Silahkan menyimak tulisan-tulisan 'para orang besar' yang sudah diakui kualitas tulisannya. Mereka tak perlu ribet membuat judul yang eye catching atau apalah. Judul tulisan mereka terkadang hanya terdiri dari satu kata. Tapi, kita tidak ada masalah dengan itu. Sebab, kita sudah membayangkan kualitas tulisannya.
Ketika saya tahu tulisannya pak Dahlan Iskan atau pak Rhenald Kasali, saya tidak akan berpikir dua kali untuk membacanya. Begitu juga dulu ketika tahu tulisan sepak bolanya Sindhunata di Kompas.Â
Saya rela menunda sarapan demi membacanya. Sebab, membaca tulisannya Romo Shindunata bak seperti sarapan bergizi mengenyangkan. Itu juga seperti kuliah menulis tanpa perlu datang ke kampus.
Lalu, bagaimana caranya agar menjadi penghasil karya yang karya-karyanya disukai banyak orang seperti halnya Queen, Dahlan Iskan, Rhenald Kasali atau Sindhunata?
Tidak ada cara lain selain memulai berkarya. Untuk bisa menulis seperti Sindhunata, tentu saja harus mulai menulis. Tidak bisa sekadar membayangkan. Dengan sering menulis, dengan sering membaca tulisan orang lain, itu merupakan bagian penting dalam berproses menghasilkan karya bagus.
Toh, terlepas betapa kerennya tulisan orang-orang hebat, toh mereka pernah mengawalinya dari 'titik nol'. Mereka tidak 'ujug-ujug' jadi hebat seperti yang kita lihat sekarang. Pasti ada proses panjang. Mungkin juga diwarnai jatuh bangun.
Seperti Queen dalam mengenalkan Bohemian Rhapsody yang penuh drama. Diragukan dan ditolak. Pada akhirnya, karena kualitas karya dan nama yang sudah dikenal, karya itu akhirnya dikenal publik, 'meledak' dan 'berumur panjang' hingga kini. Salam. Selamat mengawali hari di awal pekan. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H