Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Di Usia 34 Tahun, Ronaldo Belum Mau "Pulang dari Pasar Malam"

15 November 2019   09:21 Diperbarui: 15 November 2019   09:20 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti pasar malam".

Begitu bunyi salah satu pertanyaan, lebih tepatnya pesan tersirat Pramoedya Ananta Toer di buku novel "Bukan Pasar Malam". Salah satu buku yang paling saya suka dari sekian banyak karya-karya fenomenal eyang Pramoedya.

Bukunya lumayan tipis. Tidak setebal buku Bumi Manusia. Tapi, membacanya, kita seperti masuk ke 'supermarket pesan kehidupan'. Di mana setiap lembar, seolah tersedia rak-rak pesan mulia yang bisa kita pungut. 

Salah satu yang paling diingat adalah tentang filosofi pasar malam. Kata Pram, di pasar malam, pengunjung datang seorang-seorang. Mereka juga pulang seorang-seorang.

Itu merupakan metafora. Bahwa di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali 'pulang'. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. "Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana," tulis Pramoedya.

Filosofi pasar malam itu tidak dimaknai hanya urusan lahir dan matinya manusia yang tidak berbarengan satu sama lain. Kehidupan di pasar malam juga tepat untuk menggambarkan betapa orang-orang yang bekerja, dibatasi usia. Bila sampai pada usia tertentu, seorang-seorang bakal pensiun. Berhenti.

Bahkan, bagi mereka yang bekerja di lapangan (baca atlet), masa kerja mereka sangat terbatas. Sebab, di lapangan, tidak ada penetapan usia pensiun. Siapa yang bisa bersaing lebih lama, dia akan bisa bertahan lebih lama.

Meski, pada akhirnya, seorang demi seorang, akan kalah oleh usia. Memasuki usia senjakala. Seperti juga kunjungan ke pasar malam yang dibatasi waktu. Lantas kembali ke rumah.

Senjakala Cristiano Ronaldo yang kini berusia 34 tahun

Gambaran seperti itu yang kini dialami salah satu 'artis paling terkenal' di lapangan bola, Cristiano Ronaldo. Di usia 34 tahun, Ronaldo yang kini 'bekerja' untuk klub top Italia, Juventus, tengah memasuki senjakala dalam kariernya. Pertanda dari senjakala Ronaldo, dia kini tidak lagi tergantikan.

 Pekan lalu, saat melawan AC Milan di pertandingan pekan ke-12 Liga Italia, Ronaldo ditarik keluar di tengah pertandingan. Dia digantikan Paulo Dybala di menit ke-55. Tiga hari sebelumnya, di laga LIga Champions melawan Lokomotiv Moskow (7/11), Ronaldo juga ditarik keluar di menit ke-82.

Bagi pemain lain yang usianya 34 tahun, pergantian itu mungkin hal biasa. Tapi bagi Ronaldo, itu hal yang tidak biasa. Ya, tidak pernah terjadi sebelumnya, superstar asal Portugal ini digantikan secara beruntun. Musim lalu saja (2018/19), selama bermain dan kondisinya bugar, dia nyaris selalu bermain penuh untuk Juve.

Ronaldo saat digantikan Paulo Dybala ketika melawan AC Milan pada akhir pekan lalu/Foto: https://en.onefootball.com/
Ronaldo saat digantikan Paulo Dybala ketika melawan AC Milan pada akhir pekan lalu/Foto: https://en.onefootball.com/
Namun, di musim keduanya (2019/20), di bawah pelatih keras yang doyan merokok bernama Maurizio Sarri, rupanya tidak ada kompromi untuk Ronaldo. Bila dia memang bermain kurang bagus, dia akan digantikan. Apalagi, bukan rahasia bila Sarri punya kedekatan dengan Gonzalo Higuain yang merupakan mantan anak asuhnya di Napoli dulu.

Ronaldo bermain kurang bagus?

Setidaknya, beberapa analis bola di Italia bilang begitu. Bahkan, ada seorang pundit yang berujar bahwa dari semua pemain Juve di lapangan, Ronaldo-lah yang bermain paling buruk selama pertandingan. Ucapan itu lantas dipotong. Lalu, disebarkan beberapa akun Instagram.

Demi menyaksikan digantinya Ronaldo di tengah pertandingan itu, media-media Eropa lantas ramai memberitakan bahwa Ronaldo telah mendekati masa akhir kariernya yang gemerlap.

Situs Onefootball menulis ulasan menarik dengan judul "We are beginning to witness the end of Cristiano Ronaldo". Kita mulai menyaksikan akhir dari Cristiano Ronaldo.

Media ini menyajikan data sulitnya Ronaldo kini mencetak gol. Meski bisa melakukan  42 shots, tapi baru mencetak lima gol di Liga Italia musim ini. Bila di rata-rata, untuk mencetak satu gol, Ronaldo kini butuh waktu 173 menit.

"It has taken until the age of 34 but whisper it softly: it seems we are finally witnessing the start of the Cristiano Ronaldo decline," tulis Onefootball di kalimat pembuka tulisan.

Ronaldo belum habis

Onefootball memang tidak mengada-ada. Data statistik dan pengamatan di lapangan memang menunjukkan penampila Ronaldo sudah menurun dibandingkan beberapa tahun lalu. Bagaimanapun, usia membuat larinya tidak sekencang dulu. Tidak lagi bisa dengan mudah menipu bek-bek lawan seperti yang disampaikan Capello.

Namun, jangan pernah menganggap dia sudah habis. Semakin diremehkan, Ronaldo bisa langsung menjawabnya di lapangan. Dia punya mentalitas pemenang di atas rata-rata pemain lainnya. Mentalitas yang membuatnya masih bisa menghadapi bek-bek lawan yang usianya lebih muda dan lebih bertenaga.

Bahkan, untuk urusan mentalitas pemenang ini, saya tidak ragu menyebut Ronaldo lebih hebat dibandingkan 'rival beratnya' di lapangam, Lionel Messi. Soal skill, Messi mungkin yang terbaik. Namun, urusan memotivasi rekan tim, berlatih keras demi menjadi yang terbaik, Ronaldo ahlinya.

Mentalitas Ronaldo tidak hanya ditempa ketika dia di lapangan. Tumbuh di Madeira, salah satu kawasan kumuh di Portugal, membuatnya 'kenyang' diremehkan sejak kecil. Toh, itu membuatnya kuat. Semakin diremehkan, membuatnya termotivasi menjadi yang terbaik.

Mentalitas itulah yang ia bawa ke lapangan bola. Dia tak mudah menyerah. Dia menyukai tantangan. Lihat jejak rekam kariernya. Dari Sporting Lisbon, menjadi bintang di Manchester United di usia muda, lantas menantang dirinya sendiri bermain di Real Madrid yang acapkali jadi "kuburan" pemain bintang.

Lalu, berani bermain di Italia di usia yang tidak muda, 33 tahun. Padahal, sejak dulu, Liga Italia itu tempat yang kurang ramah bagi striker. Kok bisa begitu?

Silahkan membaca buku biografi Marco van Basten era AC Milan dan Oranye karangan Zeger van Herwaarden, Anda akan mendapati bagaimana perlakuan bek-bek di Italia kepada penyerang. Lalu, bagaimana nasib Si Fenomena Ronaldo (Brasil) yang dulu dengkulnya sampai keropos ketika bermain di Inter Milan karena 'kekejaman' bek-bek lawan.

Tentang mentalitas Cristiano Ronaldo, sudah banyak buktinya, betapa kehadiran Ronaldo mampu membangkitkan mental tanding timnya. Tidak hanya di level klub, tetapi juga membela negaranya. Sukses Portugal memenangi Piala Eropa 2016 adalah salah satu potret betapa mentalitas Ronaldo menjadi pembeda.  

Ronaldo membalas kritikan dengan mencetak hat-trick untuk Portugal

Nah, dini hari tadi, Ronaldo kembali memperlihatkan siapa dirinya. Dia seperti selalu punya jawaban bagi orang-orang yang meremehkan dirinya. Ronaldo seolah ingin membuktikan kepada para pundit dan siapa saja yang menganggapnya sudah habis.

Bahwa, di usianya yang sudah senja kariernya, dia menolak senjakala. Dia belum ingin pulang dari hingar bingar "Pasar Malam" seperti yang digambarkan Pramoedya.

Ya, Jumat (15/11) dni hari tadi, Ronaldo yang acapkali disebut "mesin gol" membuktikan bahwa dirinya masih bisa mencetak gol. Kapten timnas Portugal ini mencetak hat-trick (tiga gol) saat Portugal menang 6-0 atas Lithuania di laga lanjutan kualifikasi Piala Eropa 2020.

