. Setelah itu, Madrid langsung melesat. Seiring lini pertahanan yang membaik yang memberi proteksi lebih pada gawang Madrid, Courtois semakin percaya diri. Dia ikut membawa Madrid tak terkalahkan dalam 12 pertandingan.

Kini, hingga pekan ke-23, Real Madrid memuncaki klasemen Liga Spanyol keunggulan tiga poin atas Barcelona. Courtois punya peranan penting.

Sebab, lini belakang jadi salah satu kunci sukses Madrid. Mereka cuma kebobolan 11 gol dari 20 laga terakhir liga. Courtois bahkan mencatatkan 11 clean sheet di liga, lebih banyak ketimbang perolehannya musim lalu.

Apa rahasia kebangkitan Courtois?
Dalam ulasannya di Goal berjudul "Courtois long journey back to the top with Real Madrid" Rabu (12/2) kemarin, penulis bola Spanyol, Rik Sharma menggambarkan jatuh bangunnnya Courtois.

Seperti judul tulisannya, Courtois seolah melakoni perjalanan sangat panjang untuk kembali tampil sebagai dirinya yang seharusnya.

Menariknya, Rik Sharma menampilkan statement Courtois saat diwawancara Real Madrid TV. Sang kiper membuka rahasia kebangkitannya.

"I've grown a lot as a person," ujarnya.

Courtois mengaku mendapatkan banyak pelajaran hidup dari periode buruk yang dilaluinya musim lalu. Begitu juga di awal musim ini. 

Kesulitan itulah yang lantas membuatnya bertumbuh semakin tegar. Menjadi manusia bermental kuat.

"I've been strong mentally and kept growing as a person. The key is not to lose confidence in yourself. If you can't be confident in yourself, forget about it. You have to be confident".

Ya, seperti kata Courtois, kuncinya adalah tetap percaya pada kemampuan diri sendiri. Sebab, bila menghadapi kesulitan lantas kita kehilangan percaya dirinya, tidak akan ada cerita kebangkitan.

Dari Courtois, kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa, hidup tak selalu bersikap manis kepada kita. Terkadang, ia begitu kejam. Seakan menyiksa kita hingga kita merasa ingin menyerah. Namun, percayalah, bahwa situasi sulit itu sejatinya yang menempa kita. Menguatkan mental kita.

Kita jadi bisa punya ruang untuk melakukan perenungan terhadap apa yang sebenarnya berjalan keliru. Lantas mencoba bangkit memperbaikinya. 

Meski mungkin hasilnya tidak terlihat cepat. Terkadang butuh waktu lama. Tapi kuncinya, seperti Courtois, jangan pernah kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun