Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangunan Sekolah Ambruk, Potret Sedih Dunia Pendidikan Kita

6 November 2019   10:12 Diperbarui: 6 November 2019   17:40 4026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sekolah ambruk (KOMPAS.COM/FARIDA)

Sebenarnya, mengapa bangunan sekolah bisa ambruk?
Penyebab bangunan sekolah bisa ambruk tentunya bermacam-macam. Pertama bisa karena faktor alam. Semisal karena terjadinya gempa bumi, hujan deras disertai angin kencang, pohon besar tumbang menghantam sekolah, ataupun tsunami. Ini faktor yang tidak bisa dihindari.

Upaya yang bisa dilakukan hanyalah meminimalisir jumlah korban. Semisal dengan mengedukasi bagaimana menghadapi gempa. Ataupun 'mengungsikan' murid dan guru bila terjadi tanda-tanda gempa maupun angin kencang.

Faktor kedua umumnya karena bangunan sekolah yang sudah 'sepuh' alias tua. Semisal bangunan sekolahnya sudah 20 atau 30 tahunan. Apalagi bila selama itu, sama sekali tidak pernah tersentuh renovasi. Sehingga penyangga atapnya yang dari kayu mulai melapuk. Temboknya juga mulai rapuh. 

Tentu saja, faktor ini bisa dihindari. Pemerintah daerah maupun DPRD daerah, bisa melakukan pemetaan. Sekolah mana saja di daerahnya yang terbilang sudah uzur dan segera perlu perbaikan. Pihak sekolah juga bisa mengajukan bantuan perbaikan.

Mungkin, selama proses perbaikan, proses belajar-mengajar sedikit terganggu. Ada siswa yang masuk pagi. Ada yang masuk siang. Sebab, sembari menunggu renovasi, kelas yang masih terpakai, dipakai bergantian untuk belajar mengajar. Tidak apa-apa. Demi keamanan dan kenyamanan.

Dulu, ketika kelas 6 SD di tahun 94 an, saya masih ingat, bangunan sekolah saya diperbaiki. Untuk belajar mengajar, kami lantas 'diungsikan' ke rumah joglo tidak terpakai yang lokasinya tidak jauh dari sekolah. Di rumah itulah kami belajar selama beberapa bulan. Tidak masalah. Karena sekolahnya lantas jadi lebih bagus.

Nah, faktor ketiga adalah kualitas bangunannya. Ini bisa berkaitan dengan adanya ulah jahat manusianya. Dan menurut saya, ini yang paling berbahaya. Paling biadab. Paling tidak punya hati.

Betapa tidak jahat, bila sekolah yang sudah berusia uzur, diperbaiki. Tapi kualitas bangunannya ternyata rendahan. Semisal anggaran untuk perbaikan sekolah, ternyata hanya sekian puluh persen saja yang dipakai untuk dibangun.

Sehingga kualitas material yang dipakai juga bukan yang terbaik. Bila seperti itu, spefisikasi bangunannya rendah. Kualitas bangunan juga tidak bisa tahan lama.

Dampaknya, kerusakan tinggal menunggu waktu. Bisa plafon ambruk. Dindingnya retak. Atau lantainya hancur. Padahal baru beberapa bulan dibangun. Bukankah kita cukup sering mendengar cerita seperti itu?

Tapi, semoga saja kabar seperti itu hanya cerita belaka. Sudah tidak ada lagi. Semoga semuanya punya itikad baik. Sebab, perbaikan gedung sekolah itu demi anak-anak kita. Apa iya, mereka yang ikut dalam perbaikan sekolah yang juga merupakan orang tua, mau mencelakakan anak-anaknya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun