Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Demi Kompasiana, Blog Pribadiku Kini "Penuh Sarang Laba-laba"

10 November 2019   21:42 Diperbarui: 10 November 2019   21:45 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
#11 Tahun Kompasiana, ada banyak hal yang membuatku semakin sayang dengan Kompasiana/Foto: Kompasiana.com

Mengaku blogger tapi tak punya blog pribadi. Begitu kalimat yang acapkali menggoda pikiran saya. Godaan itu muncul ketika nama saya ditampilkan dalam banner sebagai juri lomba blog atau pembicara tentang penulisan blog. Atribut 'jabatan' yang tertulis setelah nama saya memang blogger dan penulis lepas. 

Sebenarnya, sekira tiga tahun lalu, saya pernah punya blog pribadi. Blog tersebut juga sempat 'hidup' selama beberapa waktu. Sejujurnya, saya tertarik punya blog pribadi karena tergoda dengan banyaknya lomba penulisan yang dikhususkan untuk blog pribadi. Sementara platform "blog keroyokan" seperti Kompasiana tidak diperbolehkan.

Namun, karena berbagai pertimbangan, saya lantas memutuskan untuk hanya menulis di Kompasiana. Kini, setelah beberapa tahun tak pernah dikunjungi, ibarat rumah, blog pribadi saya itu pastinya sudah berdebu. Bahkan, tak hanya penuh debu, mungkin sudah penuh sarang laba-laba. Atau juga ditumbuhi semak belukar karena saking lamanya tidak dikunjungi.

Kenapa lebih memilih Kompasiana dibanding blog pribadi?

Dulu, pertimbangan saya memilih Kompasiana dibanding blog pribadi, sederhana saja. Pertama, saya lebih dulu menulis di Kompasiana. Saya mulai menulis di 'rumah ini' pada akhir tahun 2010. Sementara blog pribadi baru beberapa tahun kemudian. Karenanya, ada rasa cinta lebih kepada Kompasiana dibanding blog pribadi.

Kedua, tulisan-tulisan yang saya posting di blog pribadi, hampir sama dengan yang saya unggah lebih dulu di Kompasiana. Sebab, karena waktu banyak tersita untuk rutinitas kerja di kantor, sulit membuat dua tulisan berbeda untuk dua 'rumah'. Karenanya, bila tulisannya sama, saya lantas berpikir "mengapa harus 'bermain' di dua rumah?". Jadilah menulisnya di Kompasiana saja.

Ketiga, tujuan menulis tentunya agar tulisannya bisa dibaca orang lain. Soal apakah tulisannya bisa menginspirasi, mengedukasi, menginformasi, ataupun menghibur pembaca, itu tahapan berikutnya. Terpenting tulisannya ada yang (banyak) membaca dulu. Merujuk tujuan ini, saya merasakan kenikmatan lebih ketika menulis di Kompasiana dibandingkan di blog pribadi.

Saya mulai menulis (ngeblog) di Kompasiana sejak Desember 2010 atau dua tahun sejak Kompasiana 'lahir'. Di awal bergabung, saya menganggap Kompasiana itu tempatnya bersuka ria dengan tulisan. Menulis untuk bersenang-senang. Hanya itu.

Kala itu, saya yang masih bekerja di "pabrik koran" yang setiap hari mewawancara narasumber lantas menulis sembari dikejar-kejar deadline. Bagi saya kala itu, menulis di Kompasiana seperti jeda yang menyegarkan di tengah pekerjaan menulis yang serius.

Seiring berjalannya waktu, kemajuan digital telah 'menaikkan kelas' tulisan di Kompasiana dibandingkan era sedekade lalu. Dulu, ketika menulis di Kompasiana, palingan yang tahu hanya para Kompasianer (baca: warga Kompasiana). Efek tulisan kita pun hanya mengena ke beberapa orang saja karena kekuatan penyebaran beritanya yang masih lemah.

Bandingkan dengan sekarang, ketika tulisan kita di Kompasiana bisa dengan mudah menjadi tren di google. Bisa dengan mudah dibagikan di media sosial penulis maupun kanal media sosialnya Kompasiana, lantas menjadi viral yang dibaca oleh jutaan orang.

#Beyond Blogging. Kompasiana kini telah menembus 'batas kenormalan' blog/Foto: Kompasiana.com
#Beyond Blogging. Kompasiana kini telah menembus 'batas kenormalan' blog/Foto: Kompasiana.com
Malahan, banyak media arus utama yang kini "nyari berita" di Kompasiana. Sudah sering terjadi, berita-berita yang nge-hits dan populer di Kompasiana, lantas dijadikan ulasan utama oleh media-media besar. 

