Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Waspadalah PBSI, Ganda Putra India Kini Bisa Merepotkan Kita

25 Oktober 2019   07:55 Diperbarui: 26 Oktober 2019   10:21 2980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan India, Satwiksairaj Rankireddy/Chirag Shetty (Shi Tang/Getty Images)

Sepanjang tahun 2019 ini, Indonesia memang menguasai sektor ganda putra. Dominasi Indonesia terlihat ketika tiga pasangan ganda putra Indonesia, bergantian meraih gelar juara di turnamen BWF World Tour. Termasuk di BWF World Championship (Kejuaraan Dunia) 2019.

Tiga pasangan ganda putra Indonesia yakni Marcus Ferinaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, serta Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto, seolah terlalu kuat bagi ganda putra top dunia dari negara lain. 

Faktanya, sepanjang tahun ini, hingga bulan Oktober, tiga pasangan Indonesia ini sudah meraih 11 gelar. Marcus dan Kevin yang masih menduduki rangking 1 dunia, sudah meraih enam gelar.

 Yakni di Malaysia Masters Super 500, Indonesia Masters Super 500, Indonesia Open Super 1000, Japan Open Super 750, China Open Super 1000 dan pekan kemarin juara di Denmark Open Super 750.

Sementara Ahsan/Hendra yang kini ada di rangking 2 dunia, menjadi juara di dua kejuaraan paling bergengsi. Yakni Kejuaraan Dunia 2019 dan All England Open 2019 Super 1000. Plus, juara di New Zealand Open Super 300. 

Sedangkan Fajar dan Rian yang ada di peringkat 5 dunia, sudah meraih dua gelar di Swiss Open Super 300 dan Korea Open Super 500.

Tidak hanya raihan gelar, parameter dominasi ganda putra Indonesia juga terlihat dari seringnya Marcus/Kevin dan Hendra/Ahsan bertemu di final. Keduanya lima kali bertemu di final. Terakhir, pada akhir pekan kemarin, keduanya bertemu di final Denmark Open.

Dominasi pasangan Indonesia juga tidak lepas dari menurunnya performa ganda putra asal Tiongkok yang selama ini menjadi lawan terberat.

Faktanya, penampilan pasangan juara dunia 2018, Li Junhui/Liu Yuchen, Han Chengkai/Zhou Haodong, He Jiting/Tan Qiang maupun pasangan senior juara dunia 2017, Zhang Nan/Liu Cheng, cenderung menurun.

Tahun ini, jarang sekali, ganda putra Tiongkok bisa melaju ke final tahun ini. Padahal, tahun lalu, terhitung empat kali, Marcus/Kevin bertemu ganda putra Tiongkok di final. Sementara Hendra/Ahsan sekali.

Ganda putra Indonesia, Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan, terhenti di putaran II French Open 2019. Tadi malam, mereka dikalahkan ganda putra India./Foto: badmintonindonesia.org
Ganda putra Indonesia, Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan, terhenti di putaran II French Open 2019. Tadi malam, mereka dikalahkan ganda putra India./Foto: badmintonindonesia.org
Kejutan kedua dari ganda putra India di BWF World Tour
Namun, meski mendominasi, PBSI harus tetap waspada. Sebab, lawan utama Indonesia di sektor ganda putra bukan hanya dari Tiongkok. Bukan juga hanya dari Jepang ataupun Korea dan negara Eropa. Justru, Indonesia harus mewaspadai India.

Ya, India yang selama ini diremehkan di sektor ganda, kini punya pasangan ganda putra menjanjikan. Namanya Satwiksairaj Rankireddy dan Chirag Chandrashekhar Shetty. Usia mereka masih sangat muda. Rankireddy baru berusia 19 tahun. Sementara Chirag Shetty berusia 22 tahun.

Tadi malam, untuk kali kedua, pasangan India ini berhasil mencuri perhatian media. Nama mereka masuk headline lagi. Itu setelah Rankireddy/Shetty membuat kejutan hebat dengan mengalahkan Hendra/Ahsan di putaran kedua French Open 2019, Kamis (24/9).  

Mengandalkan power dan stamina khas anak muda, Rankireddy/Shetty mengalahkan Ahsan/Hendra lewat rubber game. Mereka langsung gas pol di awal pertandingan.

Game pertama berhasil mereka menangi dengan skor 21-18. Di game kedua, Hendra/Ahsan yang mengandalkan kematangan bermain, mampu menang dengan skor sama, 21-18.

Namun, di game ketiga, ganda India ini mampu mengoptimalkan kelebihan stamina mereka. Rankireddy/Shetty nyaris selalu unggul dalam perolehan poin. Mereka bahkan sempat unggul jauh, 17-7. Rankireddy/Shetty akhirnya menang 21-13 dalam pertandingan yang memakan waktu 53 menit.  

Dalam wawancara dengan badmintonindonesia.org seusai pertandingan, Ahsan mengakui mereka kalah stamina dengan pasangan muda India tersebut. Utamanya di game ketiga. Terlebih, ganda India tersebut memainkan strategi menyerang.

"Pertama dari permainan memang kami tertekan pola mereka. Tenaga pun mungkin berkurang juga," kata Ahsan.
 
"Kami no lobnya sudah kalah dulu, kepegang dulu. Kami angkat bola juga defensnya gampang tembus," ujar Hendra menambahkan seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.

Rankireddy/Shetty juga pernah kalahkan juara dunia 2018

Merespons kekalahan Hendra/Ahsan ini, jangan sekali-kali sampean (Anda) berujar "kok bisa ya mereka kalah dari ganda India yang tidak terkenal?". Kenapa?

Sebab, kekalahan Hendra/Ahsan ini bukan berarti mereka tampil buruk. Mereka mungkin tidak tampil dalam form terbaik. Namun, kekalahan mereka bukanlah nasib buruk.

Sebab, lawan yang mengalahkan mereka memang pemain-pemain berkualitas. Ya, pasangan India ini sama sekali tidak boleh dipandang sebelah mata.

Ini merupakan kali kedua Rankireddy/Shetty menjadi headline setelah berhasil mengalahkan pemain berstatus juara dunia. Awal Agustus 2019 lalu, ganda putra India ini juga meraih hasil menghebohkan.

Kala itu, mereka jadi juara di Thailand Open Super 500. Di final, mereka mengalahkan ganda putra Tiongkok juara dunia 2019, Li Junhui/Liu Yuchen. Padahal, mereka tidak termasuk sebagai pemain unggulan. Mereka jadi ganda putra pertama India yang juara di turnamen BWF World Tour Super 500.

Di turnamen tersebut, mereka juga mengalahkan Fajar/Rian di putaran kedua. Sementara Marcus/Kevin terhenti di perempat final usai kalah dari ganda Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe yang lantas ditaklukkan Li/Liu di semifinal.  

Merujuk pada lawan-lawan yang ditaklukkan Rankireddy/Shetty di turnamen Thailand Open tersebut, sukses mereka kala itu memang bukan sebuah kebetulan.

Mereka mampu memaksimalkan permainan drive dan positioning shuttlecock yang berjalan maksimal karena didukung stamina mereka yang full batere.

PBSI harus memasukkan ganda India ini dalam daftar 'lawan tangguh' di Olimpiade

Nah, kemenangan atas Hendra/Ahsan di putaran kedua French Open tadi malam, seperti membuka kembali ingatan kita. Bahwa, ganda putra Indonesia ini memang harus menjadi perhatian. Tidak hanya oleh pemain-pemain Indonesia. Termasuk juga oleh PBSI.

Bila ada daftar lawan yang harus diwaspadai ganda putra Indonesia di Olimpiade 2020 mendatang, maka Rankireddy/Shetty layak masuk dalam list tersebut. Mereka tidak bisa diremehkan.

Sangat mungkin, Rankireddy/Shetty bisa tampil di Olimpiade 2020 mendatang. Hasil-hasil bagus yang mereka raih dalam beberapa turnamen tahun ini, tentunya menjadi modal bagus.

Sebab, serangkaian turnamen BWF tahun ini hingga April mendatang, berfungsi sebagai ajang pengumpulan poin/kualifikasi.

Apalagi, dalam rangking BWF hingga bulan Oktober ini, mereka ada di peringkat 11 dunia. Rangking mereka bahkan lebih tinggi dari ganda Jepang finalis Kejuaraan Dunia 2019, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi (rangking 14).

Mereka juga di atas ganda Malaysia finalis All England 2019, Aarin Chia/Soh Wooi Yik yang ada di peringkat 13. Bahkan, He Jiting/Tan Qiang kini ada di peringkat 15.

Singkat kata, ganda India ini kini 'naik kelas'. Bila sebelumnya, mereka hanyalah berbicara di turnamen level Super 100 ataupun BWF International Challenge. Kini, Rankireddy/Shetty tidak bisa diremehkan. Mereka bisa membuktikan bisa bersaing dengan ganda putra elit dunia.

Satu lagi yang membuat Rankireddy/Shetty harus dianggap istimewa. Level permainan mereka semakin meningkat setelah mendapat polesan pelatih asal Indonesia. 

Ya, sejak awal Maret lalu, Asosiasi Badminton India menunjuk mantan pemain spesialis sektor ganda asal Indonesia, Flandy Limpele untuk melatih sektor ganda India. Flandy ditemani Namrih Suroto.

Penunjukan Flandy dan Namrih ini merupakan respons cepat dari Asosiasi Badminton India (IBA) lewat sang Chief National Choach, Pullela Gopichand untuk mencari pengganti pelatih spesialis ganda, Tan Kim Her yang mundur mendadak.

Pelatih asal Malaysia berusia 47 tahun ini bergabung dengan tim Jepang. Nah, IBA tidak mau terlalu lama kursi pelatih ganda putra kosong karena Olimpiade 2020 semakin dekat.

Kita tahu, ketika menjadi pemain, Flandy merupakan peraih medali perunggu di Olimpiade Athena 2004 di nomor ganda putra. Kala itu, dia berpasangan dengan Eng Hian yang kini menjadi pelatih ganda putri Indonesia. 

Flandy yang kini berusia 45 tahun juga berpengalaman melatih di Jerman selama dua tahun dan lima tahun di Jepang. Sementara Suroto pernah melatih di Thailand selama delapan tahun.

Singkat kata, keduanya punya pengalaman cukup untuk memoles pemain menjadi pemain hebat. Mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk mengubah pemain yang awalnya biasa saja seperti ganda putra India, kini "naik kelas".

Di putaran dua French Open tadi malam (24/10), Hendra/Ahsan tidak sendirian tersingkir. Ganda putra Indonesia, Wahyu Nayaka/Ade Yusuf juga tersingkir dramatis setelah dikalahkan ganda Tiongkok, Han Chengkai/Zhou Haodong 18-21, 22-20, 20-22. 

Di perempat final, di sektor ganda putra, Indonesia tinggal berharap pada Marcus Gideon/Kevin Sanjaya. Kemarin, mereka mengalahka ganda Korea, Kim Gu Jung/Lee Yong Dae 21-18 di game pertama. 

Di game kedua, lawan memutuskan mundur karena mengalami cedera. Menariknya, Marcus/Kevin akan bertemu Han/Zhou di perempat final. Ini akan menjadi ulangan final French Open tahun lalu yang dimenangi pasangan Tiongkok tersebut. 

Sedangkan ganda putra India akan menghadapi ganda Denmark, Kim Astrup/Andres Rasmussen. Apakah ganda India ini bisa lolos ke semifinal dan ke final? Waktu yang akan menjawab. Namun, bila itu benar-benar terjadi, saya tidak akan kaget. Sebab, mereka memang punya kualitas.

Jadi, jangan sekali-kali meremehkan ganda putra India ini dengan berujar "kok bisa pemain kita kalah dari ganda India?". Justru, kekalahan Hendra/Ahsan ini harus dianggap sebagai 'lampu kuning' bagi PBSI dan juga ganda putra Indonesia agar lebih waspada. 

Meski Hendra/Ahsan kini bukan pemain Pelatnas, toh mereka tampil dengan membawa bendera Indonesia.

Poin pentingnya adalah, meski kita sedang mendominasi, tetapi level persaingan di ganda putra sejatinya sangat ketat. Lawan yang awalnya 'tak dianggap', bisa mengejutkan. Jadi, waspadalah PBSI. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun