Timnas Indonesia U-22 berhasil mengawali penampilan di cabang olahraga (cabor) sepak bola SEA Games 2019 dengan awalan terbaik dalam delapan tahun terakhir. Ya, dua kemenangan beruntun atas Thailand dan Singapura, menjadi start paling oke Timnas dibanding penampilan di SEA Games di tiga edisi terakhir (2017, 2015, 2013).
Kali terakhir Timnas menang beruntun di dua laga awal penyisihan grup terjadi di SEA Games 2011 saat Indonesia menjadi tuan rumah di Jakarta. Namun, tetap saja, di SEA Games tahun ini lebih keren. Sebab, bila delapan tahun lalu, Timnas "hanya" menang atas Kamboja dan Singapura, tahun ini ceritanya berbeda.
Di laga awal, Timnas asuhan Indra Sjafri langsung bisa mengalahkan Thailand yang merupakan juara bertahan dan tim yang paling sering juara dengan skor 2-0 (26/11). Dua hari kemudian, Kamis (28/11) tadi malam, Timnas mengalahkan Singapura juga dengan skor 2-0 di Rizal Memorial Stadium.
Pertanyaannya, apakah dua kemenangan Timnas di dua laga awal sepak bola SEA Games 2019 yang dimainkan di 'stadion bertuah' itu, telah mampu mengubah orang-orang yang selama ini pesimis terhadap timnas, menjadi optimistis? Bolehkan kita mulai berharap bahwa Timnas akan bisa meraih medali emas di SEA Games 2019 Filipina?
Pertanyaan ini rasanya perlu diapungkan. Sebab, selama ini, ketika bicara timnas, apalagi di ajang SEA Games, ada lebih banyak orang yang merasa pesimis ketimbang mereka yang optimis.
Mereka yang pesimis menganalogikan bahwa mencari kabar baik dari timnas Indonesia di ajang SEA Games itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Sementara mereka yang optimis, tinggal berucap: "toh yang penting ada jarum yang bisa dicari dalam tumpukan jerami tersebut".
Sebenarnya, orang-orang pesimis itu sejatinya memiliki rasa cinta yang sama dengan mereka yang optimis. Namun, karena seringkali dikecewakan dari tahun ke tahun, mereka jadi enggan berharap. Mengutip kata Goenawan Mohamad di bukunya "Pagi Dan Hal-Hal Yang Dipungut Kembali", seorang pesimis sebenarnya menyembunyikan harapan tapi takut kecewa.
Tetapi memang, mendukung Timnas itu tidak mudah. Urusan mendukung tim sepak bola, dimanapun ceritanya sebenarnya sama. Kadang gembira. Kadang kecewa. Namun, bila mendukung timnas tampil di SEA Games, lebih banyak kecewanya.
Sejak pria Rusia bernama Anatoli Fyodorovich Polosin dengan pemain seperti Ferryl Raymond Hattu, Aji Santoso, Sudirman, Peri Sandria hingga Widodo Cahyono Putro membawa Tim Merah Putih memenangi emas SEA Games 1991 di Manila, kisah sepak bola kita di SEA Games selalu saja berakhir pahit.
Tahun ini, genap 28 tahun sejak kali terakhir kita merasakan nikmatnya juara SEA Games. Bayangkan, 28 tahun tak pernah juara. Itu lamanya sudah sama seperti pendukung Liverpool yang menunggu timnya bisa juara Liga Inggris.
Bila mereka yang pesimis terhadap Liverpool acapkali mengucap kata "next year" untuk meledek tim berkostum merah ini ketika gagal di tahun ini dan akan mencoba di tahun berikutnya, seperti itu pula gambaran mereka yang pesimis terhadap peluang timnas.