Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Anthony Ginting dan Pesan Moral dari Final Indonesia Masters 2020

19 Januari 2020   07:42 Diperbarui: 19 Januari 2020   11:02 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting (kanan) usai mengalahkan Viktor Axelsen di semifinal kemarin. Malam nanti, Ginting akan menghadapi Anders Antonsen di final Indonesia Masters 2020/Foto: badmintonindoensia.org

"Rasanya senang bisa kembali juara. Terima kasih untuk semua suporter di Istora. Terima kasih untuk pelatih, dan semua yang mendukung saya. Saya juga mempersembahkan gelar ini untuk Kento Momota. Semoga dia segera pulih dan kembali bermain di lapangan".

Saya mengandaikan akan seperti itu salah satu potongan komentar dari perayaan gelar Anthony Sinisuka Ginting di akhir final Indonesia Masters 2020 di Istora, Senayan.

Dalam komentar selebrasi juaranya, Ginting tidak lupa untuk menyapa Momota. Lawan paling tangguh sekaligus kawan baiknya, yang kini masih dalam pemulihan kondisi usai pekan lalu mengalami tabrakan mengerikan di Kuala Lumpur.

Lho, memangnya Ginting sudah jadi juara?

Kan saya bilang mengandaikan. Lha wong final Indonesia Masters 2020 baru akan digelar Minggu (19/1) malam nanti. Malah menurut jadwal, dari lima laga final, Ginting akan bermain di laga terakhir. Dia akan menghadapi pemain Denmark yang juga juara bertahan, Anders Antonsen.

Kemarin, Ginting baru memastikan lolos ke final usai mengalahkan pemain asal Denmark, Viktor Axelsen. Ginting menang straight game 22-20, 21-11 atas juara dunia tunggal putra 2017 itu.

Pesan moral dari rivalitas Ginting-Momota
Memangnya, ada apa dengan Kento Momota sehingga dia begitu istimewa sampai namanya disebut Ginting meski orangnya tidak ikut hadir di Jakarta?

Sebenarnya, ini bukan tentang istimewa atau tidaknya seorang atlet tertentu. Terlepas dia memang seorang juara dunia. World number one.

Terlepas, Ginting memang punya hubungan baik dengan Momota. Lihat saja bagaimana adegan akhir setiap kali keduanya bertemu di lapangan. Selalu menyenangkan dilihat. Padahal, keduanya baru saja "gegeran" di lapangan.

Namun, ini lebih tentang adanya perasaan yang sama sebagai atlet yang mencari prestasi dan penghidupan di lapangan bulu tangkis. Ada simpati. Bahkan mungkin empati. Ini pelajaran moral.

Bahwa, seberapa kuat sebuah rivalitas, ia akan luluh oleh rasa kemanusiaan. Bahwa, ketika ada atlet lain yang tertimpa musibah, selayaknya atlet lainnya ikut merasakan musibah tersebut. 

Itulah yang dilakukan Anthony Ginting. Saat sesi jumpa pers jelang dimulainya Indonesia Masters 2020, Senin (13/9) lalu, Ginting tidak terlalu mengumbar kata-kata memburu gelar. Meski, dia tahu, dengan tidak tampilnya Momota, peluangnya untuk juara, jelas menjadi lebih besar.

Ginting malah ikut berkomentar perihal kecelakaan yang menimpa Momota pada Senin (13/9) pagi. Sembari memastikan Indonesia Masters 2020 akan tetap punya greget meski tanpa kehadiran Momota. Sehari sebelumnya,pemain Jepang ini menjadi juara Malaysia Masters 2020.

Dikutip dari Kompas.com, Kento Momota mengalami kecelakaan di Jalan Tol Malaysia (Maju Express Highway) dalam perjalanan menuju bandara Kuala Lumpur. Mobil yang ditumpangi Momota menabrak truk sehingga sopir meninggal dunia.

Akibat kecelakaan ini Momota dikabarkan mengalami patah tulang hidung dan pipi serta menerima jahitan di bibirnya. Dia sempat dirawat intensif di rumah sakit. Dia pun harus beristirahat selama dua bulan ke depan demi memulihkan kondisi dan menyembuhkan mentalnya.

"Saya berharap Kento Momota tidak mengalami cedera serius sehingga bisa kembali bermain," kata Ginting seperti dikutip dari
kompas.com.

Bila harus mengandaikan, di turnamen manapun, meski peluangnya untuk juara lebih besar tanpa kehadiran Momota, rasanya Ginting akan lebih senang bila berjumpa Momota di lapangan. Apalagi bila perjumpaan itu terjadi di final.

Penggemar bulu tangkis pun rasanya akan senang bukan main bila bisa melihat duel Ginting vs Momota di Istora. Karena memang, duel keduanya menjadi salah satu yang paling seru di bulu tangkis sekarang ini.

Ginting ingin mengakhiri penasaran kalah di final
Toh, itu hanya pengandaian. Kenyataannya, Momota sejak awal ingin absen demi menjaga kondisinya. Yang terjadi sebenarnya, Ginting akan bertemu Antonsen di final Indonesia Masters malam nanti.

Saya pribadi sebenarnya berharap Ginting bisa bertemu pemain Hong Kong, Lee Cheuk Yiu. Sebab, Ginting akan berkesempatan menuntaskan kekalahan kontroversial dari Lee di Hong Kong Open pada akhir tahun lalu.

Penggemar bulu tangkis tentu masih ingat laga itu. Di masa poin kritis di game ketiga, upaya Ginting menyambar shuttlecock malah dinyatakan foult oleh wasit karena raketnya dianggap melewati batas net. Padahal, raketnya tak menyentuh net. Lee pun akhirnya menang 22-20.

Kontroversi itu sempat jadi trending topic. Badminton lovers Indonesia yang sebal, sempat "menyerbu" Lee di media sosial. Bahkan, akun WBF pun tidak lepas jadi sasaran pelampiasan kekesalan netizen Indonesia. Menariknya, Antonsen kala itu ikut berkomentar bahwa apa yang dilakukan Ginting bukanlah foult.

Namun, harapan itu tidak kesampaian. Bukan Lee Cheuk. Melainkan Antonsen yang akan menjadi lawan Ginting. Di semifinal kemarin, Antonsen mudah saja mengalahkan Lee 21-9, 21-14.

Bagaimana peluang Ginting?

Final malam nanti akan menjadi kesempatan Ginting untuk juara di awal tahun. Sekaligus mengakhiri rasa penasarannya. Ya, sepanjang tahun 2019 lalu, Ginting diliputi penasaran. Betapa gelar sudah di depan mata, tapi selalu tak bisa diraih

Berkali-kali, tepatnya lima kali, pebulutangkis kelahiran Cimahi, Jawa Barat ini tampil di babak final BWF Word Tour sepanjang tahun 2019 lalu. Namun, dia selalu kalah di final.

Tiga kali dia kalah dari Kento Momota yang memang menjadi monster sepanjang tahun 2019 lalu. Sekali kalah dari rekan sepelatnas, Jonatan Christie di Australia. Lalu, kekalahan kontroversial di Hong Kong Open dari Lee Cheuk Yiu.

Penampilan stabilnya di Indonesia Masters 2020 menjadi cerminan semangat besarnya untuk mengakhiri penasaran. Ginting tak pernah kehilangan game. Dia selalu menang straight game.

Dari menang atas pemain India, Parupalli Kashyap di putaran pertama. Lantas mengalahkan seniornya, Tommy Sugiarto. Berlanjut kemenangan atas pemain Tiongkok, Huang Yuxiang yang sekaligus membalas kekalahan di Malaysia Masters pekan lalu.

Dan sore kemarin, Ginting mengalahkan Axelsen. Kemenangan atas Axelsen ini menjadi salah satu penampilan terbaik Ginting di turnamen ini.

"Saya senang hari ini bukan cuma karena masuk final, tapi tadi mainnya bagus. Saya merasa puas sama performa hari ini, saya bisa mengatasi lawan dengan baik," kata Anthony Ginting dalam wawancara dengan badmintonindonesia.org.

Antonsen punya semangat lebih bila tampil di Istora
Kualitas Antonsen sejatinya tidak beda jauh dengan Axelsen. Namun, ketika bermain di Istora, Antonsen seperti punya semangat lebih. Bisa dibilang, Istora lebih ramah padanya ketimbang dengan Axelsen.

Kita masih ingat di Indonesia Masters tahun 2019 lalu, Antonsen membuat kejutan hebat. Meski tidak diunggulkan, pemain berusia 22 tahun ini berhasil juara. Dia mengalahkan Momota di final lewat rubber game.

Sebelumnya, di semifinal, Antonsen bisa mengalahkan Jonatan Christie. Dia tidak keder meski "diteror" oleh suporter Indonesia yang jelas mendukung Jonatan.

Fakta satu lagi, di Indonesia Open 2019 yang juga digelar di Istora pada pertengahan Juli, Antonsen lagi-lagi bisa tampil di final. Meski, dia kalah rubber game dari Chou Tien-chen.

Nah, tahun 2020 ini, Antonsen seperti kembali mengulangi peruntungannya di Istora. Dia bisa beradaptasi dengan baik kala bermain di Istora. Utamanya kesiapan mentalnya dalam menghadapi teriakan suporter Indonesia.

Ya, dalam perjalanan menuju final, Antonsen kembali berhadapan dengan Jonatan Christie yang tentu saja didukung publik Istora. Dia kembal bisa mengalahkan Jonatan seperti tahun lalu. Bedanya, bila tahun lalu menang di semifinal, kali ini di babak perempat final. Bila tahun lalu menang straight game, kali ini dia menang rubber game.

Toh, Ginting berbeda dengan Jonatan. Bila Jonatan masih kesulitan juara di turnamen BWF Super 500, Ginting sudah melakukannya. Dia juara di Indonesia Masters Super 500 di tahun 2018. Juga juara di China Open Super 1000 tahun 2018.

Ya, final malam nanti akan menjadi pertemuan dua juara Indonesia Masters di dua edisi terakhir. Namun, saya merasa kali ini momennya Ginting.

Ginting ingin juara di rumahnya sendiri. Dia ingin mengawali tahun 2020 dengan keren. Sekaligus mengakhiri penasaran lima kali kalah di final di tahun 2019 lalu. Dan, dengan gelar juara, Ginting juga ingin memberikan motivasi kepada Momota agar segera kembali bermain. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun