Semisal bila jumlah pungutannya tidak terlalu besar, mereka menganggap itu "duit terima kasih" karena sudah dilayani. Padahal, sebagai aparatur pemerintah, para petugas itu tentu saja sudah mendapat gaji bulanan.
Namun, sekarang ini, saya yakin sudah ada banyak aparatur pemerintah yang sudah meninggalkan pungli dalam melayani masyarakat. Kalaupun masih ada yang berani melakukannya, mereka mungkin berpikiran, toh tidak akan ketahuan karena mereka berada di wilayah kelurahan yang tentu saja jauh dari perhatian.Â
Kini zamannya sudah beda, semua orang bisa jadi "wartawan"
Padahal, pendapat "toh tidak akan ketahuan" itu salah besar. Sekarang, zamannya sudah berbeda dengan dulu. Kini, dalam kaitan dengan pungli, sudah tidak berlaku lagi prinsip "kalau ada yang mengawasi akan bekerja sesuai aturan, sementara bila tidak ada yang mengawasi akan berani melakukannya".
Apa yang berbeda dengan zaman dulu dan sekarang? Sekarang, pengawasannya jauh lebih ketat. Bukan hanya tentang ketegasan pemerintah untuk mewanti-wanti agar para petugas pemerintah yang melayani masyarakat, tidak lagi melakukan pungli karena menyalahi aturan.
Namun, yang harus dipahami oleh petugas pemerintah, pengawasan kini tidak hanya dilakukan oleh atasan mereka ataupun lembaga KPK. Kini, masyarakat pun bisa ikut mengawasi langsung.
Seharusnya oknum yang masih gemar memungut pungli, sudah mulai sadar bahwa di era media sosial seperti sekarang, semua orang kini bisa jadi 'wartawan'. Dengan berbekal punya akun twitter, Instagram atau Facebook, masyarakat kini bisa melaporkan apa saja yang mereka alami seperti halnya wartawan.Â
Seorang wartawan yang jujur dan tidak akan bisa diiming-imingi 'amplop'. Lha wong mereka menuliskan sendiri apa yang mereka alami di 'media' mereka itu.
Ya, seperti kisah Apriska dan pengurusan buku nikah terbakar yang viral tersebut, bila di zaman dahulu kala, cerita seperti ini tidak akan pernah terjadi. Bilapun kita kecewa dengan pelayanan dalam mengurus dokumen, paling keluhan kita hanya berupa cerita dari mulut ke mulut yang lantas menguap tanpa ada tindak lanjut.
Namun, kini ceritanya berbeda. Kini, banyak orang yang sudah lebih cerdas dan lebih berani menyampaikan apa yang menurut mereka tidak tepat. Utamanya dalam hal pelayanan publik. Mereka merasa tidak perlu lagi mengirim cerita yang mereka alami ke surat pembaca di media massa.Â
Tapi, mereka hanya perlu menuliskannya di akun media sosial, lantas me-mention instansi terkait ataupun tokoh penting yang menaungi urusan tersebut. Dan, dalam sekejap saja, kita bisa melihat bagaimana media sosial bekerja.