Satu gol dari titik penalti di menit ke-7, lantas gol tendangan placing dari luar kotak penalti yang selama ini menjadi ciri khasnya di menit ke-22. Serta, gol sepakan dari jarak dekat meneruskan umpan Bernardo Silva yang menjadi hat-trick sekaligus penutup 'pesta gol' Timnas Portugal di pertandingan itu.

Itu hat-trick ke-55 dalam karier Ronaldo dan yang kesembilan bersama Portugal. Tapi yang jelas, lewat tiga gol tersebut, Ronaldo seolah mengirim pesan kepada publik Italia, termasuk pelatih Juve Maurizio Sarri bahwa dirinya masih garang di depan gawang.

Dan memang, kabar Ronaldo hatt-trick itu langsung menjadi kabar besar di Italia. Website football-italia.net menjadikan berita itu sebagai headline. Di berita berjudul "Ronaldo hits Portugal hat-trick", football-italia menampilkan komentar dari pelatih Portugal, Fernando Santos tentang kondisi Ronaldo.

"Ketika jumpa pers (sebelum pertandingan), semua orang menanyakan kondisinya (Ronaldo). Saya tidak perlu menjawabnya. Saya tidak pernah meragukannya. Lapangan memberi bukti bahwa Cristiano baik-baik saja," sebut Santos dikutip dari https://www.football-italia.net/146450/ronaldo-hits-portugal-hat-trick.

Secara tidak langsung, komentar Santos itu seolah ditujukan untuk Maurizio Sarri. Bahwa, Sarri belum mampu mengoptimalkan sisi terbaik dari Ronaldo seperti tekadnya ketika diperkenalkan sebagai pelatih Juve. Meski masih memimpih klasemen Liga Italia, tetapi penampilan Juve tidak istimewa.

Faktanya, dalam 12 laga, Juve tidak pernah mampu menang dengan skor besar meskipun melawan tim-tim papan bawah. Juve hampir selalu menang dengan selisih 1 gol. Hanya sekali, mereka menang dengan skor 2-0 saat mengalahkan SPAL pada 28 September lalu. Selisih gol mereka juga hanya 11 gol. Bandingkan dengan Inter (14 gol) atau Lazio (15 gol). Padahal, Juve kini bersaing ketat dengan Inter Milan. Kedua tim hanya dipisahkan 1 poin.

Mengganti Ronaldo di tengah pertandingan, mungkin menjadi solusi  Sarri untuk memenangkan pertandingan. Seperti saat mengalahkan AC Milan 1-0 akhir pekan kemarin di mana gol penentu dicetak Paulo Dybala yang menggantikan Ronaldo.

Namun, situasi seperti itu bisa menjadi 'bom waktu' bagi Juve yang bisa meledak kapan saja. Bagaimanapun, Juve masih butuh Ronaldo. Seperti kata bek Juve, Leonardo Bonucci.

"Nanti saat kembali ke Turin, kami akan bertemu dan berbicara dengannya. Masih ada banyak pertandingan yang tentu saja kami membutuhkan kemampuan terbaik Ronaldo. Saya tidak meragukan komitmennya untuk mencapai semua target bersama Juve," ujar Bonucci dikutip dari football-italia.net.

Terlepas dari semua itu, waktu Ronaldo di lapangan memang tidak akan lama lagi. Dengan pada 5 Februari tahun depan sudah berusia 35 tahun, masa pensiunnya semakin dekat. Tapi yang pasti, Ronaldo tentu tidak ingin menutup lembar ceritanya di lapangan dengan cerita biasa. Apalagi kisah mengecewakan.

Dia ingin terus menunjukkan bahwa dirinya belum habis. Dan bilapun masa pensiunnya tiba, sebagai penikmat bola, kita hanya perlu berterima kasih atas semua 'pertunjukan' yang telah dia lakukan di lapangan.

Rasanya baru beberapa tahun lalu menyaksikan dari layar TV ketika dia melakukan debut untuk Manchester United. Lantas meliuk-liuk melewati bek-bel Bolton Wanderers. Tapi memang, seperti kata Pramoedya, bila lapangan itu bak pasar malam, pada akhirnya pengunjungnya juga akan pergi. Satu demi satu pergi. Begitu juga Ronaldo nanti. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun