Begitu juga ketika acara travelling ke tempat rekreasi dengan menggunakan bus kota. Meski berangkatnya pukul 7 pagi, pihak panitia lebih suka mengumummkan berangka pukul 6.30. Sebab, mereka sudah paham banyak orang senang budaya ngaret. Bila diumumkan jam 6.30, minimal jam 7 pesertanya sudah ada di lokasi.
Ngaret bisa berdampak buruk bagi citra diri
Padahal tidak semua orang punya kebiasaan ngaret. Meski ada banyak orang menganggap ngaret itu bak kebiasaan, tetapi masih ada banyak orang yang tetap berprinsip tepat waktu ketika janjian dengan orang lain.
Saya memiliki kawan yang setiap kali berjanji bertemu dengan orang lain, minimal dia sudah datang di lokasi 15 sebelum waktu yang ditentukan. Kata dia, penting untuk tiba lebih awal. Sebab, kita bisa menata mood sebelum mengawali urusan dengan orang lain. Apalagi bila urusan itu berkaitan dengan pekerjaan.
Tidak lucu kan bila kita datang bertemu orang lain dalam suasana mood kurang bagus, terburu-buru dan dengan muka kesal imbas macet di jalan, terlebih ada perasaan bersalah dan tidak enak dengan orang lain yang datang lebih dulu. Suasana seperti itu tentunya tidak ideal untuk membicarakan urusan pekerjaan.Â
Saya pun membiasakan diri untuk tidak datang terlambat. Sebagai tukang nulis yang seringkali janjian wawancara dengan narasumber untuk bahan tulisan, sebisa mungkin saya berusaha untuk tiba di lokasi wawancara sebelum waktu yang telah disepakati. Saya menganggap, narasumber itu orang sibuk. Jadwal acaranya padat. Karenanya, bila mereka mau meluangkan waktu untuk diwawancara, itu luar biasa. Pantang menyia-nyiakan kesempatan 'mahal' seperti itu.Â
Terlebih bila kita belum pernah bertemu narasumber tersebut. Datang lebih awal akan menjadi pilihan tepat. Tidak apa-apa mengalah kita yang menunggu dia datang. Dengan begitu, saya bisa mengawali prosesi wawancara dengan nyaman. Semisal dengan "basa-basi" sebelum masuk ke inti wawancara. Â
Alangkah buruknya bila saya datang terlambat, lantas narasumber menunggu kedatangan saya. Sementara dia sejatinya meluangkan waktu untuk wawancara tersebut karena sebenarnya agendanya cukup padat. Bila seperti itu, suasana wawancaranya pasti tidak ideal. Masih beruntung bila saya tidak ditinggal oleh narasumber tersebut.
Bahkan, efek dari datang ngaret ini tidak hanya suasana yang kurang nyaman untuk melakukan urusan sesuai janjian. Efek dari datang ngaret juga bisa berdampak panjang. Sebab, ini urusannya dengan citra diri kita. Sekali kita terlambat, orang mungkin masih memahami "alasan macet" yang kita sampaikan. Namun, lebih dari itu, orang akan sulit percaya pada kita. Citra diri kita akan buruk.
Bayangkan bila kemudian kita ternyata mendapat tugas mewawancara orang atau bertemu untuk urusan peluang kerja yang ternyata orang tersebut pernah kecewa dengan sikap ngaret kita. Yang terjadi, bukan tidak mungkin orang tersebut akan enggan diwawancara. Atau, mengurungkan niat membicarakan kerja. Sebab, dia tahu bahwa kita punya reputasi buruk dalam hal menghargai waktu.
Ya, orang ngaret bisa dicap sebagai orang yang tidak menghargai waktu. Dia juga dianggap tidak bisa menghargai orang lain yang telah berusaha menghargai waktu. Siapa yang akan mau bekerja sama dengan orang seperti itu?