Karenanya, tidak salah bila Kompasiana kemudian mengubah slogan Sharing and Connecting yang telah populer menjadi #Beyond Blogging pada dua tahun lalu. Karena memang, Kompasiana kini telah menembus batas kenormalan blog.

Kini, di usia #11TahunKompasiana, saya bisa merasakan efek tulisan di Kompasiana, sudah jauh lebih dashyat ketimbang beberapa tahun lalu. Kompasiana kini tak lagi sebatas ruang luas untuk bersuka ria dengan tulisan. Tapi juga bisa menjadi tempat pemenuhan tujuan-tujuan lainnya.

Efek dashyat itu membuat saya tidak hanya merasa telah memilih keputusan tepat menulis di Kompasiana ketimbang di blog pribadi. Tetapi, juga bikin saya makin sayang sama Kompasiana. Efek dashyat seperti apa?

Membranding siapa kita

Saya termasuk jenis orang yang percaya, bahwa cerminan diri kita bisa dilihat lewat tulisan-tulisan kita. Bahwa apapun yang kita tulis dan 'dilempar' ke publik, baik itu berupa tulisan status di media sosial maupun tulisan artikel, bisa digunakan oleh orang lain untuk menilai siapa kita. Bahkan mungkin mengukur wawasan kita.

Bahwa, tulisan-tulisan  yang kita tulis, lalu kita pajang di Kompasiana, kemudian kita bagikan di media sosial, itu merupakan branding diri kita. Melalui tulisan-tulisan tersebut dan dikuatkan latar belakang keilmuan/pengalaman kita, orang lain menilai kita punya wawasan mendalam di bidang tertentu. Dan itu ternyata bisa menjadi peluang bagi kita untuk mengembangkan karier di dunia penulisan maupun media.

Mohon maaf, bukannya ingin pamer, tapi demi menunjukkan efek dari Kompasiana, saya merasakan langsung pernah beberapa kali diundang untuk menjadi pembicara dalam pelatihan menulis di kampus maupun di instansi pemerintahan. Dan ketika diperkenalkan ke audience, pihak pengundang selalu menceritakan kiprah dan tulisan-tulisan saya di Kompasiana.

Mohon maaf sekali lagi, (bukannya karena ingin pamer), saya juga acapkali mendapatkan kesempatan tampil di media arus utama (mainstream) karena dianggap paham bidang tertentu sebab tulisan-tulisan yang saya tulis. Cukup sering menulis tema olahraga membuat saya acapkali diundang media televisi lokal di Surabaya untuk tampil sebagai narasumber. Semuanya bermula dari tulisan-tulisan di Kompasiana.

Mendapatkan keuntungan materi

Sejak awal bergabung, saya tidak menganggap Kompasiana sebagai 'ladang' untuk mencari duit. Sebab, kalau untuk tujuan itu, saya 'mainnya di ladang' yang lain. Maksudnya ladang (pekerjaan) untuk menulis yang memang bergaji.

Toh, sah-sah saja bila sampean (Anda) berniat menulis di Kompasiana demi bisa mendapatkan tambahan materi. Sebab, Kompasiana memang sangat memungkinkan untuk tujuan itu. Ini sekaligus menjadi jawaban bagi banyak kawan yang sering bertanya "apakah menulis di Kompasiana bisa mendapatkan uang?".

Pertengahan Mei 2019 lalu, sebagai warga Kompasiana, sampean (Anda) mungkin sudah pernah membaca imbauan dari akun resmi Kompasiana untuk memperbarui data profil dan mendapat peluang mendapatkan keuntungan berlimpah di Kompasiana.

Bahwa, akan dirilis beberapa program afiliasi yang memudahkan Kompasianer dalam memonetasi aktivitasnya di Kompasiana dan sebuah halaman multiakun yang memungkinkan Kompasianer membentuk grup atau komunitas berdasarkan minat atau domisili.

Ya, kini, di usia #11TahunKompasiana, kita sangat bisa untuk mencari materi di 'rumah ini'. Selain rutin ada lomba blog (blog competition) berhadiah jutaan, setiap bulannya kini juga ada K-Rewards. Yakni, semacam apresiasi untuk penulis di Kompasiana yang tentunya harus memenuhi syarat dan ketentuan.

Selain itu, tidak jarang, ada tawaran dari pihak ketiga untuk bekerja sama dalam penulisan---yang tentunya berbayar---yang ajakannya tiba-tiba dikirimkan ke email. Dalam penjelasan di email, pihak ketiga itu tertarik mengajak kerjasama karena mengikuti kiprah dan membaca tulisan-tulisan di Kompasiana.

Meski menulis suka-suka, tetap standar tulisan harus dijaga

Saya yakin, ada banyak penulis di Kompasiana yang sudah merasakan manfaatnya menulis di Kompasiana. Tidak hanya karena mendapatkan ruang luas untuk menampilkan ide-ide. Tak hanya tulisannya dibaca banyak orang. Ataupun mendapatkan keuntungan branding diri. Bahkan juga kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari menulis.

Dan, yang harus digarisbawahi, kesempatan itu datang bukan karena 'salah orang' atau bak undian lotere yang siapa saja bisa mendapatkannya. Namun, peluang itu datang karena merupakan efek manis dari bagaimana kita mengenalkan diri di Kompasiana melalui tulisan-tulisan kita.

Nah, merujuk hal itu, jangan sekali-kali berpikir untuk menghasilkan tulisan di Kompasiana ini dengan prinsip "asal menulis". Memang, menulis di Kompasiana itu "mudah".

Lha wong kita tinggal menulis dan bisa menayangkannya sendiri tanpa menunggu persetujuan 'penjaga halaman'. Seperti misalnya kita mengirimkan artikel Opini ke media massa. Namun, mudah bukan berarti lantas "pokoknya menulis".

Memang, menulis di Kompasiana itu menulis untuk bersenang-senang. Namun, meski bersuka ria, bukan berarti menulis sekadarnya. Tetap, standar tulisan harus dijaga. Tetap, kita harus berupaya menghasilkan tulisan terbaik yang bisa kita hasilkan.

Selain mencari tema tulisan menarik ataupun penting diketahui, lalu mencari referensi dan data pendukung tulisan, lantas mengeksekusi tulisan dengan pilihan sudut pandang sendiri, kemudian melakukan editing sebelum ditayangkan.

Namun, yang tidak kalah penting, jangan karena tidak sekadar menulis, lantas membuat kita jarang menghasilkan tulisan karena merasa beralasan butuh waktu lama untuk mengemas tulisan menjadi sesempurna mungkin. Singkat kata, menulis tidak perlu dipersulit, meski jangan juga dianggap remeh.

Makna "asal menulis" itu maksudnya ketika kita menghasilkan tulisan dengan menabrak 'aturan'. Semisal melakukan praktek menyalin tulisan orang lain atapun sekadar mencomot tulisan di media lantas diganti judulnya saja. Jangan begitu.

Pada akhirnya, tidak terasa, saya sudah sembilan tahun bergabung di Kompasiana. Kalau kata teman, saya sudah 'sepuh'. Meski, ada banyak warga Kompasiana (bapak, ibu, mas, mbak) yang bergabung setelah saya, tetapi jauh lebih produktif menulis dibanding saya. Mereka teladan dalam menjaga semangat menulis.

Selama itu, saya mengetahui, ada cukup banyak kawan yang datang dan pergi. Ada beberapa kawan yang dulu sangat aktif menulis, kini sudah jarang terlihat tulisannya. Bahkan, tidak pernah muncul. Mereka telah pergi. Pergi dalam artian tidak lagi menulis di sini. Mungkin karena kesibukan di tempat kerja sehingga sulit punya waktu untuk menyapa sesama Kompasianer lewat tulisan.

Dan itu cukup membuat sedih. Sebab, selain beberapa efek dashyat yang saya jelaskan tadi, ada lagi beberapa hal yang membuat saya semakin sayang dengan Kompasiana. Bahwa, Kompasiana itu memang seperti rumah. Rumah yang didalamnya berhimpun keluarga.

Nyatanya, karena dipertemukan Kompasiana lewat acara 'kopi darat', saya berkesempatan mengenal kawan-kawan baik sesama penulis. Bahkan, ada beberapa bapak ibu mas mbak yang meski tidak pernah bertatap muka langsung, tetapi kami bisa rutin bertegur sapa dan saling mendoakan melalui rumah ini. Melalui tulisan.

Selamat berulang tahun #11Tahun Kompasiana. Semoga, Kompasiana yang warganya berasal dari belahan kota/kabupaten manapun di Indonesia dan bahkan luar negeri, terus mampu menjadi corong munculnya banyak 'kabar bagus'. Harapannya, ketika berita bagus lebih banyak dibagikan daripada berita buruk, akan ada banyak orang yang mengonsumsi informasi yang bermanfaat dibanding informasi tentang kebohongan. Salam Beyond Blogging.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun